Entah sudah berapa jam Lyra menatap cermin. Dari menata rambut sampai memilih baju, rasanya persiapannya tidak kunjung selesai. Namun, kalau ia menambahkan aksesoris lagi atau menambah lip gloss, ia yakin tampilannya akan terlihat norak. Rambutnya sudah dicatok agar bergelombang. Make up-nya hanya sedikit lebih tebal dari rutinitasnya jika pergi bersekolah. Atasannya turtleneck coklat tua dipadu dengan rok kotak-kotak di atas lutut berwarna krem agar membuat kakinya terlihat lebih jenjang.
Dengan mantel panjang berwarna coklat terang dan sepatu bot kulit yang panjang, penampilannya sesuai dengan apa yang ia rencanakan. Namun, di kepalanya seakan ada yang berbisik kalau gaya berpakaiannya hari ini masih kurang atau justru terlalu berlebihan. Lyra tidak ingin terlihat konyol di kencan pertamanya.
Kadang-kadang, Lyra masih sulit percaya hidupnya berubah hanya dalam seminggu. Mengenal River membuatnya menyesal kabur di pesta dansa musim dingin kemarin. River Monroe berbeda dari bayangannya. Lyra kira River akan seperti kebanyakan orang populer di Foxcroft lainnya, menggunakan keramahan sebagai tameng untuk menjaga citra. Nyatanya River adalah laki-laki yang unik.
Orang-orang melihatnya sebagai kapten basket yang keren, tetapi River sebenarnya menggemaskan. Lyra menyukai antusiasme River saat menjelaskan tentang bagaimana sudut untuk mencetak three point bisa dihitung menggunakan rumus fisika (dia betulan menjelaskan dengan hitungan) atau saat dia menjelaskan fakta astronomi di telepon. Selain itu, River juga mudah salah tingkah. Hanya dengan menatap River lekat-lekat saat mengobrol, cowok itu bisa hilang fokus dan malu sendiri.
Setelah melihat bagaimana karakter asli River dan bagaimana dia mempercayai Lyra untuk menunjukkan diri sebenarnya, sulit untuk tidak menyukainya.
Suara ketukan pintu memecah lamunan Lyra di depan cermin.
"Lyra! Pasangan kencanmu sudah datang!"
"Tunggu sebentar!" sahut Lyra. Lyra cepat-cepat memakai mantel dan mengenakan sepatu bot hitamnya. Ia mengambil tas dan ponsel, lalu membuka pintu kamar.
Lyra langsung dihadapkan dengan Kelly yang menyeringai lebar. "Ternyata dia lebih manis saat dilihat secara langsung," komentarnya. Kelly adalah pengurus sekaligus penjaga rumah di saat orang tua Lyra sedang bekerja di luar kota.
"Sudah kubilang, kan?" Lyra tersenyum. "Omong-omong, apakah penampilanku sudah cukup cantik?"
"Kau memang selalu tampil cantik kapan pun. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujar Kelly. "Ayo, dia menunggu di ruang tamu."
Mereka pun menuruni tangga. Di ruang tamu, River melamun sambil mengetukkan kaki ke lantai. Dengan turtleneck hitam dengan mantel abu-abu, River terlihat jauh lebih menawan. Lyra kira seragam Foxcroft sudah membuatnya tampan, tetapi ternyata itu hanya sepersekian dari apa yang ia lihat saat ini.
"Umm ... hai?" sapa Lyra.
River menoleh, dan dia terkesiap. Untuk beberapa detik, River hanya diam dan menatap Lyra, sampai dirinya sadar dengan sendirinya dan langsung berdiri. Ia memalingkan wajahnya sesaat, menggaruk tengkuknya. "Kau sangat cantik," ucapnya grogi.
"Terima kasih." Lyra menunduk, merasa pipinya memanas. Ini bukan pertama kali River memujinya, tetapi mendebarkan menyaksikan bagaimana dia sampai kehilangan kata-kata.
Kemudian, River mengecek jam tangannya. "Bagaimana jika kita berangkat sekarang?" tanyanya.
"Tentu saja."
Saat melangkah menuju pintu, Lyra tak lupa berpamitan pada Kelly. "Aku pergi dulu, ya!"
"Semoga kencan kalian menyenangkan!"
Dari berjalan ke luar sampai masuk mobil, River tidak berbicara. Namun, Lyra menyadari telinga River yang memerah. Lyra tersenyum kecil karena baru tahu River bisa segugup ini. Setelah duduk nyaman di mobil, River mulai menyalakan mesin. Ia menaruh satu tangan di atas setir mobil dan menoleh pada Lyra.
Lyra sudah menatapnya duluan, dan itu menggagalkan River yang hendak bicara. River mengusap wajah dan bertanya, "Maaf, aku terlihat seperti orang bodoh, ya?"
"Kalau kau bertanya pada orang lain, pasti mereka akan menjawab iya."
"Jadi, kau menjawab iya atau tidak?"
"Bagiku, kau tidak terlihat seperti orang yang bodoh. Kau hanya gugup, dan aku juga."
River mengembuskan napas lega, disusul dengan tawa pelan. "Jujur saja, ini semua terasa tidak nyata bagiku. Aku menghabiskan waktu satu bulan untuk mencari tahu siapa dirimu, dan sekarang kau duduk di sebelahku untuk berangkat kencan."
"Hidup memang tidak bisa ditebak," balas Lyra. "Seminggu yang lalu, aku tidak akan pernah berpikir bisa melakukan ini. Aku juga terkejut dengan diriku sendiri. Siapa sangka kalau kita ternyata cocok?"
"Kau benar." River sudah lebih tenang. Tangannya kembali pada setir mobil, lalu dia mulai keluar dari halaman rumah Lyra menuju jalanan. Sembari menyetir, dia kembali bicara. "Aku takut kalau aku hanya tenggelam di khayalanku sendiri, tetapi kau ternyata jauh lebih baik dari itu."
"Bukankah lucu karena butuh hampir tiga tahun bagi kita untuk menjadi seperti ini?" tanya Lyra. "Kenapa kita tidak seperti ini dari awal masuk Foxcroft?"
"Aku juga mempertanyakan hal yang sama. Kurasa memang begitulah takdir kita."
Lyra menatap jalan dan langit yang mendung. Terlalu lama melihat River menyetir membuat jantungnya berdegup kencang, terlebih lagi ketika dia berbelok dan menggunakan satu tangan. Daripada membiarkan diri tenggelam dalam pemandangan tersebut, Lyra mencoba memulai topik. "Kita akan pergi ke mana sore ini?" tanyanya karena River memang sengaja tidak memberitahu di hari-hari sebelumnya.
"Kita akan makan malam di Serene. Aku sudah mereservasikan tempat untuk kita." River menoleh pada Lyra. "Kau tidak apa-apa dengan itu, kan?"
Pasalnya, Serene adalah restoran mahal dengan antrian yang panjang. Butuh menunggu berminggu-minggu untuk mendapatkan reservasi tempat. Lyra saja pernah makan di sana hanya karena mendapatkan layanan gratis dari pemilik restoran. Orang tua Lyra menjadi event organizer untuk pernikahan putri dari pemilik Serene, dan sebagai ucapan terima kasih, mereka mengundang keluarga Lyra untuk makan malam.
"Tidak apa-apa, kok. Tapi, bagaimana bisa kau mendapatkan tempat di sana secepat ini?"
Sudut bibir River terangkat. "Orang tuaku kenal pemiliknya. Ibuku berteman baik dengan istri dari pemilik Serene sejak zaman kuliah."
Lyra mengerjapkan mata. "Orang tuamu tahu kau pergi kencan denganku?"
"Tentu saja. Ibuku membantu menelpon untuk reservasi. Aku harap itu bukan bentuk penyalahgunaan koneksi, tapi ibuku bilang tidak apa-apa."
Kekhawatiran mulai merambat dalam diri Lyra. Mengetahui dirinya berada di bawah radar orang tua River membuatnya sedikit takut. Bagaimana jika ia tidak sesuai dengan standar dan harapan keluarga Monroe?
"Mereka tidak apa-apa kalau kau berkencan dan melakukan semua ini?"
River mengedikkan bahu. "Sejauh ini tidak ada masalah. Ibuku penasaran denganmu, tapi aku bilang padanya bahwa kita masih ingin pelan-pelan."
"Baiklah."
Lyra menarik napas dan menenangkan diri. Hal ini bisa dipikir belakangan, dan yang menjadi fokus utamanya sekarang adalah menikmati kencan pertamanya dengan River. Ini adalah pertama kalinya ia pergi berkencan, terlebih lagi dengan orang pertama yang mampu menjungkirbalikkan perasaannya semudah membalik telapak tangan.
XXX
Maaf kalau ini kesannya pendek, UAS mulai menelanku hidup-hidup :"
Kalau cerita ini selesai, tentunya bakal aku edit dan revisi. Tapi untuk sekarang, aku harap kalian tetap suka dan tetap ngikutin terus hehehe
Jangan lupa vote & comment, terima kasih sudah membaca!!
KAMU SEDANG MEMBACA
A Feather Away
Teen FictionPada pesta dansa musim dingin bertema masquerade, siapa sangka kalau Lyra berpasangan dengan laki-laki yang paling didambakan di Foxcroft Academy? Meskipun menggunakan topeng, semua orang tentunya akan mengenal River Monroe yang senyum tampannya san...