18

297 36 2
                                    

Mau itu Jungwon dan Sunghoon, keduanya membungkuk ketika pintu terbuka dan Ibu Jungwon masuk ke dalam rumah, membawa tas kerja juga bingkisan yang sepertinya berisikan kue yang sudah Jungwon katakan di telepon. Melihat dua orang yang tengah bersikap sopan di depannya membuat ia sedikit bingung dalam beberapa detik, terutama Jungwon. Sejak kapan Jungwon dengan mudah bersikap sangat sopan seperti itu? Tapi pikirannya langsung berubah ketika ia melihat Sunghoon dan sudah tidak merasa heran.

Ia sudah tahu bahwa Sunghoon akan bermalam di rumahnya dan sudah memberi izin, ia terlalu lelah untuk menanggapi apapun lagi, jadi ia hanya mengiyakan saja saat sang anak izin padanya. Setelah melewati dua orang di depannya, ia hanya langsung meletakan bingkisan di atas meja. Tangannya bergerak membuka jam tangan juga blazer yang dikenakan, perhatiannya berpusat pada dua anak remaja yang berdiri berdampingan.

Ia menghela napas. "Ibu lupa di mana menyimpan kunci kamar tamu, tidur saja bersama Jungwon. Aku lelah mencarinya."

Sunghoon mengangguk patuh.

"Ah iya, jika mencari selimut atau lainnya pergi lah ke ruang penatu. Aku akan ke ruangan kerja." Sontak ia langsung beranjak dari sana.

"Tidak tidur?"

Pertanyaan dari Jungwon membuatnya berhenti dan menoleh ke arah belakang, membalas tatapan anak semata wayangnya yang tidak begitu jelas lagi binar pada matanya. "Ada pekerjaan yang harus dikerjakan."

Begitu lah ia meninggalkan Jungwon dan Sunghoon di bawah, menaiki tangga dengan tubuh yang sudah sangat lelah dan hembusan napas kasar yang sudah berkali-kali ia keluarkan.

Begitu sampai di ruang kerjanya, ia langsung mengunci dan bersandar pada pintu untuk memejamkan mata sejenak. Otaknya memikirkan segala hal sehingga kepala terasa seperti ingin pecah, berjalan menuju meja kerjanya dan yang ia lihat hanya pemandangan kertas di mana-mana dan itu sangat berantakan, lagi-lagi ia membuang napasnya kasar.

Seketika pikirannya langsung tertuju pada Jungwon. Sudah sejauh apa dirinya dengan anak semata wayangnya itu, sudah setinggi apa batas yang sudah dibangun oleh Jungwon, sudah sebisu apa hubungannya dengan Jungwon. Ia tidak tahu jika nantinya akan menjadi sangat asing seperti ini, sampai-sampai Jungwon dengan sangat jelas memperlihatkan ketidaknyamanan yang dirasakannya di depan dia sendiri.

Jika bukan karena rencana bodohnya, mungkin kini ia bukan berada di ruangan kerja rumahnya, tetapi apartemen. Lagi dan lagi ada pertanyaan baru yang ia pertanyakan pada diri sendiri. Apa selama ini Jungwon kesepian? Terlebih lagi Jungwon adalah anak semata wayang.

Namun ada sedikit kelegaan bahwa Jungwon memiliki Sunghoon, kekasihnya. Ia merasa sedikit tenang karena Sunghoon ingin menemani Jungwon, ia merasa sedikit tenang karena Sunghoon bisa menjadi alasan Jungwon untuk memperlihatkan sifat cerianya, ia sedikit tenang ketika Sunghoon bisa membuat Jungwon merasa disayangi ketika ia belum mampu memberikan itu pada Jungwon.

Meski tidak dapat dipungkiri ia merasa sedih dari lubuk hatinya yang terdalam, bahwa Jungwon akan menjadi kelabu jika di dekatnya. Bagaimana pun ia seorang ibu yang telah melahirkan Jungwon, seseorang yang baru pertama kali menjadi orang tua tetapi sayang kesempatan pertama kalinya agak menyakitkan.

Di ruangan lain atmosfernya pun berbeda. Ruangan itu seolah sudah dipenuhi oleh warna-warna yang cerah dan perasaan-perasaan yang mampu mengguncang perut mereka masing-masing karena adanya rasa bahagia yang mengelilingi.

Kamar Jungwon lah yang dimaksud.
Dua orang itu duduk berhadapan dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari bibir masing-masing, tak kalah manis dengan makanan yang ada di depan mereka. Berbincang tak tentu untuk mengisi kekosongan suasana.

Sunghoon terdiam sambil mengukir senyuman yang sudah tidak bisa lagi ia tahan ketika mendengar Jungwon di depannya sedang menceritakan masa-masa orientasi saat memasuki SMA. Bersemangat sekali seolah tidak ada hari esok untuk berbagi cerita pada Sunghoon. Atau mungkin kini Jungwon menceritakan bagaimana dia dan Riki menjadi dekat bahkan saat Riki masih murid baru di sana. Katanya, Jungwon merasa seperti mempunyai adik yang harus ia bimbing karena baru pertama kali memasuki SMA.

Trying: Just Going For ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang