chap 55

1K 64 2
                                    

**✿❀ 𝑠𝑎𝑤𝑎𝑑𝑑𝑖 𝑘ℎ𝑎 𝑡ℎ𝑢𝑘ℎ𝑢𝑛❀✿**

𝐽𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑝𝑎 𝑣𝑜𝑡𝑒, 𝑐𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑎𝑛𝑑 𝑓𝑜𝑙𝑙𝑜𝑤 𝑦𝑎😉👍

𝐹𝑜𝑙𝑙𝑜𝑤, 𝑐𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑎𝑛𝑑 𝑓𝑜𝑙𝑙𝑜𝑤 𝑛𝑦𝑎 𝑔𝑎𝑘 𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟 𝑘𝑜𝑘😘

Part Blue-Lengso

Pagi-pagi sebelum berangkat kerja, kira-kira pukul delapan habis sarapan Ohm membawa Nanon ke rumah sakit. Rumah sakit yang sama dengan yang sebelumnya mereka. Tapi kali ini dokter yang memeriksa adalah dokter perempuan. Dan sudah cukup berumur.

Ohm di suruh menunggu diluar. Pandangannya terus mengarah keruangan pemeriksaan, sesekali ia melirik ke arlojinya. Beberapa detik kemudian hapenya bergetar. Panggilan dari Blue.

"Halo,"

"Kau di mana? Kau tidak lupakan sepuluh menit lagi ada rapat. Laya sudah menghubungi direksi." ucap Blue di seberang.

"Aku tahu, tapi aku sedang menemani Nanon di rumah sakit. Bisakah kau menggantikan aku memimpin rapat hari ini? Kemungkinan besar aku akan terlambat sampai kantor." Blue mengernyitkan dahi begitu mendengar ucapan Ohm.

"Nanon di rumah sakit? Sakit apa?"

"Tidak tahu, semalam dia muntah-muntah. Mungkin masuk angin. Aku tutup dulu."

Lalu panggilan terputus. Meninggalkan rasa penasaran pada pikiran Blue. Lelaki itu memutar-mutar hapenya sambil bersandar di meja kerja dan mulai berpikir keras.

"Muntah-muntah?" ia mengulangi perkataan Ohm tadi.

"Siapa yang muntah-muntah?" Blue mengangkat wajah menatap Laya muncul di lantai itu. Lantai khusus buat ruangan kerja Ohm. Sekarang Blue juga memiliki ruangan kerjanya sendiri di lantai itu. Laya sangat terbantu karena ada pria itu yang akhirnya Ohm setujui bekerja sebagai sekretaris pria itu. Dengan begitu pekerjaan Laya sedikit berkurang. Bebannya menjadi sedikit lebih ringan.

Bekerja dengan Ohm memang tidak gampang. Harus pintar, punya skill tinggi dan profesional. Itulah sebabnya tidak pernah ada orang yang dia angkat sebagai sekretarisnya. Mungkin salah satu alasannya adalah karena belum dapat yang cocok. Atau ada alasan lain. Yang pasti Laya belum memenuhi kriteria itu.

Menurut Laya Blue adalah kandidat yang paling cocok. Karena mereka bersahabat dan pria itu yang paling tahu tentang Ohm, juga memiliki skill yang sangat tinggi.

Walau Laya dengar dari Lengso, Blue ini tidak ada pengalaman kerja sama sekali, tapi Lengso juga bilang pria itu sangat pintar. Bahkan bisa menyamai Ohm. Jadi tidak perlu ragu lagi dengan kinerjanya. Selain itu Blue memang berasal dari keluarga berada yang memiliki banyak relasi orang kelas atas. la pasti akan sangat membantu bisnis mereka.

Laya masih menatap laki-laki itu. Menunggu jawaban atas pertanyaannya tadi.

"Ah, ada kenalanku." sahut Blue. Tidak penting juga dia cerita ke Laya.

"Para direksi sudah ada?" tanya lelaki itu lagi.

"Baru Lengso. la datang mewakili papanya."

Mendengar nama itu disebut sontak Blue teringat pada peristiwa kemarin. Apa Lengso mengingatnya? Blue tertawa sumbang. Apa yang kau harapkan Blue?

"Dia di mana sekarang?"

"Kau mencariku?" Lengso tiba-tiba muncul dibelakang Laya. Blue kaget. la berusaha bersikap biasa. Astaga, kenapa dia jadi gugup begini sih.

"Kalau begitu kalian bicaralah. Aku turun dulu. Lima menit lagi segera berkumpul di ruang rapat." ujar Laya lalu berbalik pergi, meninggalkan dua orang itu.

"Ada denganmu? Kau menatapku seperti menatap hantu saja." kata Lengso menatap lurus lelaki di depannya.

Blue berusaha menghilangkan rasa gugupnya dengan tertawa dan bersikap seperti biasa.

"Memang kau seperti hantu." ledeknya. Lengso mendengus pelan.

"Bagaimana kondisimu? Kau masih pusing? Kemarin kau menghabiskan sebotol wisky." pria itu bertanya.

"Ya aku tahu. Aku ingat semuanya."

"Kau ingat semuanya? Semuanya?" Blue menatap laki-laki manis itu lurus. Mencari tahu apakah ingatan laki-laki manis itu sampai pada kejadian di mana dia membuka resleting celana pria itu dan menggapai miliknya.

"Kenapa? Kau ingin aku ingat apa? Memegangi milikmu yang sudah tegang?" Mata Lengso turun ke bawah, ke bagian yang berada ditengah-tengah paha Blue. Namun hanya beberapa detik,

"Sudahlah. Tidak usah bahas itu lagi. Kau sendiri yang menolakku padahal aku sudah ingin mencobanya. Sedikit memanjakan junior-mu, mungkin lebih." kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Lengso. la bahkan tidak menyangka bisa mengeluarkan bahasa seperti itu. Padahal Blue adalah sahabatnya sendiri. Tapi entah kenapa semenjak kejadian kemarin ia merasa jantungnya terus berdebar-debar begitu mengingat Blue. Seperti ada suatu ketertarikan yang tidak bisa ia artikan.

Lengso sadar kalimatnya mungkin terlalu berlebihan. Karena Blue hanya terdiam menatapnya. la jadi malu sendiri. Laki-laki manis itu lalu berpura-pura melirik jam tangan.

"Sebentar lagi rapat. Aku mau ke toilet sebentar. Ahhh..."

Belum sempat melangkah, tubuh Lengso sudah di dorong oleh Blue ke dinding. Pria itu mengunci tubuh Lengso dengan tubuh besarnya dan menatapnya lekat-lekat. la tidak tahan lagi. la akan mempertaruhkan dirinya hari ini, mengatakan semua yang dia rasakan terhadap Laki-laki manis yang ada dihadapannya ini.

"Ka ... Kau ingin tidur denganku?" tanyanya tanpa pertimbangan apa-apa lagi. Tatapan Blue penuh harap. Sudah lama ia memimpikan laki-laki manis ini.

Lengso menelan ludah. Matanya mengerjap-ngerjap. Jantungnya tidak bisa kompromi. Mereka saling berpandangan lama. la juga tidak menyangka akan mendapatkan tawaran seperti itu dari seorang Blue.

"A... Apa yang akan terjadi kalau aku tidur denganmu?" ia bertanya lirih.

"Kau menjadi kekasihku." Lengso menggigit bibir bawahnya. Kenapa Blue bisa seseksi ini? Kenapa dulu ia tidak pernah menatap laki-laki ini? Menjadi kekasih? Memangnya pria itu menyukainya? Tapi bukan itu yang ingin Lengso tanya sekarang, ia ingin bertanya hal lain dulu.

"Kau memiliki kelainan s eks? Atau suka memakai alat-alat bantu saat berhubungan badan?" Lengso bertanya. Karena ia trauma melihat benda-benda yang dipakai orang untuk kebutuhan se k s mereka.

"Hanya orang sakit yang melakukannya." sahut Blue. Tentu ia marah mengingat cerita Lengso saat laki-laki manis itu mabuk kemarin.

"Bagaimana, mau terima tawaranku?"

"Apa kau memiliki kekasih lain di luar sana?"

Blue membuang napas panjang. Lengso terlalu banyak bertanya.

"Kau tahu aku tidak pernah benar-benar pacaran Lengso. Aku pernah bilang kan ada seorang laki-laki yang aku sukai sejak kuliah? Sampai sekarang."

"Yang katanya kalau kau bercinta dengan laki-laki lain, wajah laki-laki itu yang selalu kamu bayangkan?" Lengso ingat Blue pernah bilang itu.

"Ya, ternyata kau ingat. Kau mau tahu siapa dia?" Suara pria itu serak. Jantung Lengso kembali berdecak tak karuan. Aduh, kenapa ia jadi segugup ini sih.

"Laki-laki itu adalah dirimu Lengso." lalu Blue berbisik ditelinga parau.

"Aku sudah mencintaimu diam-diam sejak lama," pria itu lega akhirnya bisa menyampaikan perasaannya.

Tak lama setelah itu Lengso mendorong tubuhnya menjauh dan siap-siap pergi. Blue tampak kaget.

"Kau menolakku?"

Lengso berbalik.

"Sudah waktunya rapat. Kita bertemu nanti malam di apartemenmu." katanya sambil mengedipkan mata sebelah dan lanjut berjalan pergi dari situ.

Hening sesaat, kemudian Blue melompat-lompat kegirangan.

"Yes!"

GAIRAH LIAR SANG KAKAK IPAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang