7

442 37 13
                                    

Di balik pintu coklat yang tertutup rapat itu ada Fourth yang kini sibuk membaca isi dari sebuah kertas. Seorang pria berkacamata dan puntung rokok di tangannya datang dan menyerahkan kertas tersebut. Tentu saja kedatangannya membuat cukup terkejut, sebab setelah lima tahun lamanya ada salah satu anggota keluarga datang mengunjungi.

Pria itu berdasi merah polkadot dengan nafas berhembus asap menatap Fourth intens. Mengamati dari atas sampai bawah cara berpenampilan serta tingkah laku keponakannya itu, tanpa disadari menggelengkan kepala tidak menyangka.

Tentu aksi mengamati itu dapat ditangkap mata Fourth secara langsung tapi ia hanya diam. Membiarkan paman tercintanya menilai dirinya itu. Setelah beberapa saat fokus membaca pokok-pokok yang disampaikan di lembaran kertas tersebut Fourth menarik nafas lelah. Memijat pelipisnya yang terasa berputar, diam-diam melirik pamannya.

Ekspresi bingung yang ditunjukkan kerabat dekatnya membuat Fourth puas. Mata indah Fourth melirik bergantian ke arah kalender di meja dan pamannya. Tangannya tergerak melempar kertas dengan aksara ke meja.

"Gue gak ngerti beginian paman," kata Fourth memutar mata malasnya. "Mending ke Izumi aja, biar dia yang urus."

"Tapi Tuan Marley, ini berkenaan dengan orang tua Anda." Pria berkacamata menyahut dengan ragu-ragu.

Mematikan puntung rokok kemudian membuangnya ke tempat sampah yang tersedia. Tangan keriput pria itu bergerak mengambil kertas yang ia bawa tadi dan membaca sekali lagi dengan seksama.

"Paman, ada Izumi juga." Fourth menarik nafas lelah menyenderkan punggung pada kursi.

"Tapi Anda adalah juga anak dari pasangan Marley, Anda hanya perlu tanda tangan saja." Pria tua itu mendesak.

"Paman lupa keponakan paman ini udah umur berapa?" tanya Fourth bangkit dari kursi mendekat ke arah pamannya. Memberi tatapan menyayat.

"T-tapi ini bukan soal aturan-

"Paman! Mending balik atau temuin Izumi buat minta tanda tangannya," saran Fourth berjalan mundur melirik sekilas pamannya yang nampak kebingungan.

"Tuan Marley tolong de-

"Paman jangan lupa posisi keluarga paman itu paling rendah dalam keluarga kita dan gue, Marley. Keluarga Marley adalah keluarga atas tidak seharusnya keluarga Ginerva memberi perintah."

Kedua terdiam beberapa saat. Fourth memeriksa waktu lewat jam tangan yang terlilit di lengan kanannya, hari hampir larut dan seseorang yang mengaku pamannya belum pergi juga saat ini.

Fourth melihat wajah menahan amarah. Merasa jika pria itu tersinggung dengan kata-katanya yang menghina tapi Fourth tidak terlalu peduli soal hal itu. Ia hanya menunggu pamannya pergi dan dirinya bisa beristirahat dengan santai.

"Tuan Marley aku ke sini hanya untuk meminta tanda tangan seperti yang diperintahkan oleh ayah Anda," papar pria itu.

"Bilang pada pria sakit-sakitan itu kalau gue gak mau! Gue bukan bagian keluarga, benar'kan?" Fourth tersenyum lebar.

Sementara dari itu pamannya tergagap dan menggelengkan kepala kuat. "Aku masih menggangapmu keluarga, Tuan Marley."

"Gue tau, paman bilang aja ke orang itu kalau gue gak mau tanda tangan."

Di keesokan harinya saat cuaca dingin setelah hujan di dini hari Fourth segera kembali beraktivitas seperti biasa. Merebus mie instan untuk dirinya dan juga Gemini sebagai menu sarapan. Dikarenakan cahaya matahari tidak sampai melewati celah-celah di bagunan rumahnya, akibat hal itu rumah menjadi sangat suram.

Butuh waktu bagi Fourth untuk mengetuk pintu ruangan berwarna coklat di lantai dua lalu membuka perlahan. Saking minim pencahayaan Fourth hampir tidak dapat melihat apapun di ruangan tersebut kecuali pakaian merah muda yang dikenakan Gemini. Mendengar nafas tenang serta dengkuran itu membuat hati Fourth terasa sangat bahagia.

Obsesi De Marley || FourthGemini [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang