20. Mengatakan Rasa

579 139 29
                                    


     "Bulek Sa'diah kok pakai repot bawain Yas bakso..."

     "Repot apa toh Yas. Kebetulan banget kemarin itu Dila dikasi pentol bakso banyak sama wali murid. Ada mungkin dua baskom. Katanya sebagai ucapan terimakasih karena anaknya itu sekarang berubah sejak dibimbing sama Dila. Katanya dikit-dikit katanya Bu Dila gitu ..." Panjang lebar  umi Sa'diah menjelaskan asal usul terjadinya bakso yang ia bawa buat Yasna. Tentu dengan wajah ceria khas umi Sa'diah yang mana bisa irit bicara.

     "MasyaAllah senengnya. Rezeki nomplok banget ya bulek dapat pentol bakso gratis sampai dua bakso.. " sahut Yasna tak bisa menahan senyum lebar nya. Ia akui, kedatangan bulek kesayangan nya itu mampu membangkitkan mood dan bisa membuatnya tersenyum lebar.

     "Ya rezeki memang Yas. Hari ini pesta bakso. Kuahnya buat sendiri. Bebas micin yang katanya bikin nggak pinter itu lho. Meski kata orang yang bikin nggak pinter itu bukan micin tapi ya karena nggak mau belajar. Meski nggak makan micin kalau nggak mau belajar lha yo mosok bisa pinter toh Yas...."

     Lagi-lagi Yasna tak bisa menahan senyum nya. Kini lebih lebar dan menjadi tawa kecil. Usia yang makin senja tak membuat umi Sa'diah jadi kendor saat bicara. Tak masalah cerewet asal cerewet yang bermanfaat. Cerewet yang bisa menghibur orang lain. Dan bukan cerewet men-ghibah apalagi sekedar mengomel dengan kalimat kurang enak di dengar.

      "Iya bulek. Harus belajar kalau mau pinter. Lebih sip lagi kalau mau belajar tapi jangan banyak makan micin. Pinter nya maksimal" Yasna memberi tanggapan masih dengan tawa kecilnya. Seolah melupakan segala hal yang belakangan menyesakkan dadanya.

     "Nah bener itu Yas. Bulek setuju pol sama statement kamu..." Umi Sa'diah mengacungkan ibu jarinya tanda sangat setuju.

     "Lha wes ayo cepet dimakan baksonya Yas. Masih hangat gini enak banget di tenggorokan. Biar cepet sembuh kamu..."

     "Pasti bang Kemal ini yang woro-woro ke bulek kalau Yas sakit. Padahal lho Yas nggak sakit. Bang Kemal lebay deh..." Tebak Yasna yang jelas tak salah. Pasti Kemal yang memberitahu umi Sa'diah kalau ia sakit.

     "Eh namanya saudara itu ya harus gitu. Harus perhatian. Bukan lebay ah. Bulek malah bakal ngamuk ke Kemal kalau sampai nggak ngasi tahu umik nya ini kalau ada apa-apa. Termasuk kalau kamu atau Abi mu, umik mu atau siapa aja sakit...." Celoteh umi Sa'diah masih full power. Padahal hari sudah sangat siang.

     "Ya wes ayo Ndang dimakan Yas .. " suruh umi Sa'diah menyuruh Yasna segera menikmati bakso dengan kuah panas lengkap dengan mi kuning, tahu bakso dan bawang goreng khusus dibawa umi Sa'diah buat Yasna.

       Umi Sa'diah paling tahu racikan bakso kesukaan keponakan tersayang nya itu. Yasna paling suka menikmati bakso dengan mi kuning tapi tak menyukai mi putih atau ada yang bilang soun. Yasna juga tak suka bakso dengan campuran seledri tapi sangat suka menambahkan bawang merah goreng banyak-banyak ke dalam baksonya. Dan satu lagi, Yasna tak terlalu suka dengan siomay yang dicampur ke bakso. Yasna lebih suka baksonya berisi pentol bakso saja atau tahu bakso sebagai tambahan. Umi Sa'diah hapal sekali kesukaan keponakan yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri itu.

     "Enak banget bulek ya baksonya..." Puji Yasna disela kesibukannya mengunyah pentol bakso.

     "Lha ya mesti enak. Nggak kalah toh sama warung bakso yang ramai itu..." Sahut umi Sa'diah sedikit narsis. Tapi tak salah, kuah bakso buatan umi Sa'diah memang sedap sekali. Benar-benar terbuat dari kaldu daging tanpa bahan tambahan lainnya.

     "Bener bulek. Enak ini malah ..."

     "Nah kan. Wes dihabiskan ya. Kalau perlu nambah. Bulek tadi bawa banyak ..."

BETTER LOVEWhere stories live. Discover now