9

386 35 8
                                    

Aromaterapi menyebar di setiap sudut ruangan yang gelap. Di pagi yang suram itu seseorang meringkuk di bawah selimut tebal dengan badan menggigil kedinginan. Air mata perlahan turun membasahi bantal sebagai alas kepalanya.

Kakinya bergerak gelisah ke sana ke mari merasakan gejolak tak menyenangkan hati, ia menahan diri untuk tidak menangis kencang saat rasa sakit menyerangnya. Telepon tiba-tiba berdering Fourth menoleh sejenak lalu mengabaikannya menunggu benda pipih tersebut berhenti bergetar mengeluarkan suara tidak sedap.

"Gue rasa hidup gue gak lama lagi," gumamnya memeluk selimut dengan erat.

Saat matanya terpejam sebuah sinar cerah datang dari satu arah membawa siluet seseorang yang berbadan tinggi masuk ke dalam kamarnya. Samar-samar Fourth mendengar suara orang tersebut mengucapkan sepatah dua patah kata tapi tidak jelas di pendengarannya. Suara saklar lampu dinyalakan. Silau yang teramat terang datang dari arah atas langit-langit kamar.

Suasana yang tadinya redup nan suram menjadi hangat dengan adanya cahaya dari lampu. Detak jam mulai kembali terdengar oleh Fourth, ia melirik guna melihat siapa yang telah datang dan masuk ke dalam kamarnya tanpa ijin dari dirinya.

"C-Cheri,"

Keringnya tenggorokan membuat Fourth susah berbicaranya hanya mengucapkan kata-kata tidak jelas sembari mencoba menatap wajah orang lain dari balik selimut. Rasa pusing segera menyerang kepalanya sekali lagi, Fourth mengerang kesakitan.

"Lu gapapa? G-gue ambilin air minum buat lu." Orang lain segera pergi.

Gemini, suara itu tidak asing. Gemini kembali menghampirinya membawa segelas air mineral dan membantu Fourth untuk duduk bersandar di head board. Fourth tersenyum kecil dengan senang hati menerima air tersebut dan menyerapnya masuk ke dalam mulut.

"Lu udah cinta sama gue?" Dengan susah payah Fourth mengucapkan kata-kata itu akan tetapi tidak mendapatkan balasan.

Ia melihat Gemini sibuk mengatur bantal agar dirinya nyaman saat berbaring di atas ranjang. Menutup mata sejenak, Fourth menarik nafas dan mengeluarkannya.

"Gue lihat ada bubur instan di dapur, gue buat dulu." Gemini membantu Fourth berbaring dan menarik selimut agar menutupi sebagian badannya.

Fourth hanya tersenyum kecil memejamkan mata kembali selama beberapa saat. Kala ia bangun suara detak jam menyambut dengan Gemini sudah duduk di sampingnya seraya mengelus punggung tangannya dengan lembut.

"Makan bubur lu mau dingin," ujar Gemini.

Dia hanya membantu Fourth untuk duduk bersandar dan memberikan bubur tersebut padanya. Tanpa pikir panjang Gemini segera keluar dari kamar Fourth dan pergi ke ruang tamu menemui dua sosok yang dikenalnya. Mereka bertiga menatap satu sama lain kemudian tertawa bersama.

Illia serta Sandy mereka datang dengan alasan atas undangan dari Fourth. Keduanya sudah menyiapkan rencan untuk mengeluarkan Gemini dari kediaman yang mencekam ini.

Tentu saja Gemini bahagia, ia begitu tidak sabar bertemu dengan Kak Ailona serta Jiro tetangganya. Setelah dua bulan lamanya Gemini bisa memeluk serta menggenggam erat tangan orang tersayangnya.

"Sini gue gandeng lu," kata Illia menarik tangan Gemini agar saling bertautan.

Mereka bertiga langsung berjalan menuju pintu keluar dan bertemu dengan dua sosok kekar berpakaian hitam. Di saku celana keduanya terlihat benda ilegal yang seharusnya tidak ada. Gemini dengan susah payah menelan air liur sendiri mencoba menyakinkan diri sendiri.

Illia semakin erat menggenggam tangannya seolah-olah menyakinkan jika semua akan baik-baik saja, begitu juga Sandy. Ada sedikit keraguan di hatinya tetapi segera ditepis.

"Mau kemana?" tanya salah satu dari mereka.

"Gue mau ngajak Gemini ke mall, atas perintah Fourth." Illia maju selangkah dengan sebelah tangannya berkacak pinggang.

Alis Gemini berkedut merasakan pria besar itu mencurigai dirinya apalagi dengan keringat dingin mengalir dari dahi turun ke lehernya. Gemini mencoba menyembunyikan kegugupanya.

"Apa be-

"Apa gue perlu panggil Fourth ke sini buat potong gaji kalian?" Sandy menjawab.

Melihat keduanya terdiam seperti kemenangan bagi Gemini. Ia berteriak dalam hati, bersorak gembira. Tangan Illia kembali menggandengnya masuk ke dalam mobil yang kemudian melaju keluar dari perkarangan rumah besar tersebut.

Seakan beban Gemini terangkat secara keseluruhan. Hatinya nampak begitu berbunga-bunga begitu juga Illia serta Sandy yang tersenyum atas bebasnya Gemini.

Di tengah perjalanan Sandy bertanya di mana alamatnya dan Gemini hanya membalas dengan menyuruhnya untuk menurunkan di jalan Sakura Merah dekat halte bus. Walau agak kebingungan Sandy hanya patuh dan mengangguk. Butuh lima belas menit untuk sampai di tempat yang disebutkan oleh Gemini tadi.

Karena akan berpisah Illia memeluk Gemini dengan erat seakan tidak ingin lepas dan Sandy, ia hanya memberi jabat tangan cukup lama.

"Lu yakin gak mau tinggal bareng sama kita? Gue bakalan seneng dan gue jamin Fourth gak bakalan nemuin lu." Illia sedikit bersedih mencoba menawarkan segala hal untuk Gemini yang ditolak langsung secara halus.

"Gak apa beneran?" Illia memastikan.

"Iya," balas Gemini tersenyum sumringah.

Saat melihat senyum sumringah Gemini, Illia tidak berani menawarkan atau bertanya apapun lagi. Dia tahu Gemini ingin bertemu dengan keluarganya dan ia tidak bisa menghentikan itu.

"Oke, kalau ada apa-apa lu dateng aja ke rumah gue oke?" Sandy yang mengetahui Illia keberatan.

"Oke!"

Mereka berpisah di tepi jalan. Gemini melewati jalanan gang menuju rumahnya, ia melihat banyak orang menatap bingung sekaligus tidak percaya. Mungkin mereka mengira jika Gemini tidak akan kembali lagi setelah dua bulan lamanya menghilang dan lihatlah sekarang. Ia kembali dengan keadaan baik.

Sangat baik walau ada beberapa luka di bagian tubuhnya yang sulit sembuh tapi itu tidak menganggunya. Tepat saat ini berdiri di tepat pintu rumah. Gemini terkejut saat hendak mengetuk pintu tiba-tiba pintu terbuka dengan sendirinya, tidak terkunci.

Keadaan yang buruk. Barang-barang semuanya hancur serta cermin yang pecah berserakan di lantai. Ada kue kering di atas meja yang telah disiapkan, pasti kakaknya menunggu Gemini kembali sembari membuat kue kering tersebut. Ia berlari ke kamar Ailona melihat lemari sudah terbuka dengan pakaian acak-acakan di lantai dan koper di atas tempat tidur.

Air mata perlahan jatuh dengan kaki gemetar meraih poto yang terpampang di atas meja. Di mana ada dia, Kak Ailona, Kak Gery, dan Ibu sedang tersenyum bahagia di sebuah taman cantik. Gemini merasa hancur melempar poto tersebut ke lantai hingga hancur.

"Gue benci kalian semua! Kalian ninggalin gue!" tangis Gemini pecah. Pakaiannya sudah basah terkena air yang tumpah dari pelupuk mata.

Gemini berlari keluar dari kamar dan menemukan sepucuk surat di rak sepatu saat hendak pergi keluar dari rumah terkutuk.

Lu kemana?
Lu gak bakalan marah kan cuma gara-gara kata-kata gue yang nusuk hati lu? Gue sayang sama lu Gemini. Lu adik gue, gue sayang bukan karena lu adiknya Gery ataupun anak Ibu tapi gue sayang karena lu keluarga gue satu-satunya.
Jangan bilang lu ngilang cuma gara-gara pertengkaran kita yang biasa, atau gue udah keterlaluan, ya?
Ayo balik gue buat kue kering nih.
Gue stress nyariin lu.

"Kak! Lu kenapa sih kak pas gue bebas lu malah ilang?" Gemini berteriak menendang pintu rumahnya dengan kuat.

"Gue gak punya keluarga lagi selain lu," gumam Gemini menangis.

"Gue mau bilang apa ke arwah kak Gery pas tau lu gak ada di sisi gue?"




Malam semuaa!!!

Udah gitu aja sih, Aya bingung mau ngomongin apaan

Obsesi De Marley || FourthGemini [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang