Epilog

2.4K 85 6
                                        

Karmen akhirnya belajar bahwa dendam hanya akan membawanya ke dalam lubang kehancuran. Semua rencananya yang dirancang dengan matang, semua usaha untuk menghancurkan Salmita dan Alfarez, berbalik menjadi bumerang yang menghancurkan dirinya sendiri. Dia menyadari bahwa kebencian dan keinginan untuk balas dendam hanya membuatnya kehilangan segalanya-teman, kepercayaan, dan bahkan harga dirinya. Namun, penyesalan itu datang terlambat. Kini, dia harus menanggung konsekuensi dari tindakannya sendiri.

Sementara itu, Salmita, dengan kecerdikan dan ketenangannya, berhasil melindungi kehidupan dan keluarganya dari ancaman yang datang. Dia tidak hanya membuktikan kesetiaannya pada Alfarez, tetapi juga menunjukkan betapa kuat dan tangguhnya dia sebagai seorang istri dan ibu. Salmita tahu bahwa hidup ini bukanlah permainan, dan dia tidak akan membiarkan siapa pun merusak kebahagiaan yang telah dia bangun bersama Alfarez dan anak-anak mereka.

Alfarez, meskipun sempat terperangkap dalam permainan dendam Karmen, akhirnya menyadari betapa berharganya Salmita di hidupnya. Dia tersadar bahwa Salmita adalah orang yang selalu ada untuknya, bahkan ketika dia sendiri hampir kehilangan kepercayaan. Kini, setelah semua kebenaran terungkap, Alfarez merasa lebih bersyukur dan mencintai Salmita lebih dari sebelumnya.

***

Suasana di ruang keluarga mereka terasa hangat dan tenang. Alfarez duduk di sofa, memandang Salmita yang sedang menyiapkan secangkir teh untuk mereka berdua. Ada senyum kecil di wajahnya, seolah masih mencerna semua yang telah terjadi.

"Jadi, kemarin waktu kamu diemin aku itu cuma pura-pura?" tanya Alfarez tiba-tiba, memecah keheningan.

Salmita menoleh ke arahnya, lalu mengangguk perlahan. "Iya, aku cuma pura-pura. Aku pinterkan actingnya?" jawabnya dengan wajah jumawa, sambil tersenyum lebar. Ekspresinya yang sedikit menggoda itu membuat Alfarez gemas.

Alfarez menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. "Kamu bener-besar bikin aku khawatir, tahu nggak? Aku pikir kamu beneran marah sama aku."

Salmita duduk di sebelah Alfarez, menyerahkan secangkir teh padanya. "Aku nggak marah, Alfarez. Aku cuma harus berpura-pura agar Karmen tidak curiga. Aku tahu dia sedang mengincar kita, dan aku nggak bisa mengambil risiko."

Alfarez menghela napas, matanya menatap Salmita dengan penuh kekaguman. "Kamu bener-bener hebat, sayang. Aku nggak tahu harus bilang apa lagi. Tapi, ceritain dong, gimana kamu bisa tahu semua rencana Karmen?"

Salmita mengambil napas dalam-dalam sebelum mulai bercerita. "Karmen itu temen sekolah aku dulu. Dulu, dia dendam sama aku cuma gara-gara cowok yang dia suka ternyata lebih memilih aku. Awalnya aku nggak sadar kalau Karmen yang selama ini deket sama kita itu adalah Karmen yang sama. Tapi, suatu hari aku nggak sengaja ketemu dia di kafe waktu aku lagi ketemu Keyla. Aku dengar dia ngobrol sama seseorang, dan dari situ aku tahu dia punya rencana balas dendam lewat kamu."

Alfarez mengernyitkan dahi. "Jadi, selama ini dia mendekati aku cuma untuk balas dendam sama kamu?"

Salmita mengangguk. "Iya. Aku nggak mau mengambil risiko, makanya aku memutuskan untuk bermain peran. Aku tahu Karmen akan mencoba memanfaatkan situasi, jadi aku harus lebih cerdik darinya."

Alfarez terdiam sejenak, mencerna semua yang baru saja dia dengar. Lalu, dengan lembut, dia mengusap kening Salmita dan menanamkan kecupan hangat di sana. "Makasih ya, sayang. Kamu bener-bener istri yang hebat. Jujur, aku takut banget kalau kamu pergi lagi ninggalin aku. Udah cukup dulu aku kehilangan kamu sama Naomi. Rasanya aku pengen mati waktu itu."

Salmita menatap Alfarez dengan mata berbinar. "Aku nggak akan pernah ninggalin kamu, Alfarez. Kamu dan Naomi adalah segalanya buat aku. Aku akan lakukan apa pun untuk melindungi keluarga kita."

Alfarez tersenyum, merasa lega dan bahagia. Dia menarik Salmita ke dalam pelukannya, merasakan kehangatan yang selama ini selalu memberinya kekuatan. "Aku sayang banget sama kamu, Salmita. Kamu bener-bener wanita terbaik yang pernah aku temui."

Salmita memeluknya kembali, senyum kecil mengembang di bibirnya. "Aku juga sayang banget sama kamu, Alfarez. Kita udah melalui banyak hal bersama, dan aku yakin kita bisa melewati apa pun asalkan kita selalu bersama."

Mereka berdua duduk dalam pelukan, menikmati momen tenang itu. Di luar, langit mulai berubah warna, menandakan hari yang baru akan segera datang. Sementara Karmen harus menanggung konsekuensi dari dendamnya, Salmita dan Alfarez justru semakin kuat. Mereka tahu bahwa selama mereka saling mencintai dan mempercayai satu sama lain, tidak ada yang bisa menghancurkan kebahagiaan mereka.

Selesai

Faultiness [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang