Dua Puluh Dua - Loving You as Much as You Like the Stars.

5 1 0
                                    

Di dalam ruangan ternyamannya, dipeluknya boneka kesayangan Kale. Posisi tidurnya sudah tidak beraturan, dengan tangan yang masih memegang ponsel pintarnya. Esok hari usai kejadian tadi malam, Kale langsung menghubungi Zeni menceritakan semua yang terjadi.

Zeni terkejut pastinya, dia sangat amat mendukung Angkasa dengan Kale, tapi kejadian tadi malam membuat perasaannya ikut campur aduk. Sedih, terharu, juga pastinya kaget.

Setelah itu ia mulai menghubungi kembali Byan, yang tadinya selalu mencari cara bagaimana ia bisa lebih dekat dengan Byan, sekarang posisi itu terbalik. Laki-laki tersebut yang mencoba dekat dengan Kale. Untuk urusan Angkasa, wanita itu sudah berkali-kali meminta maaf, dan mengajak mantan ketua osis untuk ke rumahnya malam nanti. Sekedar mengobrol biasa, menyelesaikan kemarin yang belum sempat terselesaikan.

Kale sengaja meminta waktu untuk Byan agar ia bisa menyelesaikan lebih dulu dengan Angkasa, ia tidak ingin menyakiti siapapun.

Hari ini, dia tinggal seorang diri. Ayah dan bundanya sedang keluar kota, sementara abangnya ada kegiatan di kampusnya yang mengharuskan pulang malam. Tentunya sebelum mengajak Angkasa ke rumahnya, ia lebih dulu izin kepada yang lebih tua.

***

Kale membuka knop pintu, terlihat jelas Angkasa dengan kaos hitam dan jaket kulitnya. Ia menyapa Kale dengan ramah, senyumannya pun sangat manis.

"Hai! Gue bawain mochi nih," ia menyerahkan kantong plastik kepada Kale.

"Tapi itu buatan mama, karena ga sempet beli, coba deh enak,"

"Wah beneran? Makasih yaa, cobain bareng ya nanti. Oh iya gue mau ajak kak Angkasa liat bintang di halaman belakang rumah, keren viewnya karena ayah buatin khusus buat gue. Hari ini juga lagi gak ada orang sih, abang pulang mungkin sekitar satu jam lagi," Kale menjelaskan panjang lebar, dan Angkasa menikmatinya, ia mendengarkan dengan jelas.

"Oke Kale siap! Ada yang perlu gue bantu gak?"

"Gak ada, udah siap. Oh iya cuma perlu bawain barang-barang aja, nanti ditaruh di samping."

Mereka mulai menyiapkan semuanya. Masih sekitar pukul 7 malam, tidak terlalu malam.

Angkasa mulai membawakan beberapa minuman kaleng soda, tumbler air hangat dan mie cup serta cemilan untuk keduanya makan. Sementara Kale, ia membawa karpet kain dan sebuah kamera di tangannya, ia ingin mengabadikan momen kali ini.

Usai semuanya siap, mereka duduk di atas karpet kain. Angkasa membukakan sekaleng soda untuk keduanya minum.

"Makasih kak!" Angkasa tersenyum, "sama-sama."

"Oh ya Kak Angkasa, mengenai kemarin gue minta maaf ya karena tiba-tiba pergi gitu aja. Sama sebenernya, lo tau Byan kan, dia orang yang gue suka, dan orang yang sama yang nolak gue kemarin. Gue juga minta maaf kak, karena lagi dan lagi masih belum bisa bales perasaan kakak, gue udah berusaha semaksimal mungkin. Kak Angkasa baik, baik banget, selalu jagain gue, selalu bikin gue nyaman, tapi perasaan gue ke kakak cuma sebatas kakak dan adek. Dan setelah tau faktanya kemarin dari mulut Byan, ternyata gue masih belum sepenuhnya lupain dia Kak, maaf gue ngerasa jadi jahat banget," Kale menjelaskan, pandangannya tak lepas dari mata Angkasa. Namun di akhir ia menundukkan kepalanya.

"Gapapa Kale, makasih ya udah berusaha buat gue. Perasaan emang ga bisa dipaksakan, gue paham itu. Kalau memang kalian sama-sama suka, gue harap kalian bahagia. Kalau lo anggep gue sebagai kakak, berarti lo adek perempuan gue, dan untuk itu gue gamau lagi liat lo nangis karena seseorang. Jadi, kasih tau gue nanti ya kalau ada yang nyakitin lo, kita masih bisa deket kan?" Mendengar balasan Angkasa, Kale mengangkat kepalanya menatap kembali laki-laki di sampingnya.

KaleandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang