1. Selalu Merindukan

1.4K 152 24
                                    

     Yasna menatap kubah hijau yang bisa ia lihat dengan jelas dari tempat ia berdiri. Rasanya tak jemu memandang kubah tersebut. Bukan hanya kubah hijau itu saja yang tak jemu dipandang, tapi mungkin seluruh sudut di tempat ini rasanya tak pernah bosan untuk dipandang.

      Terkhusus sebuah tempat bernama Raudhah. Ah tempat yang sesuai dengan namanya yaitu taman surga. Dimana di sana ia bisa melihat dengan jelas jejak kehidupan manusia paling istimewa dan paling dicintai Allah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Di Raudhah yang merupakan tempat yang berada diantara rumah Rasulullah dan mimbar. Dimana rumah Rasulullah tersebut kini menjadi tempat peristirahatan alias makan Rasulullah. Dimana kubah hijau yang bisa dilihat dari luar menjadi penanda bahwa di situlah makam Rasulullah.

     Yasna menghela napas panjang. Tak terasa ia merasakan sedikit kabut di matanya. Mungkin netranya kini berkaca-kaca. Ia pasti akan selau merindukan tempat ini. Ia pasti merindukan Raudhah.  Merindukan bisa menatap lama kubah hijau seolah ia berada sangat dekat dengan kekasih Allah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Merindukan momen  menatap pekuburan Baqi'.  Merindukan suasana panas tetapi tetap membuat hati adem. Ia pasti akan merindukan apapun yang ada di sini. Masjid Nabawi dan seluruh isinya. Merindukan Madinah. Dan mungkin juga Yasna bukan satu-satunya seorang muslim yang akan senantiasa merindukan tempat ini. Sehingga ingin dan ingin lagi kembali. Seluruh muslim di dunia ini pasti akan merasakan hal yang sama jika sudah pernah menginjakkan kaki di tempat ini. Madinah Al Munawwarah yang bermakna kota yang bercahaya.

     "Kak Yasna...atadhoh anak huna..." (Yasna... ternyata kamu disini"

      Sebuah suara membuat Yasna spontan menoleh. Melihat sosok berganis hitam dengan niqab warna yang sama mendekati nya. Diantara lalu lalang jamaah umroh yang selalu saja memenuhi tempat penuh keteduhan ini.

      "Ana huna Asma'..."(iya aku disini)

     "Naema, ana 'abhath eank...umik tabhath eank..."

     Yasna tersenyum sembari mengangguk pada Hafizah, sepupu yang merupakan putri Ami Farhan dan Ama Nurul. Ia memang sudah berdiri cukup lama disini. Enggan sekali meninggalkan tempat ini. Yasna pikir belum tentu satu atau dua tahun lagi ia bisa kembali kesini. Meski kesempatan untuk balik lagi kesini selalu ada. Kapanpun ia mau. Apalagi ada keluarga Ami nya disini.

     "Maaf ya Fiz, aku memang yang kelamaan disini. Betah banget sih..." Ujar Yasna meminta maaf.

     "Tak apa kak Yasna. Umik cuma khawatir kamu tersesat. Dan aku cuma tertawa saja mendengar umik bilang begitu. Mana mungkin kakak tersesat di sini kan. Mungkin malah kak Yas sudah pantas jadi mutawif para jamaah haji dan umroh kan .." sahut Hafizah terlihat tersenyum di balik niqabnya.

      Tak urung Yasna ikut tersenyum geli. Ia memang sudah sangat hapal tempat ini. Masjid Nabawi menjadi jujugannya di kala senggang. Mungkin kota Madinah juga sudah sangat ia hapal. Bahkan beberapa kali Yasna menolong jamaah umroh asal Indonesia yang tersesat. Jamaah umroh tersesat itu sudah biasa. Bukan sekedar karena kebanyakan yang tersesat itu sudah berumur, lupa jalan atau masih bingung dengan tempat baru.

     Tapi tak sedikit yang tersesat karena memang sebagai ujian. Banyak yang seperti tak terlihat jalan atau hotel tempat ia menginap. Padahal hotel tersebut berulang kali ia lewati. Dan Yasna pernah menolong seorang jamaah umroh yang sebenarnya sudah kedua kalinya datang ke tempat ini. Tapi dia sesumbar kalau tak mungkin nyasar.  Walhasil ia betulan nyasar. Terkadang beberapa kejadian di tanah suci ini menjadi sebuah ujian, peringatan atau balasan. Memang seperti itu adanya.

      "Tapi kalau kak Yas masih mau disini tak apa. Sebentar aku kirim pesan ke umik dulu..." Ujar Hafizah lagi ketika melihat kakak sepupunya itu terlihat masih enggan beranjak dari tempat ini.

BETTER LOVEWhere stories live. Discover now