Debaran di dada masih terasa begitu jelas kala aku keluar dari ruangan. Ketegangan yang tadi tercetak di wajah seketika memudar saat menemukan Bella dan beberapa orang di depan ruangan tempatku sidang.
Aku berhambur memeluk Bella dengan rona bahagia yang tak bisa kututupi dari wajah.
"Selamat!" ucap Bella kala pelukan kami berakhir, "akhirnya, Naila Rasyid, S.Pd." lanjutnya sembari mengalungkan selempang warna merah hati dengan bordiran namaku lengkap dengan gelar di belakangnya. Tak hanya itu, aku menerima angsuran buket snack dengan tiga coklat berukuran besar di tengahnya.
Aku tersenyum lebar. Tentu saja setelah 3,5 tahun aku duduk di bangku universitas, kini kelulusan sudah di depan mata. Tinggal revisi yang tak seberapa sebelum akhirnya wisuda.
"Cepet nyusul, Bel."
Bella tersenyum masam, "Do'ain aja pokoknya. Nanti kalo aku skripsi harus bantuin lho pokoknya!"
Aku tersenyum lebar sambil mengangkat ibu jari sebagai jawaban, "Sip!"
"Gantian, Bella!!"
Aku tertawa ketika temanku yang lain memaksa Bella untuk menyingkir dari hadapanku sembari mengangsurkan paper bag entar berisi apa, "Selamat, Naila!"
*****
Baru saja kakiku melangkah keluar dari gedung fakultas, mataku tak sengaja menatap seseorang yang cukup mencolok di kejauhan. Bagaimana tidak, orang itu memakai baju loreng khas TNI yang membuatnya menjadi pusat perhatian.Aku baru saja membuang pikiran kalau sosok itu Pak Arka kala ponselku bergetar. Pucuk dicinta, orang yang tak ingin kupikirkan itu menelpon. Bersamaan dengan panggilan kuangkat, sosok berseragam loreng di depan sana melambai.
"Jangan pura-pura gak lihat! Saya tahu kamu yang di depan sana." ucapan barusan membuat aku sadar kalau seseorang di depan sana benar-benar orang yang aku kenal.
Aku mendelik meski yakin Pak Arka tak dapat melihatnya, "Pak Arka ngapain di sini??" pekikku.
"Menurut kamu?? Cepat, ini panas. Kamu mau kesini atau saya yang ke sana?"
Aku memutar bola mata. Seorang tentara yang biasanya terjun langsung ke lapangan mengeluh soal panas? Hell! Lagipula ngapain juga dia berdiri di depan mobilnya alih-alih menunggu di dalam?? Aku jadi curiga kalau dia sebenarnya memang suka jadi pusat perhatian.
"Iya, saya ke sana. Tutup dulu teleponnya!"
Begitu panggilan terputus. Aku menepuk bahu Bella yang tengah fokus berjalan sambil melihat layar ponsel, "Kenapa?" tanyanya yang kujawab dengan kode mata mengarah pada sosok Pak Arka di depan sana, "suamimu tahu kalau kamu hari ini sidang?" tanyanya terkejut.
Aku menggeleng, "Entahlah, aku gak ada bilang apa-apa," kataku.
"Lha terus suamimu ngapain? Masa iya jemput? Kan, kamu bawa motor!"
Aku mengangkat bahu, "Ke sana, yuk!" ajakku.
Mendengar ajakanku, Bella spontan menggeleng, "Aku tunggu di sini aja, deh!" ucapnya.
Mengiyakan ucapan Bella, aku berlari kecil menghampiri Pak Arka yang mungkin akan marah kalau aku tak buru-buru ke sana, mengingat orang itu tadi sempat mengeluh kepanasan.
"Lama!"
Tuh kan, baru juga membatin. Tak mau kalah, aku berkata ketus, "Lha Pak Arka ngapain kesini?!"
"Jemput kamu, Naila! Kamu lupa kita ada janji sama Bunda?!"
Janji?
Ah, mikir apa aku kalau Pak Arka kesini sengaja karena mengetahui aku sidang?!
Tapi..... janji apa yang sudah aku lewatkan?
Aku mengerutkan kening sambil berpikir keras mencoba mengingat janji apa yang kiranya sudah kubuat. Begitu mengingatnya aku memekik, "Itu hari ini?!?!"
"Kamu padahal masih muda, tapi malah sudah pikun."
Aku mendelik mendengar jawabannya. Sial! Apa katanya? Aku pikun? Hell!!! Aku bukannya sengaja melupakannya! Hanya saja, berhari-hari belajar sebelum sidang membuatku lupa kalau aku ada janji ke butik hari ini dengan Bunda.
"Ya sudah. Boleh minta kirimin alamat batiknya?" kataku sambil mengeluarkan ponsel.
Pak Arka mengangkat alis, "Buat apa?"
Aku memutar bola mata. Ini orang apa gak tahu fungsinya share location, ya?! "Ya buat tahu jalan ke sananya dong, Bapak Arka Samudera."
Pak Arka berdecak, "Kamu pikir saya bodoh?!"
Lho?
Ini orang gimana, ya?
"Naik saja Naila! Jangan buang-buang waktu mendebatkan hal yang tidak berguna. Kalau kamu mau pergi sendiri, ngapain saya repot-repot jemput kamu?!" sinisnya.
"Tapi saya bawa motor, Pak! Gimana sama motor saya?!" balasku sama sinisnya.
Pak Arka berdecak sebelum melambai entah pada siapa. Begitu aku berbalik badan, kulihat Bella menggerakkan tangan dengan menunjuk diri sendiri yang baru kusadari kalau Pak Arka barusan melambai padanya, "Itu teman kamu, kan? Dia dapat dipercaya, kan? Biar dia bawa motormu. Nanti biar saya yang ambil ke tempatnya."
...*****...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Yang Disemogakan
AléatoireHati Naila Rahman hancur kala mengetahui seseorang yang selalu ia do'akan dalam sholatnya ternyata mendo'akan perempuan lain. Seakan belum puas sakit hatinya, dia kembali di hadapkan dengan kenyataan kalau statusnya telah berubah menjadi seorang ist...