18.✧Garis Takdir

71 33 6
                                    

            Melihatnya yang tak berdaya dibawah tumpukan tanah
                   membuat otak ini sedikit berpikir bahwa
              semua yang ku miliki akan berakhir tidak berarti

                                     ~Not Me

Kediaman yang cukup besar ini sudah ramai dengan lautan manusia yang ikut berduka atas kepergian salah satu penduduk bumi. Meski tak sampai satu dunia yang mengetahui tapi akan sangat menyakitkan bagi seseorang yang sudah menyayangi nya.

''Za, ini tempat yang lo maksud? Gue nggak mimpi kan?'' oceh Marcel.

Rony yang sudah lebih dulu sadar akan kenyataan pahit saat ini melayangkan tangannya dan menampar sebelah pipi Marcel.

''Sakit bego.'' Marcel segera mengelus pipinya yang sakit.

’’Ini nyata Sel, semua bakal dapet gilirannya nanti,’’ sambung Reza memilih untuk masuk duluan.

’’Gue mau sukses dulu kapan kapan aja pulangnya,'' ujar Rony.

Reza yang belum jauh itu masih bisa mendengarnya lalu menoleh, ’’Semua manusia juga pengen nya gitu, tapi takdir gak ada yang tau.’’

''Tante, Aksa dimana? tante pasti bohong kan sama Rain. Jawab tante!'' itu Aqraina dengan seragam sekolah yang sudah rapih namun harus mendengar berita menyakitkan.

Gretta hanya menangis dengan seluruh tubuhnya yang bergetar tidak tahu harus menjawab apa karena Gretta tahu bukan hanya dirinya yang merasa kehilangan tapi Aqraina gadis yang sejak kecil sudah bersama Aksa juga ikut terpukul.

''Jawab tante!'' Aqraina tak mampu menahan kakinya, tubuhnya kembali melemas dan Gretta yang segera membantu Aqraina untuk bangun kembali.

’’Jangan nangis nak, ayo masuk dan temui Aksa pasti dia seneng banget,’’ ujar Gretta sudah menghapus air matanya bantu menguatkan Aqraina.

Jauh dari sana Reza hanya menatap sendu ke arah gadis yang dicintainya. Reza bisa melihat betapa terpukulnya Aqraina, betapa sakitnya perpisahan abadi ini dengan Aksa. Reza akui dirinya baru dekat kemarin-kemarin saja bisa sesakit ini apalagi gadis itu yang slalu membersamai kemana pun Aksa pergi dan begitupun sebaliknya.

Aqraina kembali menjatuhkan tubuhnya di depan Aksa yang sudah terbaring tidak berdaya. Tangannya ia gerakan untuk memegang pipi Aksa yang sudah dingin dan pucat, tangannya bergetar hebat tidak sanggup harus melihat pemandangan yang seperti ini.

''Sa, ayo sekolah. Gue mau lo yang anter kalo nggak gue gak akan sekolah!’’

’’Sa gue pikir hari ini bakal berangkat bereng lo, tapi apa? masa lo tidur!’’

’’Lo ninggalin gue! Gue mau ikut Sa, lo jahat!!’’

’’SA BANGUNN!''

''Bangun.’’

''Bangun, buka mata lo,’’ semua yang hadir dan menyaksikan tangisan pilu Aqraina seolah ikut merasakan sakitnya.

Gadis malang itu masih berusaha menggoyangkan tubuh Aksa yang terbaring lemah dengan mata yang terpejam berharap ini semua hanya mimpi, bahwa ini tidak akan pernah terjadi. Tapi kenyataan tetap pada tempatnya, Aksa sudah tiada dan sekarang hanya ada tubuhnya yang sebentar lagi akan dikremasi.

Raga yang slalu memeluknya dikala sedih, senyuman yang slalu ia berikan agar Aqraina kembali bersemangat dan jiwa yang terus mengucap bahwa akan slalu di sini menemani Aqraina dan menjaganya dengan bibir yang slalu memberi semangat dengan beberapa dialognya. Sekarang tubuh itu sudah kaku tak berdaya dan melebur bersama keabadian yang sampai kapanpun tidak akan pernah lagi Aqraina temukan sosoknya, senyuman yang indah hanya miliknya. Sampai kapanpun juga tidak bisa Aqraina ajak bicara lagi dan mengajaknya ke suatu tempat hanya untuk melepas penat. Coba beritahu Aqraina siapa manusia yang akan setia memeluk sedih dan lukanya kecuali Aksa? siapa yang akan mengerti kehidupannya yang terlalu rumit?

Not Me [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang