Delapan Belas - Refresh

5 2 0
                                    

Suara musik dari iringan gitar dan drum terdengar indah, walaupun waktu masih belum petang, tapi tempat ini sudah ramai. Tempat yang selalu menjadi tongkrongan anak muda. Seperti biasa area outdoor selalu menjadi tempat Byan dan teman-temannya kumpul, dikarenakan Tama dan Raka yang akan merokok nantinya.

Setelah pulang sekolah, Byan mengajak ketiga sahabatnya untuk bertemu. Usai kejadian bersama Kale kemarin, ia merasa ada perasaan janggal dalam hatinya. Maka dari itu, ia memerlukan sahabatnya untuk bercerita.

"Jadi gimana nasib lo sama cewe yang kemarin?" Raka memulai pembicaraan.

"Itu yang mau gue ceritain, awalnya gue tau dia suka gue, cuma gue diem, dan gue risih sama apa yang dia lakuin ke gue. Tapi lama kelamaan ntah dari mana asalnya gue udah mulai terbiasa sama sikap dia, dan mencoba buat temenan sama dia. Gue tertarik tapi gue ga yakin, lalu beberapa kali gue liat dia sama cowo lain dan itu deket, gue jadi ragu sama yang katanya dia suka gue, baru kemarin dia confess, ntah karena gue marah karena dia gak sesuai sama yang katanya suka gue, atau kenapa dah, gue ngeluarin kata yang gak pantes buat dia. Cuma gue rasa itu bener, karena nyatanya dia deket sama semua laki-laki, gak hanya gue," jelas Byan panjang lebar, ketiga sahabatnya masih setia mendengarkan.

"Lo tau dia suka sama lo sebelum confess dari mana?" tanya Tama setelah meminum kopinya.

Byan menatap Tama, matanya sedikit menerawang kejadian sebelumnya, "temen gue bilang, karena dia sering dititipin minum gitu buat gue,"

"Dan pada saat dia confess lo langsung nyimpulin yang nggak-nggak ke dia karena dia deket sama banyak laki-laki?"

Byan mengangguk mengiyakan, "itu lo tolol namanya, bisa aja dia emang udah lama temenan, atau emang anaknya social butterfly yang bisa temenan sama siapa aja, otak lo kenapa cetek banget si Yan. Dia deket sama orang bukan berarti dia juga ngasih perasaan yang sama kayak ke lo. Lagian kenapa gak lo tanya dulu, dan langsung nyimpulin jelek kayak gitu? Dan sekarang dia ngehindar kan?" emosi Tama tak tertahan. Namun Jinan yang lebih mudah mampu memegang bahu pria itu untuk menghindari adanya pertengkaran.

Byan hanya diam, dia memang merasa ucapannya itu tidak bisa di kontrol ketika marah. Itulah sebabnya dia tidam pernah mau ingin dekat dengan wanita, karena takut melukainya seperti saat ini.

"Lo minta maaf gih, gue yakin lo juga udah mulai suka sama dia. Karena berani-beraninya lo marah dia bisa deket sama laki-laki selain lo," tambah Raka yang sedari tadi diam.

"Gue rasa dia udah ga mau ketemu gue,"

"Ya karena lo-nya tolol!" Byan diam, ia memang merasa begitu. Sudah pergi saja baru merasa kehilangan.

Byan baru sadar atas kelakuannya, dan ia juga sadar atas perasaannya. Bahwa sebenarnya dia juga nyaman berada di dekat Kale, tapi ucapannya saja yang tidak bisa ia kontrol ketika marah.

Di lain sisi, tepat sehabis pulang sekolah Kale langsung mengunjungi perpustakaan untuk melakukan latihan terakhir olimpiade, karena lusa nanti dia sudah mulai lomba. Keadaan hatinya sudah cukup membaik, baiknya lagi ia tidak bertemu Byan kembali.

Cukup satu jam mereka pakai untuk latihan terakhir, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, Kale menghubungi Angkasa ketika sudah selesai latihan. Namun tepat saat Kale melangkahkan kakinya keluar perpustakaan, Angkasa muncul dari balik pintu sembari melambaikan tangannya, menyapa gadis tersebut.

"Hai! Gimana? Capek?"

"Ya ampun Kak, kaget!" Kale memegang dadanya.

"Hehe sorry,"

"Lumayan capek, jadi pergi sekarang?"

"Sebentar, nih," Angkasa memberikan lagi sekotak susu untuk Kale. Kale tersenyum pada lelaki itu, "liat yang ini juga baru mau diminum," katanya sembari menunjukkan susu kotaknya.

"Yaudah gue simpen lagi, buat besok, yuk jalan." Kale menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.

Mereka meninggalkan area sekolah menggunakan motor yang biasa Angkasa pakai. Namun hari ini, Kale tidak mengenakkan helmnya.

Angkasa menjalankan motornya kurang lebih sekitar 5km dari arah sekolah. Lalu ia memberhentikan motornya di dekat pohon yang ada di dekatnya. Tempat yang Angkasa tuju tidak mewah, ia membawa Kale ke danau yang berisi ikan-ikan. Di samping danau tersebut banyak penjual berbagai macam jajanan.

"Gapapa kan gue bawa ke sini?" Angkasa memastikan, jaga-jaga Kale tidak suka dengan tempat seperti ini.

"Gapapa Kak, kalau bisa si sampe malem kayaknya cantik liat bintang di sini,"

"Tau gitu gue izin ke bunda lo dulu nih, kapan-kapan aja ya? Karena gak enak kalau gue belum izin,"

Lagi-lagi Kale tersenyum, "santai aja Kak, gapapa,"

"Yaudah lo tunggu di sini bentar, gue mau beli teh lemon paling enak di sini," sebelum Angkasa pergi, Kale lebih dulu menahan lengannya, "buat gue nanti aja deh Kak, sumpah deh kalau sama lo yang ada kembung nih," keluhnya bercanda.

"Hahaha okee deh, ngomong aja ya kalau mau minum. Ayo ikut gue, duduk di pinggir sana," Angkasa menunjuk ke arah danau.

Kale mengikuti Angkasa dari belakang. Saat pria itu duduk, Kale pun melakukan hal yang sama.

"Kale, kalau butuh temen cerita lo jangan sungkan buat panggil gue,"

"Kenapa suasananya jadi mellow gini deh, ganti genre dong," Kale memukul lengan Angkasa pelan.

Duduk di samping danau, sembari menikmati semilir angin sangat menenangkan untuk mereka berdua. Terlebih bagi Kale, ia merasa lebih lega dari tadi pagi.

"Gue seneng deh Kale udah balik lagi,"

"Emang yang tadi bukan Kale? Perasaan sama aja tuh," bahunya diangkat sedikit merasa tak setuju dengan ucapan pria di sebelahnya.

"Bukan, tadi orang lain. Diem mulu, Kale yang gue tau anaknya ceria, banyak ngomong sampe Zeni pun kadang capek dengerin omongan lo," Kale menatap Angkasa tidak suka, ia menyatukan alisnya, membuat ekspresi kesal.

"Kok Zeni gak bilang gue kalau dia capek ngehadepin gue yang banyak ngomong," kali ini matanya dipicingkan meminta penjelasan dari sang lawan bicara.

"Aduh maksudnya bukan gitu, dia mungkin emang kesel lo banyak ngomong tapi justru dia jauh lebih gak suka kalau lo diem,"

"Alesan aja," cibirnya. Angkasa tersenyum menatap wanita di sebelahnya.

"Oh iya, lusa semangat ya olimpiadenya. Beres olimpiade mau gue kasih hadiah gak?"

"Kalau gue minta rumah gimana?" ucapnya asal bicara, yang membuat Angkasa terheran-heran.

"Lo nikah dulu sama gue, nanti gue kasih rumah,"

"Yahh itu mah mau Kakak, hehe gak perlu hadiah deh Kak. Dengan lo bawa ke sini aja gue udah ngerasa seneng," Angkasa mengacak-acak rambut Kale pelan, "gue gak suka ditolak ah, mau tetep gue kasih,"

Lagi-lagi Kale melirik tak suka, "ishhh kalau gitu lo gak usah nawarin, ujung-ujungnya tetep ngasih, gue cubit juga lo ya!" Kale sudah sangat kesal pada Angkasa, tapi Angkasa menyukai hal itu. Ia tertawa lepas melihat ekspresi Kale yang menurutnya lucu.

Sore itu, dengan kembalinya mood Kale, dan juga rasa syukur untuk Angkasa karena bisa membuat Kale kembali lagi seperti sebelumnya.

***

Bekasi, 26 Mei 2024

KaleandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang