Gedung olahraga Foxcroft hari ini diwarnai dengan campuran seragam coklat dan biru. Norton Preparatory tidak membawa suporter yang banyak, tetapi jumlah mereka cukup untuk mengisi sisa-sisa kursi tribun. Saat ini, kedua tim basket masih dalam persiapan bersama pelatih masing-masing. Di deretan OSIS Foxcroft, Maxine dan Eliza mengkaji ulang skrip MC mereka sambil berlatih.
"Kalian sudah bagus, kok," puji Violet. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Bagaimana jika skrip kita terlalu kaku?" tanya Eliza. Ia melirik ke arah anak-anak Norton Preparatory yang ramai, lalu beralih pada teman-teman satu sekolahnya yang lebih banyak mengobrol dengan tenang. "Norton Prep kelihatan lebih heboh dan aku takut kita tidak bisa mengimbangi."
Maxine menepuk pundak Eliza. "Kau adalah salah satu orang yang paling pandai bicara di depan umum. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja."
Eliza mengangguk pelan. "Tapi ... rasanya kita terlalu formal untuk MC acara olahraga."
Baik Eliza maupun Maxine masih menggunakan seragam lengkap dari blazer sampai kemeja dibalut rompi. Mereka juga menggunakan sepatu pantofel dan kaos kaki panjang. Jika melihat ke murid Norton Preparatory, mereka lebih bervariasi. Ada yang mengenakan kaos saja lalu dilapisi blazer, ada yang mengenakan celana olahraga, dan lain-lain. Beberapa suporter bahkan sampai mencoret wajah mereka dengan entah cat wajah atau make up biru di pipi.
"Seharusnya kita pakai baju olahraga, ya?" timpal Maxine.
"Kalian akan baik-baik saja. Anggap saja ini memang ciri khas kita, formal dan rapi," sahut August.
"Aku bisa mendandani kalian," celetuk Lyra. "Setidaknya supaya kalian tidak terlihat polos-polos amat."
Maxine membuka tasnya dan mengeluarkan tas kecil. "Untung saja aku membawa make up."
"Make up lengkap?" tanya Eliza.
"Palet all in one, sih. Aku malas membawa palet blush, eyeshadow, dan contour yang terpisah-pisah. Tapi, aku tidak yakin lipstikku ada yang cocok dengan warna kulitmu.:
"Aku bawa lipstik sendiri, kok."
"Bagaimana jika rambut kalian dikepang?" usul Maya. "Aku bisa mengepang model apapun."
"Kalau kalian bisa lakukan dalam waktu lima belas menit, lakukan saja," ucap August.
Kemudian, Lyra dan Maya langsung beraksi. Selagi Lyra mendandani Maxine, Maya mengepang rambut coklat Eliza menjadi kepang dua. Tangan Lyra dengan gesit menambahkan eyeshadow dan eyeliner dan membuat mata Maxine lebih terlihat mencolok. Dengan contour yang warnanya untung saja secoklat blazer Foxcroft, Lyra menggambarkan garis-garis agar terlihat semakin seperti suporter.
"Wow." Maxine melihat pantulan wajahnya dari cermin di palet make up. "Aku tahu kau pandai make up karena make up-mu setiap hari selalu bagus, tapi aku baru tahu kau juga bisa merias seperti ini."
"Yah, aku biasa melihat staf make up artist di butik ibuku," timpal Lyra sambil membuat eyeliner di wajah Eliza.
"Kalian bisa saja membuat bisnis make up dan hairdo. Pasti nanti akan laku keras untuk prom night," celetuk Violet.
"Tentunya pasar kami nantinya bukan di Foxcroft. Aku yakin sebagian besar dari anak-anak punya stylist sendiri atau sudah punya salon langganan," sahut Maya.
Lyra mengangguk setuju. Itu ide bisnis yang menarik, tetapi Lyra belum ada keinginan untuk merintis usaha sendiri. Selain karena hidupnya sudah berkecukupan, kemungkinan besar ia akan melanjutkan bisnis orang tuanya. Lyra ingin menggunakan privilege-nya daripada harus membangun dari nol.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Feather Away
Teen FictionPada pesta dansa musim dingin bertema masquerade, siapa sangka kalau Lyra berpasangan dengan laki-laki yang paling didambakan di Foxcroft Academy? Meskipun menggunakan topeng, semua orang tentunya akan mengenal River Monroe yang senyum tampannya san...