Take two

208 24 16
                                    

Jika orang bertanya siapa orang tergigih dan bertalenta tetapi kekurangan keberuntungan mungkin jawabannya adalah banyak tapi salah satu yang tergigih tentu saja Myungha.

Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Tiga gelas kopi yang sudah kosong tergeletak sembarangan di meja, noda bekas kopi menempel lengket bersama beberapa kacang almond yang terjatuh. Kedua mata Myungha masih terang benderang, mengalahkan cahaya ruangnya yang temeram. Tangannya giat menulis annotate di naskah miliknya.

Syuting tidak lama lagi dimulai. Myungha ingin sudah menguasai seluruh naskah sebelum syuting. Myungha ingin semua orang tau bahwa dia bersungguh-sungguh.

Handphonenya bergetar untuk kesekian kalinya. Myungha meliriknya sebentar dan mengabaikannya. Myungha tau siapa itu, dia tidak mempunyai teman selain managernya. Jika Yeowoon menghubunginya jam segini artinya dia hanya akan mengomel. Myungha sedang malas meladeni.

Tentu saja bukan Yeowoon namanya kalau gampang menyerah. Myungha mengangkat teleponnya kesal dan menggerutu.

“Harusnya kalau nggak diangkat kan mikir oh dia udah tidur,” Cerocos Myungha.

“Mana ada, kalau udah mau syuting pasti begadang. Dipikir aku nggak hapal apa kelakuan kamu?”

“Ini juga udah mau tidur, kok. Ngomelnya besok aja pas kesini.”

“Nggak ada begitu. Sekarang tutup tuh naskah dan siap-siap tidur. Besok ku jemput pagi, kalau sampai aku kesana dan belum bangun kusiram pakai air dingin.”

Myungha menjauhkan teleponnya, tidak mau repot-repot mendengar serentetan omelan yang sudah dihapalnya. Meski begitu badannya menuruti Yeowoon.

“Aku mau sikat gigi.”

“Iya. Pokoknya besok jam 8 harus udah siap “

Yeowoon langsung mematikan teleponnya.

Damn? Not even a good night?” Myungha menatap layar handphonenya tidak percaya dan berdecih. “kalau aku nggak naksir udah ku pecat.”

***

Myungha tersenyum begitu membuka matanya dan disambut wajah menawan, hidup terkadang memang layak untuk dijalani. Dan tentu saja akan ada hal seperti Yeowoon yang akan menghancurkan angan-angannya. Myungha tidak sempat menghindar saat semprotan air mengenai wajahnya.

“Kan udah kubilang, begitu aku sampai harus udah siap.”

“Beneran disiram, sial.”

“Kapan aku nggak serius, sih? Hari ini kamu harus ketemu penulis, sutradara, ama Sangwon.”

“Kenapa mereka ngajaknya pagi banget?”

Bukannya menjawab Yeowoon menarik lengan Myungha, dengan mudah mendorongnya ke kamar mandi seolah Myungha hanya seberat bantal bulu.

"Kamu harusnya lebih pinter buat ngatur jadwal, tidur awal dan bangun lebih awal. ada waktu dan tempat buat belajar naskahnya. Pas pagi-pagi ada jadwal gini kamu jadi nggak ngerasa capek dan buru-buru."

Myungha mengorek telinganya berusaha membersihkan omelan Yeowoon.

“Buruan sikat gigi trus cuci muka. Semalem udah mandi kan?”

Myungha mengangguk malas. Matanya masih setengah terpejam saat Yeowoon menyodorkan sikat gigi padanya.

“Mau disiapin sekalian nggak bajunya?”

Myungha menggeleng, mulutnya penuh dengan pasta gigi. Baju pilihan Yeowoon bukan selera Myungha. lebih cepat kalau Myungha yang memilih pakaiannya sendiri.

And, scene.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang