(02) Perjodohan

39 31 2
                                    

"Dijodohkan?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dijodohkan?!"

Kami berdua mengucapkan kalimat itu bersamaan dengan raut wajah kebingungan. Mas Dewa berdecak lalu tiba tiba pergi tanpa pamit dengan raut wajah yang sangat kesal.

"Mas Dew!"

Aku mencoba memanggilnya namun nihil, ia tak memperdulikan apa lagi menoleh ke arahku. Dasar memang lelaki aneh. Bagaimana bisa papa memilih laki laki dingin dan aneh seperti itu untukku? walau ya dia tampan dan terlihat mapan, bukan berati sikapnya bisa sedingin itu padaku.

Aku memandang papa dengan raut wajah memelas. "Papa?! kenapa tiba tiba banget pah." grutu ku kesal sembari mendengus masuk kedalam rumah dengan membanting pintu.

Mama hanya bisa menghela napas melihat tindakanku. Mama menyusul ku ke kamar lalu duduk tepat di samping ranjang ku.

"Nak, kamu udah gede sekarang kan? umur kamu udah 23 kan? jadi udah selayaknya kamu berumah tangga."

Mama mengucapkan kalimat itu dengan mudahnya dihadapan ku yang masih sangat marah dengan tindakan mereka hari ini.

"Mama, kenapa mama sama papa gak pernah pikirin isi hati aku? apa kalian tau, apa yang aku suka dan ngga aku suka? aku gak mau nikah mah."

Ku coba tolak mentah mentah mama hari ini. Mama justru membelai rambutku dengan sangat lembut hari ini, seperti sedang merayu.

"Nak, Dewa itu anak baik baik, dia sudah mapan. Dia bisa jaga kamu di sana sayang, kamu gak akan sendirian kalau di sana, walau ada Diana tapi kalian itu perempuan, sementara Diana aja udah mau nikah kan? jadi mama mohon banget buat kamu mau terima perjodohan ini" tegas mama.

Papa tiba tiba masuk dan ikut mempertegas kalimat khutbah mama pagi itu yang berhasil membuatku semakin stres.

"Kalau kamu gak nikah, kamu gak boleh pergi."

Deg

Kilat, guntur, api, angin, lautan, badai, seakan secara bersamaan menghantam ku dengan keras.

"Apa gak ada pilihan lain?"

Papa mama menggeleng secara bersamaan. Aku berdecak lalu segera meninggalkan mereka sebentar untuk menenangkan diri ke kamar mandi.

Aku menangis, diiringi suara shower kamar mandi agar suara tangisan ku tak terdengar oleh mereka.

Apa papa dan mama tidak sadar, bahwa pernikahan dan cinta itu tidak dapat segampang ini untuk dilaksanakan.

Aku bahkan tak mengenali lelaki itu. Baru aja kenalan tadi pagi kan? toh, tiba tiba papa bilang kalau dia jodohku. Hidup memang penuh tanda tanya, tapi ku harap kedepannya tidak terlalu rumit.

Jalan apa yang harus aku pilih sekarang? menikah lalu ke Jakarta, atau tetap disini dan merelakan impianku. Kerja ditempat lain sebenarnya tidak ada masalah. Karena, juga banyak perusahaan besar Surabaya yang telah merekrut diriku.

DEWANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang