9. She's crazy but she's mine

464 49 0
                                    

⚠️Harsh word!

"Orang gila." ucap Gin pada pria dihadapannya.

"Yes i am." balas Jakar pada Gin sembari tersenyum.

"Lo, milih mati di tangan gue apa di tangan Rion Kenzo?" potong Echi.

Ia mengarahkan pisau yang sudah dipegangnya sedari tadi ke leher Jakar dan menatapnya tajam. Gin ingin bergerak menolong Echi namun kakinya telah dipukul oleh Jakar sebelum ia dibawa ke perbatasan.

"This is what i expected. Why don't you become mine instead become Gin's?" tanya Jakar dengan bingung.

Echi menekan pisaunya sehingga ujung pisau itu melukai leher pria didepannya. Echi tak menjawab pertanyaan itu dan tetap menatap Jakar dalam diam.

"Chi, kita balik--"

"ECHI!! GIN HIL... ang?"

Krow yang awalnya berteriak itu langsung menyadari bahwa didepan Echi terdapat pria tak dikenal dan Echi sedang mengancamnya sembari melindungi Gin dibelakangnya.

"Wah, lo bawa temen kesini? Gue udah percaya sama lo buat ga bawa siapapun."

"Krow sama Mia itu urusan diluar ini. Lo ga perlu nyangkut-pautin mereka." balas Echi tak acuh.

"Oh, namanya Krow sama Mia? Hm.." Jakar menoleh ke belakang melihat bahwa Krow dan Mia bersiap mengeluarkan pistol beserta radionya.

"Lo pasti namanya Mia. Gue ga nerima siapapun lagi selain kalian. Jadi, buang radionya atau gue tembak kalian disini satu satu." ucap Jakar dengan tajamnya namun tak digubris oleh Mia.

"Nantang?"

Jakar memukul tengkuk Echi hingga pingsan. Secepat kilat, ia langsung menembak tangan kanan serta kedua kaki Krow dan Mia hingga pistol yang mereka pegang terjatuh.

"LO BERANI BANGET SAMA KELUARGA GUE?!" amarah Gin membuncah ketika ketiga anggota keluarganya tumbang.

"Lo yang udah ga bisa apa-apa mending diem. Lo bahkan ga bisa jalan buat nolong keluarga lo." potong Jakar pada Gin.

"Tambahan." Jakar menembak tangan kiri Mia hingga tak bisa memegang radionya.

"Gue bawa Echi. Selamat menikmati darah kalian." Jakar mengangkat Echi ke dalam mobilnya dan pergi berlalu begitu saja.

"Gue udah panggil Papi sama Mami kesini. Mereka otw." ucap Gin.

"Thanks, sorry gue gabisa bantuin lo pas diculik tadi." balas Krow.

Gin hanya menggeleng dan tersenyum. Sedangkan Mia mulai menitikkan air matanya menatap Gin dan Krow secara bergantian.

"Kak Echi... Mami!!" teriak Mia dengan amarahnya itu.

Krow mendekati Mia dan memeluknya sedangkan Gin meringis merasakan kakinya yang terasa sakit. Gin dapat melihat bahwa kakinya membiru dan membengkak bekas pukulan dari Jakar.

Tak Lama, Caine datang bersama Rion dalam satu mobil. Mereka terkejut ketika melihat kondisi ketiga anak itu.

"Kalian!" panggil Caine.

Rion melihat keadaan Krow, Mia dan Gin langsung naik pitam. Ia menendang mobil milik Krow hingga penyok. Caine tak menenangkan Rion karena dirinya sendiri merasakan amarah yang membuncah.

"Siapa?" tanya Rion.

"Zilla Zakaria." jawab Gin.

"Polisi sialan. Gue bantai juga mereka semua." imbuh Caine. Ia mengepalkan tangannya mencoba menahan emosinya.

"Mana Echi?" tanya Caine setelah menyadari bahwa Echi menghilang.

"Diculik sama Zilla. Dia mau nolong Gin duluan tapi kalah cepet, jadi pingsan terus dibawa sama Zilla." jelas Krow.

"Sialan! Bangsat ya!!"

"Kita bawa anak anak ke Rumah Sakit, sisanya kita atur strategi. Meskipun kemungkinan kita ga akan bisa bantai Kanpol, setidaknya kita bisa bunuh si Zilla." ucap Caine.

"Gue aja yang bawa anak anak ke Rumah Sakit, lo bawa Gin ke rumah. Dia kayanya ga harus sampe operasi. Minta obatin Pak Sui aja." sambung Caine.

Saat Rion ingin berucap, langsung dipotong oleh Caine seakan tau bahwa Rion ingin mengatakan apa. Rion pun mengangguk pasrah dan mengangkat Gin menuju mobilnya.

"Caine." panggil Rion.

"Hati-hati." Caine tersenyum dan mengangguk. Setelah kepalanya dibelai, Rion langsung tancap gas pulang ke Rumah sedangkan Caine ke Rumah Sakit.

><><><><><><><><><><><><><><><><><><

Keesokan paginya. Echi membuka matanya menatap dinding kamar yang asing sembari merasakan bahwa tangannya terikat diatas kasur.

"Udah bangun cantik?" tanya Zakar pada Echi yang baru saja membuka matanya.

"Balikin gue ke rumah." ucap Echi tanpa membalas perkataan Zakar.

"Kalo gue gamau? Lo ga penasaran ini dimana?"

"Gue ga peduli. Balikin gue ke rumah sekarang."

Zakar tertawa melihat wajah Echi yang serius. Selama ini dia sudah mengawasinya dan Echi selalu memasang ekspresi wajah yang cukup unik dimatanya.

Zakar mendekat pada Echi dan berdiri tepat didepannya. Ia menatap Echi sembari tersenyum.

"Lo gila?" tanya Echi.

"Iya, gila karena lo." ucap Zakar.

"Ew."

Tanpa basa-basi, Echi menusuk perut Zakar dan mencabutnya. Zakar terkejut bahwa Echi masih memegang benda tajam.

"Ini bukan pisau. Ini bulpen." ucap Echi seakan dapat membaca ekspresi terkejut Zakar.

"Tapi boong."

Echi memperlihatkan bahwa bulpennya dapat mengeluarkan cutter. Bukti bahwa Echi tak meninggalkan kewaspadaan nya sedikitpun.

"Lo..." Echi bangkit dari duduknya dan menendang luka tusuk nya pada Zakar hingga terhantam dinding.

"Itu ga sedalem yang lo kira. Ga usah alay. Bentar lagi temen lo pasti dateng kesini, lo juga bakal diselamatin sama dia kan. Gue pergi."

"E... Chi." Zakar pun pingsan dan Echi keluar dari rumah itu dengan santai.

"Gue lupa radio gue dirusak sama Zakar. Orang gila yang satu itu beneran ngerepotin sampe akhir." gerutu Echi.

Echi terus berjalan lurus hingga ia menemukan jalan yang familiar. Echi merasakan bahwa dirinya pernah melewati jalan itu, sesuai instingnya Echi terus menyusuri jalan itu dan menemukan perbatasan tol tempat dimana dirinya dibawa.

"Ini masih jauh dari rumah. Gue harus pinjem telpon kasirnya buat nelpon papi."

Echi masuk kedalam supermarket dan menghampiri kasir itu. Untungnya ia diperbolehkan meminjam ponsel itu. Echi pun menekan nomor Rion dan menelponnya.

"Halo?"

"Papi, ke perbatasan. Gue disini."

"Gue kesana."

Echi pun menutup telponnya. Setelah itu ia berterima kasih pada kasir yang sudah meminjaminya ponsel. Ia pun menunggu kedatangan Rion didepan supermarket.

Tbc

INAMORATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang