'Ar'

167 10 5
                                    

Mei, 2024.
To the teenage romance that never happened. 

-------------------------------

"Aneh banget, kan, Dis?" tanya Arum pada Gadis, setelah panjang lebar mencurahkan isi hatinya.

Gadis menatap Arum, agak heran, "Yah... enggak aneh lah, Rum. Artinya Arvin tuh suka sama lo." jawab Gadis.

"Nggak mungkin." pungkas Arum, "Gue udah pernah tanya."

"Hah?? Seriusan??" kali ini Gadis kaget bukan main. Ia tahu sahabatnya dari SMP ini memiliki sifat yang agak berbeda, tapi menanyakan perihal perasaan langsung ke cowok? Ini baru pertama kali ia dengar.

"Loh? Masa gue belum cerita?" tanya Arum sekarang. Ia pikir dengan sifat cerewetnya itu, mulutnya akan otomatis menuturkan segala cerita ke Gadis. Gadis menggeleng dan langsung meminta Arum untuk bercerita.

"Sekitar...enam bulan yang lalu, gue ngajak Arvin ngomong. Lo tau lah, gue paling males sama hubungan nggak jelas. Apalagi sama temen deket sendiri. Eh, nggak taunya dia bilang, kita tuh deket ya...karena cuma temenan aja!" sahut Arum santai tapi sedikit mendengus.

"Lo gila? Lo tanya gitu aja, langsung...?" Gadis menggelengkan kepalanya.

Arvin dan Arum memang tidak terpisahkan dari kelas 1 SMA. Bukan tidak terpisahkan sih, mereka memang berada dalam satu lingkaran pertemanan. Dan karena rumah mereka yang searah, Arum kerap kali pulang diantar Arvin dengan sepeda motornya. Tapi sepanjang 2 tahun pertama di SMA, Arvin memang selalu punya pacar, bergonta-ganti pula. Sementara Arum tidak pernah sama sekali.

Meski begitu, pertemanan mereka tetap erat. Tak ada pacar Arvin juga yang pernah cemburu terhadap Arum. Dan Arum juga tidak pernah menunjukkan ketertarikan kepada Arvin, pun sebaliknya. Kepribadian mereka sangat bertolak belakang memang tampak kurang cocok untuk menjadi pasangan, tapi kalau jadi teman, mereka bisa jadi percontohan.

Arvin memang tipe laki-laki lembut, gentleman, kalau kata kebanyakan orang. Tidak hanya Arum yang akan dia antar pulang, kalau melihat teman perempuan yang harus pulang agak larut, dia pasti akan menawarkan mengantar pulang. Mungkin karena Arvin anak paling kecil dengan tiga kakak perempuan.

Arum, kebalikannya. Ia agak tomboy karena sering ikut diajak main bola bersama abangnya dari kecil. Sering juga dicap galak. Padahal, sebenarnya ia hanya malas berbasa-basi. Arum justu paling peduli mengenai teman-temannya. Tak hanya satu dua kali Gadis dan teman lainnya dibawakan sarapan atau makanan ketika mereka sakit.

Tapi Gadis baru tahu, bahwa ternyata sahabatnya ini bisa juga memiliki gejolak cinta dengan laki-laki yang sering kali ia katakan, "Arvin mah lembek banget, gue nggak akan pernah suka!"

Menurut Arum ini dimulai sejak mereka satu tempat les bimbel, kira-kira sepuluh bulan lalu. Sejak mereka beranjak naik ke kelas 3 SMA. Mereka berdua jadi lebih sering menghabiskan waktu bersama. Ditambah lagi, Arvin yang otaknya agak terbelakang, kerap kali meminta Arum mengajarinya matematika. Tentu, tidak ada yang curiga melihat ini. Toh mereka sudah dekat dari dulu.

Tapi ternyata kedekatan mereka mendalam. Kala itu, Arvin sedang tidak memiliki pacar. Sehingga waktu telponan tiap malamnya digantikan dengan menelpon Arum, bertanya soal-soal matematika. Lalu Arvin juga sering menelponnya secara random, ketika pulang sendiri naik motor misalnya, alasannya biar tidak mengantuk, ia butuh teman mengobrol lewat headset. Belum lagi Arvin suka muncul di rumah Arum tanpa kabar. Di suatu pagi, tiba-tiba lelaki ikal itu sudah bermain catur bersama Ayah Arum di teras rumahnya. Wajar dong, kalau Arum mengira Arvin menaruh hati padanya?

"Ih...Arvin sus banget sih! Kok gue jadi sebel." komentar Gadis akhirnya.

"Nah puncaknya. Dia pernah beli motor baru, kan, Dis. Terus tahu-tahu aja, muncul depan pager rumah, ngajak gue test ride." lanjut Arum, "Waktu itu emang hari Minggu, agak malem. Tapi tau sendiri, bokap nyokap gue kalo udah soal Arvin, semua dibolehin. Jadilah gue jalan-jalan sama dia keliling kota."

Kepingan NarasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang