Hege

605 70 29
                                    







Mentari sudah tidak lagi menunjukkan sinarnya dari satu jam yang lalu. Sekarang hampir pukul setengah delapan malam, tapi terlihat sekelompok pemuda masih gencar mencari temannya yang hilang di lingkungan sekolah yang berhektar-hektar itu.

Mereka khawatir, karena sejak siang tadi dua anak Adam bernama Steve dan Jake itu tidak kembali sampai sekarang. Bahkan kedua anak itu pun tidak membawa ponselnya, makin susah dicari bukan.

"Kalo ternyata mereka gak di sini, sia-sia dong kita muterin semua gedung sekolah" Ucap Evan dengan napas yang terengah-engah, sebab ia dibebankan untuk membawa tas milik Steve.

"Gue udah coba ngehubungin orang-orang di semua tempat yang biasa kita datengin, mereka pada bilang gatau" jawab Jay sembari mencari info di ponselnya.

"Lo berdua kan temennya Steve, masa gatau sih dia biasa bolos kemana" Willo sudah lelah, karena sedari tadi dua makhluk itu belum ketemu juga "Lo juga Ben, Jake ga ada bilang apa gitu ke lo sebelum dia bolos"

"Dia ga bilang, kalo hari ini dia mau bolos" jawab Ben sambil menenteng tas milik Jake di tangan kanannya "Gue juga udah tanya Juan, tapi anak itu bilang Jake belum pulang ke rumah"

Willo memutar kedua bola matanya, lalu beralih ke pemuda jangkung yang berstatus pacarnya itu "Riki, kamu pulang duluan aja, gausah nunggu kakak" merasa tak enak dengan pacarnya itu, karenanya Riki malah ikut mencari kedua temannya.

"Iya rik, pulang aja gapapa" ucap Evan yang diangguki Jay.

"Gapapa bang, gue juga mau ikut bantu nyari bang Jake, kok" jawab Riki dengan suara baritonnya. Tangannya lihai membuka tutup botol minum milik Willo, lalu ia berikan ke kekasih cantiknya itu. Bucin.

Mereka istirahat sebentar di taman sekolah, lelah karena sejak bel pulang tadi kaki mereka digunakan untuk mencari manusia yang mereka sangka hilang itu. Keheningan terjadi hanya sebentar ketika Willo menjentikkan jarinya "Gedung olahraga deket kelas!"

Mereka saling menatap satu sama lain. Benar, mereka belum mengunjungi tempat itu.

Gedung olahraga sudah mereka telusuri, tapi belum ada tanda-tanda kalau ada manusia selain mereka di sini. Harapan terakhir para pemuda itu adalah pintu yang berada di depan mereka saat ini.

Ben mencoba untuk membuka pintu.
Nihil. Pintu itu terkunci.

Willo mengacak rambutnya frustrasi "Udah. Ayok. Mending lapor polisi aja"

"Loh loh loh, kalian kok belum balek" Aksen medok itu berasal dari pria berumur yang sedang berjalan mendekati mereka.

"Kami lagi nyari teman kami pak" jawab Jay.

"Nyari teman kok yo di sini, dari tadi siang gedung ini kosong, soal e lagi pada ikut lomba. Ayo ayo keluar, gedungnya mau tak kunci" Perintah halusnya.

"Bisa minta tolong buat bukain pintu ini dulu gak pak?" tanya Ben sopan.

Penjaga itu melihat Ben. 'Cucu pemilik yayasan' kata itu yang langsung terlintas di pikirannya. Dengan mudahnya penjaga itu mengiyakan perintah Ben, ia mengeluarkan segepok kunci dari sakunya, lalu dengan cepat memilih kunci yang cocok.

Berhasil.

Saat pintu terbuka, Ben dan lainnya langsung masuk ke pintu yang bertuliskan 'Ruang Ganti' itu.

Demi apapun, semua orang disitu tidak bisa mengontrol ekspresinya untuk saat ini, karena melihat pemandangan yang sangat mustahil bagi mereka. Bagaimana tidak, mereka melihat Steve dan Jake sedang tertidur dengan posisi terduduk di kursi panjang dekat pintu, kepala Jake menyender di bahu Steve dan kepala Steve yang menyender di kepala Jake.

schadenfreude [sungjake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang