6 | As Clear as the Blue Skies

4K 367 3
                                    

"Dia tahu."

Kedatangan Maxine mengejutkan Lyra. Di tengah obrolannya dengan Maya di kafetaria, Maxine tiba-tiba langsung duduk dan menghembuskan napas panjang. "Dia tahu kau adalah pasangan dansanya kemarin," lanjutnya.

"Kau serius?"

"Tentu saja, Lyra."

"Bagaimana bisa?" tanya Maya.

Selain Maxine, yang mengetahui tentang 'insiden' di pesta dansa kemarin adalah Maya dan Gregory. Dari awal mereka sudah tahu kalau Lyra berpasangan dengan River, jadi Lyra tidak bisa berbohong ketika mereka bertanya kenapa ia tiba-tiba sembunyi di ruang belakang panggung.

"Dia mencarimu di media sosial." Maxine menghela napas. "Aku tidak mengira dia akan seniat itu. Maaf ya, kau jadi langsung ketahuan begini."

"Foxcroft bukan sekolah yang besar. Cepat atau lambat, pastinya dia bisa mengenaliku," ujar Lyra.

"Memangnya River bicara apa denganmu?" Maya bertanya pada Maxine.

"Ketika aku baru datang ke kelas kalkulus tadi pagi, dia langsung menghampiriku dan bertanya, Lyra Stirling, kan? Kalau sudah seperti itu, aku pun tidak bisa mengelak," jelas Maxine. "Sepertinya dia akan mendekatimu, entah bagaimana caranya."

"Sudah kubilang, dia jatuh cinta padamu," tukas Maya.

Lyra mengedikkan bahu. "Terus aku harus apa?"

"Kalau kau suka dia, tunggu saja. Aku harap semuanya berjalan lancar untuk kalian berdua." Maxine menepuk-nepuk pundak Lyra.

Sepanjang liburan musim dingin, Lyra sebenarnya tidak bisa melupakan dansanya bersama River. Itu adalah malam yang menyenangkan, tetapi terasa tidak nyata di saat yang bersamaan. Lyra belum pernah disukai atau didekati oleh laki-laki, dan sekalinya ia mencoba memulai menggoda duluan, River Monroe justru langsung menyukainya.

Mungkin, Lyra memang harus menerima kenyataan itu. Perempuan mana yang tidak senang bila disukai oleh River? Namun, masih banyak keresahan yang menghantuinya. Lyra belum tahu River orang yang seperti apa dalam kesehariannya. Ia belum mengenal karakternya lebih dalam, dan Lyra tak tahu harus apa jika River ternyata jauh dari ekspektasinya.

Di tengah berpikir, Lyra berusaha menghabiskan makan siang di nampannya. Kemudian, perhatiannya beralih pada Maxine. Cewek berambut oranye itu hendak menyuap salad, tapi tiba-tiba menurunkan kembali sendoknya. "Oh, tidak. River melihatku duduk bersamamu."

"Dia tidak tahu kita berteman?" tanya Lyra.

"Dia hanya tahu kita berteman di OSIS. Tapi, peduli setan, deh. Biarlah kalau dia berpikir aku bermulut ember padamu," cerocos Maxine.

Maya menolehkan kepala kesana-kemari, yang langsung dipelototi oleh Lyra. Ia baru berhenti ketika menemukan River yang sedang mengantre mengambil makan siang bersama teman-teman basketnya. "Bagaimana jika dia duduk bersama kita agar bisa mengobrol denganmu?" tanya Maya asal.

"Kurasa dia akan duduk dengan teman-temannya," timpal Maxine. "River bukan tipe orang yang membuatmu risih. Kalau dia akan mendekatimu, pasti dia akan melakukannya tanpa membawa rombongan seperti itu."

Lyra mengangguk pelan, tetapi ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari River yang baru selesai mengambil makan. Blazernya tidak dikancing dan rambut hitamnya sedikit acak-acakan. Kesan berantakan justru entah mengapa terlihat sangat pas pada River, terutama jika dipadu dengan senyumnya yang memesona.

Kalau River tidak menoleh ke arah mejanya, mungkin Lyra akan takkan melepas pandangannya dari cowok itu. Lyra kembali memperhatikan Maya dan Maxine, berharap River tidak tahu kalau ia menatapnya dari jauh.

A Feather AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang