25

66 1 0
                                    

Always pantengin terus yaa🤍
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen
Terimakasih ^^

Always pantengin terus yaa🤍Jangan lupa tinggalkan vote dan komenTerimakasih ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"So? Lo pikir gua ngak tau gitu," jawab Gita santai. "Eh bentar, lo kenal sama Ziski?"

"Kenal lah, dia anak khyai di pesantren aku. Istrinya ngajar di tempat pesantren aku."

"Berarti lo dekat dong, mintain gua nomor istrinya dong," pinta Gita.

"Buat apaan? Jangan bilang kakak mau jadi pelakor," tuduh Anggun.

"Lo mintain ajalah buat kakak lo ini," desaknya.

"Kakak tu ngak sebanding dengan ustadz Ziski dan ustadzah Suci. Ustadz Ziski itu seorang Gus, Gus itu pasangan sama Ning. Ustadzah Suci dia Ning," jelas Anggun. "Kakak apaan?"

"Mau Gus, bus, Ning, ling,  gua ngak bertanya dan ngak peduli."

"Aku ngak mau mintain nomor ustadzah Suci. Pasti kakak ada niat aneh-aneh," ketus Anggun.

"Anggun, lo!!!" Gita berdiri dan menunjuk adik yang duduk di sebelahnya.

"Jangan lebay kak, kalau mama liat, habis lah kakak."

Gita kembali duduk, menyantap makanan sedari tadi ia abaikan.

"Aku kenyang," ucap Anggun dan memutar arah badan pada kakaknya. "Kak, aku kasih tau sekali lagi ya. Jangan lakuin hal aneh-aneh, ustadzah Suci lagi hamil, gimana nanti dia setres? Aku dulu juga suka sama ustadz Ziski, tapi pas aku pikir-pikir lagi, aku tu ngak cocok sama dia apalagi Kakak."

Gita tidak menggubris adiknya yang lagi mengoceh lebih tepatnya menasehati. Ia tetap santai menyantap makanan, menganggap ocehan Anggun angin lalu.

Anggun menghela nafas berat ternyata kakaknya belum berubah sama sekali. Ia berdiri, meletakkan piring di wastafel kemudian mencucinya.

"Non, biar Mbak aja," ucap mbak Sri.

Anggun melihat mbak Sri ingin mengambil piring yang sedang ia cuci. "Kebiasaan di pesantren Mbak, gapapa kok. Biar aku aja."

"Masyaallah...kalau gitu biar Mbak yang taro ke tempatnya."

Selesai mencuci piring, Anggun mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja makan. Berjalan menuju ruang tamu, ia melihat laki-laki paruh baya sedang duduk di atas sofa.

"Papa, kapan pulang?" tanya Anggun tersenyum.

"Baru aja," jawab laki-laki paruh baya itu.

Anggun mendekati papa yang sedang duduk di samping mamanya. Ia menyalami papa kemudian ikut duduk di sofa depan mama dan papanya.

"Maaf ya nak, tadi Papa buru-buru jadi ngak sempat nanyain kegiatan kamu," ucap papanya.

"Gapapa kok Pa, Anggun harusnya yang minta maaf udah nyusahin Papa buat jemput Anggun."

Laki-laki paruh baya itu terkekeh melihat kerendahan hati sang anak. "Han, anak aku udah dewasa," ucapnya pada sang istri.

Perempuan paruh baya yang akrab di panggil Hani mengkerutkan kening pada sang suami.

"Anak aku," jawabnya.

"Yaa, kan anak Abang juga."

"Udah-udah, Anggun anak Papa sama Mama," ucap Anggun terkekeh.

"Abang Bihan, Abang sayang," ucap Hani penuh kelembutan. "Abang mandi dulu, bajunya udah aku siapin di atas kasur. Aku mau nyiapin makanan," lanjutnya dengan nada tegas.

"Udah senang di lembutin, eh tiba-tiba berubah jadi monster," ucap laki-laki yang akrab di panggil Bihan.

"Siapa dulu," ucap Anggun menatap Bihan.

"Haaniii," ucap Anggun dan Bihan serentak diikuti kekehan dari mereka.

....

Hari kian berganti, bulan silih berganti. Sudah tujuh bulan berlalu, sekarang kandungan Suci sudah memasuki delapan bulan. Selama itu pula Suci mendapatkan teror dari akun 'hai_ci'. Ia lebih memilih percaya pada sang suami dan mengabaikan setiap pesan dari akun tersebut.

Semenjak melihat video tentang foto yang bisa di edit, ia memilih mengabaikan pesan itu. Lagi pula orang tua dan mertua selalu melihat dirinya hampir setiap hari. Apalagi sekarang, perutnya sudah membesar.

"Bii, kira-kira lahiran sakit nggak?" tanya Suci pada Inah yang tengah menyapu.

"Aduh Buk, bagaimana yak. Bibi nggak bisa mengendiskiripsikan nya," saut Inah.

Suci terkekeh, "Mengendiskripsikan Bii."

"Biasa Buk, bibi udah tua. Suka belok-belok lidahnya."

"Pfftt, bisa juga kayak gitu ya Bii."

"Bii, Bibii, dia nendang Bii," ucapnya antusias.

"Wah, si bayii juga ketawa ya dengan Bibi ngomong belebekan," ujar Inah.

"Iya kali Bii. Kamu nggak boleh kayak gitu Nak. Tapi kalau ketawa nya bareng Bunda, gapapa."

"Waduuh, Buk," kekeh Inah dan melanjutkan menyapu.

"Bii," panggil Suci.

"Iyaa Buk?"

"Aku kepengen pentol."

"Tapi kang pentol nya ngak lewat sini Buk."

"Kita cari yuk, Bii. Temanin aku."

Inah seperti tidak enakan karena mengingat pesan Ziski yang tidak membolehkan Suci keluar tanpa dirinya.

"Ta-tapi Buk, kata pak Ziski nggak boleh keluar tanpa dirinya."

"Gapapa Bii, keliling komplek ini aja kok," ucap Suci meyakinkan Inah.

Suci memakai kaus kaki kemudian berjalan kearah Inah. "Ayoo Bi!"

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Jahat banget sih jadi pelakor 😢

Gimana part ini? Seru tidak?

Jangan lupa follow tiktok dan Instagram aku yaaa

Tiktok: zulfinaindriani5
Ig: wp.story_zulfi

Suci untuk Ziski (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang