"Takdir memang selalu punya cara yang tak terduga agar selalu tampak mengejutkan."
Agus Noor
ooOOoo
Malam itu di desa Konoha, langit diterangi oleh cahaya bulan purnama yang menyorot lembut di atas bukit kecil di pinggir desa. Angin malam yang sejuk berembus pelan, membawa aroma tanah dan dedaunan yang segar. Di belakang bukit yang terletak di ujung lapangan desa, terdengar suara-suara riuh rendah yang berasal dari lapangan hijau.
Di sana, kesembilan gadis muda tengah berlatih dengan semangat. Mereka berlatih sejak pulang sekolah sampai saat ini. Di sekelilingnya, berbagai jurus dan teknik ninja dipraktikkan dengan sungguh-sungguh. Pantulan sinar bulan menambah kesan magis pada setiap gerakan mereka, sementara bayangan mereka menari-nari di atas tanah. Suara hentakan kaki dan ledakan kecil dari teknik ninjutsu yang dikeluarkan oleh mereka memecah keheningan malam.
Riska yang tampaknya sudah selesai dengan latihannya, berniat untuk beristirahat. Namun matanya tak sengaja melihat dua Uzumaki sedang duduk membicarakan sesuatu. Karena ia bisa melihat wajah serius mereka dari sini, gadis itu menghampiri keduanya, "Woi kalian kenapa bisik-bisik?" serunya.
Riska mengambil botol minumnya, meneguknya hingga tandas. Gadis itu menyeka keringatnya sebelum duduk di samping Widia. Kebetulan, Hilma dan Nia juga telah selesai berlatih dan mereka menghampiri ketiga gadis itu sambil mengambil minum.
Nia menenguk minumannya, "Ada apa?" tanyanya dengan alis yang terangkat sebelah.
Hilma mengambil posisi duduk disamping Novi, diam menyimak.
Novi melihat sekelilingnya, "Eh... Yang lain belum pada selesai latihan?" tanyanya.
Riska mengangguk. Ia memperhatikan para gadis lainnya yang masih berlatih, lalu menghela napas panjang karena merasa lelah. Riska melihat jam di lengannya yang tak terasa sudah pukul 10 malam.
Vani yang baru saja selesai dengan latihannya, segera menghampiri mereka, duduk di samping Hilma. Namun tak sengaja lukanya bergesekan dengan Hilma membuatnya meringis. Widia yang melihatnya segera mengobatinya, cahaya hijau muncul yang perlahan menghilangkan luka Vani.
Hilma menatap luka-luka di tubuhnya yang terasa perih, ngilu, dan badannya terasa seperti retak. Gadis itu menatap teman-temannya, lalu meringis dalam diam mengingat latihan mereka pada hari ini. Mereka dilatih lebih keras dari hari-hari sebelumnya karena untuk menstabilkan kemampuan mereka dan jurus-jurus baru.
Sherly, Milda, dan Mega yang baru selesai segera menghampiri mereka. Mega mengambil minumannya, meneguk, lalu membasuh wajahnya dengan setengah dari sisa minumannya, ia menghela napas lelah. Gadis itu meringis saat air dingin menyapu wajahnya yang penuh luka.
Milda mengibaskan tangannya, "Latihan hari ini benar-benar sangat melelahkan." keluhnya.
Vani mengangguk setuju.
Sherly mengambil minuman Mega dan menyiram wajahnya. Gadis itu mengambil cermin dari tas selempangnya, dan berkaca, "Gila, kenapa mereka melatih kita dengan sangat keras, bahkan sangat tidak masuk akal. Lihat wajah cantik Ei jadi berkurang," keluhnya melihat banyak memar di wajahnya.
Sherly mendesah, mengingat latihan mereka hari ini. Sebelum memasuki latihan inti, mereka disuruh melakukan pemanasan dengan berlari menggunakan beban seberat 50 KG yang dipasang pada kedua kaki mereka dengan jarak sejauh 20 KM, yang berarti mereka harus berlari bolak-balik mengitari halaman bukit tempat mereka berlatih. Lalu setelahnya melakukan push up, sit up, dan latihan lainnya sebanyak seribu kali. Jika itu manusia biasa, sudah dipastikan mereka akan langsung koit dong, koit dong.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twelve Maidens Revived
FantasyBerabad-abad yang lalu, sebuah pertempuran epik mengguncang dunia yang menggugurkan dua belas gadis yang memiliki kekuatan luar biasa. Dalam bayang-bayang kekacauan, mereka terjebak dalam konspirasi kelam yang membuat mereka jatuh satu per satu, ing...