10

364 42 5
                                    

Kala matahari sudah berada di barat tangan kanan Gemini yang gemetar bergerak untuk meletakkan segelas air mineral dingin di meja kayu. Sisa air mata terlihat jelas di kedua sisi pipi chubby-nya, suara sesegukan terdengar mereda seiring waktu diganti dengan tarikan nafas. Gemini berusaha menenangkan diri agar tidak mengeluarkan tirta air mata kembali.

Sedari tadi ia hanya menangis membuat tetangga di sebelah rumah mendatangi. Tetangga yang sekaligus teman dekatnya itu, Jiro membantu menenangkan baru kemudian membawa ke dalam kediamannya untuk istirahat.

Tubuh Gemini serasa tidak memiliki tulang dengan mata berat, sangat kantuk. Lingkaran hitam terlihat jelas seakan tidak mengistirahatkan diri selama seminggu penuh. Dari sisi kursi yang lain Jiro menatap iba dengan tangannya membelai punggung tangan Gemini yang berada di paha.

"Gue emang gak ngerti sama apa yang lu rasain tapi gue harap lu tau gue selalu ada," kata Jiro menenangkan Gemini.

Hampir dua puluh menit tidak mendapat balasan Jiro menatap lelah selama beberapa saat baru setelahnya menarik nafas panjang, beranjak dari kursi untuk pergi masuk ke kamarnya. Gemini tidak menoleh sama sekali hanya menatap lurus layar televisi di depannya. Ia tidak memperdulikan Jiro yang sudah tiada di ruang tamu. Baginya saat ini semua terasa hampa bagai ruangan gelap penuh teriakan orang ketakutan.

Ia harap tidak pernah merasakan hal ini di kemudian waktu. Setelah kehilangan Nara ia kehilangan sosok penting dalam hidupnya, Ailona. Kakak ipar yang lebih dari kata kakak, bagitu berharga hingga sulit melepaskan kepergiannya.

"Gue gak tau apa kesalahan gue di kehidupan sebelumnya, apa gue dulu seburuk itu?"

Jiro kembali dengan rambut basah dan duduk tepat di samping Gemini. Butuh dua menit hingga Gemini mengeluarkan suaranya guna bertanya, "Pas gue gak ada Kak Ailona gimana?"

Mendengar pertanyaan tersebut Jiro terdiam sejenak meremas jari-jarinya. Gemini menatap penasaran dengan raut muka menyedihkannya.

"Dua hari semenjak lu ilang Ailona ngajak gue nyari lu, dia nangis sempet depresi pas hari ketiga gue mau jenguk Ailona dia udah gak ada di rumah... Sampe sekarang," sahut Jiro ragu-ragu.

Keduanya sama-sama terdiam merenungi nasib buruk yang menimpa. Semua begitu tidak adil bagi Gemini, dunianya mulai hancur. Satu per satu mereka menghilang.

Gemini tidak tahu ia harus menangis atau harus tertawa, rasanya begitu sakit.

"Lu darimana aja selama ini?" tanya Jiro dengan lebih berhati-hati dari sebelumnya.

"Gue pergi dulu." Bukannya menjawab Gemini langsung berdiri dan berjalan menuju pintu keluar tanpa menghiraukan teriakan Jiro yang memintanya untuk kembali.

Tujuannya saat ini ialah menemui rumah baru kekasihnya. Tanpa tau Jiro sudah tidak terlihat di mata, Gemini harus berjalan dua kilo meter untuk sampai di mana Nara tidur dengan tenang. Rumah cantik bersama bunga layu di samping batu cantik berkilau.

Dari kejauhan Gemini menatap makam cantik tersebut dengan tetes air mata kembali turun. Seseorang datang melewati dirinya dan duduk di depan makam Nara membawa bunga peony dengan kepala tertunduk dalam. Orang itu terdengar menangis dalam diamnya.

Wajahnya begitu asing. Lelaki itu menangis di depan makam kekasihnya yang Gemini ketahui Nara tidak mempunyai satupun keluarga. Sebuah pertanyaan dari nalarnya membuat Gemini datang menghampiri menepuk pelan bahu lelaki tersebut. Ia menatap dari atas ke bawah.

"Lu siapanya Nara?" Gemini bertanya berusaha menyembunyikan suara seraknya.

"G-gue Braii pacar Nara dan lu?"

Pacar?

Aneh sekali. Rasanya Gemini ingin tertawa kencang saat ini juga, apakah lelaki itu tau bercandaan begitu hambar?

Obsesi De Marley || FourthGemini [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang