Yes or No?

3.2K 270 15
                                    



Alfarez menghela napasnya berat. Sejujurnya hatinya masih terasa sakit. Rasa cintanya terhadap Ciara sangatlah besar. Empat tahun mereka menjalin kisah bahkan mereka sempat saling mengutarakan keingin membeli rumah impian mereka, berbulan madu di Paris sesuai dengan impian Ciara. Apapun itu, Alfarez akan usahakan demi kebahagiaan Ciara.
Tapi rasa cintanya kini tertutup dengan rasa bencinya, Alfarez paling benci dengan perselingkuhan apa lagi dengan mata kepalanya sendiri Alfarez melihat betapa menikmatinya Ciara saat bercumbu dengan laki-laki brengsek malam itu.

Alfarez merebahkan tubuhnya diatas ranjang, menatap langit-langit platfon kamarnya.

"Jangan kembali lagi Ciara. Aku akan tetap menikah tapi tidak denganmu,"  ucap Alfarez.

ting!

Suara ponsel Alfarez kembali bergetar pertanda pesan masuk. Dirahinya benda pipih tersebut dari meja samping ranjangnya.

Alfarez tersenyum tipis saat mengetahui siapa yang mengirim pesan tengah malam begini.

Salmita
Telepon Aku.

Dengan cepat Alfarez menekan tombol hijau pada benda pipih itu.

"Hallo Salmita, kenapa kamu belum tidur?" tanya Alfarez pada sambungan teleponnya.

"Aku tidak bisa tidur," jawab Salmita.

"Kenapa?"

"Aku takut menikah Pak," ucap Salmita akhirnya.

"Karena kamu menikah dengan dosenmu sendiri?"

"Maybe?"

"Berarti kamu menyetujui perjanjian kita?"

"Belum tentu juga," ucap Salmita yang malah membuat Alfarez tersenyum gemas padahal lelaki itu tidak bisa melihat langsung wajah Salmita.

"Lalu kenapa kamu membahasnya?"

"Ya, Gimana ya Pak? Saya takut saja tidak bisa jadi istri yang baik buat bapak nantinya. Apalagi diusia saya yang masih muda. Saya masih pengen kuliah Pak!" jelas Salmita.

"Saya kan tidak menyuruh kamu untuk berhenti kuliah, Salmita?"

Salmita terdiam memikirkan kata-kata dosen sekaligus 'calon' suaminya itu.

"Apa kita akan tinggal satu rumah?"

Alfarez tertawa dengan pertanyaan Salmita barusan.

"Pastinya kan? Mana mungkin kita pisah rumah Salmita." 

"Tidur seranjang?" tanya Salmita kembali.

"Iya." 

"Huft.." Salmita hanya bisa menghela napas berat.

"Kalau tidur dikamar terpisah bagaimana?" ucap Salmita memberanikan diri.

"Tidak! kita harus satu kamar," ucap Alfarez tegas.

"Tapi saya takut hamil, Pak! Masa saya hamil waktu kuliah sih? terus nanti kalau ada yang tanya siapa suami saya bagaimana? Apa lagi saya harus bisa menyelesaikan kuliah saya Pak. Saya gak mau buat kecewa kedua orang tua saya," jelas Salmita.

"Kamu bisa meminum pil pencegah hamil, atau kita pakai pengaman saat berhubungan. Mudah kan?" jawab Alfarez enteng.

"Anda sudah cukup dewasa untuk menikah. Sedangkan saya? Selisih umur kita pun berjarak sangat jauh. Sepertinya aku belum siap menjadi seorang istri," ucap Salmita kembali ragu.

Faultiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang