Mang Asep menatap Steffani ragu, ada setitik rasa takut dibenaknya.'Nyonya tidak akan berbuat lebihkan?'
Mang asep takut kalau Leon akan mendapatkan masalah. Andai saja ia langsung menyuruh bocah tadi pergi, mungkin hidupnya akan selamat.Menghela nafas, lalu Mang Asep menjawab, "baik Nya."
Mang Asep melangkah keluar dari mansion itu, Mang Asep melangkah lesuh kearah Leon yang sekarang tengah menatapnya penuh binar.
'Oh tuhan, saya tidak tega.'
Mang asep berusaha untuk mengatur suasana hatinya agar cepat tenang, ia harus berfikir positif sekarang. Semoga tuhan melindungimu nak, Mang Asep membatin sembari memasang senyum paksa.
"PAMAN!!" Leon berteriak antusias, namun tak berselang lama. Leon melihat kalau paman itu tidak membawa apapun di tangannya.
Binar mata yang tadi secerah bulan kini meredup, ia berfikir kalau ia pasti dilarang untuk meminta makanan mereka.
"Paman baik, Leon nda boyeh makan yah?" Anak itu bertanya sembari menatap Mang Asep.
Melihat itu Mang Asep hanya bisa tersenyum miris, kenapa anak yang semenggemaskan seperti Leon harus mempunyai nasib seperti ini, Pikirnya.
"Boleh kok," tersenyum kemudian menggengam tangan Leon. "kita makan didalam yah, soalnya Majikan Paman nyuruh Leon makan didalam."
Sungguh, Mang Asep sangat takut akan nasib Leon sekarang, apa dia harus menyuruh Leon kabur saja? Dan bilang pada mereka kalau Leon kabur. Ah tidak, tidak, Mang Asep baru ingat, itu hal yang mustahil buat ia lakukan, oh ayolah. Astara itu keluarga yang berpengaruh, sekali musuhnya bersembunyi dilubang tikuspun musuhnya akan bisa ditangkap oleh mereka.
Mang Asep tidak ingin membuat Leon semakin mendapatkan masalah nantinya."Paman baik, Leon takut kecana," tunjung Leon kedepan, saat melihat banyak pria kekar nan seram di depan pintu masuk saat ini.
Mang Asep tersenyum, berusaha meyakinkan Leon, dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.
"Permisi Tuan besar, Tuan muda, dan Nyonya, saya ingin mengantar anak yang tadi saya katakan."
Mang Asep menunduk takut, ia tak sanggup melihat tatapan tajam dari majikannya itu, menakutkan dan penuh dengan intimidasi.
'Oh tuhan, kenapa saya harus bekerja dirumah ini, saya sangat tertekan oleh aura mereka.'
Jujur saja, Mang asep memang dari dulu tidak nyaman bekerja disini, namun. Demi menghidupi keluarga kecilnya, ia rela bekerja dimansion megah ini, yang sayangnya sangat menyeramkan.
Memdengar suara Mang Asep, aktivitas mereka terhenti, lalu menatap kearah Mang Asep dengan tatapan Menghunus tajam, tentu saja tatapan itu dimiliki oleh para lelaki Artara.
Para wanita hanya diam sembari menatap kearah Mang Asep dengan tatapan lembut namun tegas.Para lelaki Artara sudah siap untuk memberikan kata-kata mutiara mereka, malah terhenti ketika melihat kepala yang menyembul dari samping punggung Mang Asep.
Astaga! Tuyul Menggemaskan dari mana ini?Leon mengerjapkan matanya lucu saat melihat banyak pasang mata yang menatap kearahnya.
Mendonggak menatap wajah Mang Asep, lalu iapun kembali menatap kedepan.Menggaruk pipinya yang tak gatal, lantas melambaikan tangan. "Ha-hallo, semuanya."
Leon merasa kikuk sendiri, ketika tak ada yang membalas sapaannya, ia merasa sangat gugup dan takut.
Tatapan mereka sungguh menakutkan.
Kecuali pada para wanita, Leon merasa tenang saat melihat tatapan mereka.
Tapi tunggu?"AUNTY CANCIK!!"
.
.
.
.Hayoloh Leon hahaha
Maaf dikit gays
Mwehehe
Mau tau apa kelanjutannya?
Ditunggu part selanjutnya yaahhh
Jangan jadi secret raiders yah gaysss
Jangan lupa vote!!!
See you next part!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan pulang untuk Leon [Slow Up]
Teen FictionLeon. Nama yang bagus bukan? Itu namanya, sejak kabur dari panti asuhan, Leon hanya bisa mengemis seperti anak-anak gembel lainnya. Leon. Bocah itu memiliki pipi chuby, kulit putih susu, hidung kecil, bibir chery, tinggi yang hanya 134 saja. Jangan...