Banyak yang hancur dan pergi, aku berdoa
semoga denganmu selamanya~Not Me
''Wulan, aku nggak benci. Tapi aku nggak sekuat itu, mereka jahat,'' lirih Aqraina menatap satu makam di hadapannya yang bernama Wulan Widono.
''Tepat dua belas tahun yang lalu kamu pergi, tepat dua belas tahun yang lalu juga kebahagiaan berhenti datang di hidup aku,'' lanjutnya seolah tengah bercerita pada sahabatnya yang lebih dulu direnggut takdir.
''Ayo pulang,'' ajak seorang pria tak sanggup terus mendengar luka dari gadis di hadapannya.
''Wulan, kita tetep sahabat. Semoga Tuhan kasih umur panjang untuk gue dan Raina,'' lanjut Aksa memberi ucapan terakhirnya untuk Wulan.
Setelah kepergian Wulan dua belas tahun yang lalu, Aqraina baik Aksa tidak pernah mendatangi tempat peristirahatan terakhirnya. Seolah sakit yang tidak berhenti membuat mereka slalu ragu dan menyiapkan hati untuk ikhlas agar sanggup mendatangi makam sahabatnya itu. Terdengar sudah sangat lama namun bagi Aqraina itu hal yang baru saja terjadi di hari kemarin.''Jangan terus-terusan nyalahin diri sendiri Rain, Wulan pergi bukan kesalahan lo,'' ujar Aksa.
Keduanya kini sedang berada di sebuah warkop yang jaraknya tidak jauh dari pakaman.
''Tapi kenapa orang tua gue benci sama gue? Mereka bilang sendiri kalo gue pembunuhnya,'' sarkas Aqraina dengan sisa-sisa tenaganya, padangannya benar-benar kosong sekarang.
''Jangan dengerin bokap nyokap lo. Wulan pergi karna takdir, dan maaf di saat kejadian itu lagi ramai-ramainya, gue dan keluarga terbang ke Inggris gitu aja.''
''Bokap disuruh gitu aja, katanya ada kerjaan dadakan di sana.''
Aksa dan keluarga memang kembali ke Australia tempat kelahirannya setelah dikasih kabar ada job di sana. Aksa meninggalkan Aqraina begitu saja disaat gadis itu tengah dibenci banyak orang termasuk keluarganya sendiri. Tidak ada yang memihak nya apalagi sekedar percaya bahwa memang bukan dirinya yang membunuh.
''Gue udah gagal jadi sahabat Rain. Meskipun saat itu usia kita baru lima tahun, tapi memori tentang kita nggak semudah itu buat dilupakan,'' ujarnya.
''Apalagi gue Sa, rasanya itu semua terjadi baru kemarin,'' sambung Aqraina dengan tertawa hambar.
''Itu udah berlalu dan izinin gue nebus semuanya ya?''
''Stay here beside me, from the many losses that have come in my life,'' Aqraina tersenyum disaat kalimat tersebut berhasil keluar dari bibirnya.
Ucapan yang kebanyakan manusia lain gengsi untuk mengatakannya namun sebisa mungkin Aqraina mengungkapkan melihat sudah berapa kali dirinya merasa kehilangan.
Setelah menghabiskan banyak waktu dengan Aksa, hari semakin sore keduanya memutuskan untuk pulang sebelum malam tiba. Di sepanjang jalan hanya ada keheningan di antara mereka, seakan sudah lelah dengan beberapa pembahasan mereka tadi saat di warkop. Bagi Aqraina membahas masalalu yang menyakitkan sangat menguras banyak energi.
Aqraina sudah sampai rumahnya saat ini, dengan Aksa yang sudah pamit ingin segera sampai rumah juga. Ditatapnya sekeliling rumah yang besar sekali, lalu setelahnya Aqraina hanya mampu tertawa penuh kecewa. Rumahnya besar tapi Aqraina tidak merasa pulang dengan rumah ini.
Ini hari minggu jadi wajar saja jika keluarganya tengah berkumpul, dari kedua orang tuanya sampai kedua adik kembarnya.
Aqraina berjalan melewati mereka dengan tidak ada yang menatapnya sedikitpun. Mereka tidak peduli, mereka seolah acuh, dan sepertinya tidak dianggap. Itulah beberapa pikiran Aqraina sejak kecil tentang keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Me [REVISI]
Teen FictionSeorang gadis cantik yang mengidap penyakit bipolar disorder, akibat keadaan keluarga dan bullying dari teman-teman sekolahnya. Baginya bertahan hidup jauh lebih sulit, di bandingkan dengan membuat luka baru pada dirinya. ''Luka yang mereka goreskan...