2

781 51 10
                                    

Di sebuah kamar dengan nuansa khasnya seorang pria duduk depan kaki kanannya menopang kaki kiri. Sorot matanya menatap dinding yang tertempel banyaknya poto, mengamati satu per satu lalu tersenyum lebar. Senyum kepuasan itu membuatnya nampak seperti orang gila.

Dia bangkit berjalan mendekat dan mulai mengendus dinding tersebut dengan rakus seakan-akan hendak menyantap daging rusa. Bahkan tangannya mulai mengerayap di mana semua poto berada menyentuh dengan suka cita. Matanya berkilat bahagia mencium aroma tak asing di indera penciumannya.

"Aroma lu masih sama kaya di kemeja yang gue pegang," ucapnya pada poto yang paling dekat dengan jangkauannya.

Semua wajah yang terpampang di dalam gambar tersebut sama semua. Diam-diam ia memotret setiap kegiatan yang dilakukan oleh sang korban lalu dijadikan bahan fantasi liarnya. Sudah lama dia menantikan saat-saat ini. Kala sebuah suara dari arah luar terdengar ia langsung berbalik dan cepat-cepat menutup semua gambar dengan tirai merah.

Tidak lama suara ketukan pintu terdengar dan masuklah seorang wanita dengan wajah tanpa ekspresi. Seseorang itu mendekat dengan kepala sedikit tertunduk enggan menatap.

"Sarapan lu sudah siap, Fourth." Wanita itu berkata dengan lidah yang hampir keseleo karena tidak nyaman memanggil atasannya menggunakan nama secara langsung.

Sementara itu pria yang dipanggil Fourth hanya tersenyum kecil pada pembantu setianya itu. Berjalan keluar dari kamar menuju meja makan. Suasana hatinya menjadi lebih bahagia dari biasanya membuat Yinli, pembantu berumur dua puluh dua tahun itu keheranan tanpa kata.

Celotehan alat makan terdengar. Fourth seperti biasa memuji makanan Yinli yang sangat enak, walaupun hanya nasi goreng dengan telur mata sapi akan tetapi bagi Fourth sangatlah spesial. Sedangkan yang dipuji tersenyum sesaat sembari menunggu atasannya selesai sarapan.

Di samping meja sudah ada tas dan dasi yang telah Yinli siapkan.

"Izumi udah telpon?" tanya Fourth melirik Yinli sebentar lalu kembali fokus pada sesendok nasi goreng yang akan masuk ke dalam mulutnya.

"Belum, apa perlu gue kirim pesan?" Yinli bertanya balik. Mengeluarkan handphone dari saku celananya.

Selesai dengan sarapan Fourth menyempatkan waktunya untuk menemui Gemini yang telah ia bawa kemari secara paksa. Membuka pintu Fourth langsung disambut oleh teriakan serta caci maki dari seseorang yang meringkuk di lantai dingin. Melihat air mata mengalir di pelupuk mata sembab, Fourth merasa sedikit ngilu. Ia mengeluarkan decakan kecil.

Menyentuh pucuk kepala Gemini akan tetapi segera ditepis oleh tangan yang bebas dari borgol. Aroma tubuh Gemini cukup tidak sedap, mungkin karena belum mandi selama seharian penuh.

"Lu udah cinta sama gue?" tanya Fourth menunjukkan senyum manis mulai membelai pipi berair Gemini.

"Gak! Gue gak cinta sama lu!" balas Gemini berteriak.

Sebenarnya Fourth merasa kasian akan kondisi Gemini saat ini tetapi ia tidak bisa melakukan apapun. Jika ia melepaskan Gemini maka orang itu tidak akan pernah kembali lagi padanya.

Tidak ada cara lain, Fourth akan melakukan apa yang dia anggap benar dan hal yang saat ini ia lakukan sudah benar.

"Lu siapa? Gue gak kenal lu sama sekali gue gak punya masalah sama lu tapi kenapa lu giniin gue? Apa salah gue?" tanya Gemini berusaha menghapus air matanya. Nafasnya naik turun.

"Lu ada masalah sama gue, Gem."

"Apa? Biar gue perbaiki sekarang juga gue mau ketemu kakak gue, kakak gue pasti nyariin gue sekarang."

Fourth memutar bola matanya malas menghembuskan nafas berat. "Siapa cewe lu?" Fourth tidak mengindahkan ucapan Gemini dan alih-alih menjawab ia malah bertanya hal lain.

Obsesi De Marley || FourthGemini [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang