136. Aku Pamit

3.9K 484 12
                                    

Gavriel memperhatikan Adit yang tampak tidak nyaman pagi ini saat mereka akan sarapan bersama-sama di halaman belakang rumah Hanna menggunakan daun pisang sebagai alasnya. Setelah memperhatikan Aditya, Gavriel mencoba memperhatikan Elang yang nyatanya tetap bisa nyaman duduk bersila di hadapannya meskipun ia datang dari latar belakang yang sama dengan Adit. Kini Gavriel menoleh dan ia bisa melihat Gadis yang sedang duduk sambil memangku Lender. Gadis terlihat sedang berusaha membuat Leander duduk dengan sabar dan tidak berlari-lari lagi.

"Le... nanti kita mau makan bersama-sama, Lean duduk di samping Bunda, ya?"

"Tapi aku enggak biasa makan pakai tangan, Bunda."

"Okay, Bunda ambilkan sendok dan garpu ke dapur dulu."

Leander menganggukkan kepalanya. Kini Gadis memilih mengangkat tubuh Leander dan ia menaruh Leander di atas pangkuan Gavriel yang sedang duduk sambil bersila di samping kanannya.

"Aku titip Lean sebentar, Gav. Aku mau ke dapur ambil sendok sama garpu."

"Okay."

"Jagain yang benar. Jangan sampai kakinya Lean makan lebih dulu daripada mulutnya."

"Iya-iya, Dis."

Kini Gadis segera berdiri dan berjalan menuju ke arah dalam rumah ini. Ia harus menuruti apa yang Leander inginkan agar mereka semua bisa makan dengan tenang dan nyaman. Andai saja Gadis tahu jika mereka akan makan di lokasi outdoor dan lesehan, tentu saja ia akan meminta Elang membawakan Leander kursi makan anak. Bagaimanapun juga makan dengan cara seperti ini tidak semua anak akan dengan nyaman melakukannya. Terlebih seperti Lean yang sejak dulu selalu makan dengan cara duduk di kursi sambil menggunakan sendok dan garpu.

Saat sampai di dapur, Gadis tidak sengaja bertemu dengan Hanna yang ternyata sedang sibuk menyiapkan minuman dan camilan untuk mereka semua. Melihat Hanna sesibuk ini, Gadis heran kenapa Hanna tak mau meminta tolong kepada dirinya atau teman-teman lain untuk membantunya.

"Han...," panggil Gadis yang membuat Hanna berhenti mencampurkan sirup cocopandan dengan kelapa muda yang sudah ada di dalam baskom.

"Ya?"

"Kenapa lo enggak minta tolong sama gue kalo butuh bantuan begini? Sini gue bantuin," ucap Gadis sambil membuka natadecoco dalam kemasan besar dan ia tuangkan ke dalam air kelapa muda yang kini sudah berubah warna menjadi merah.

"Enggak enaklah. Lo di sini 'kan tamu. Lagipula gue lihat lo juga sudah repot urusin Lean dari dia bangun tidur sampai sekarang."

Gadis hanya tertawa mendengar jawaban Hanna. Kini ia memilih membuang bungkus natadecoco itu ke tempat sampah dan kembali untuk membantu Hanna.

"Ada  Ayah sama Papanya juga, jadi gue enggak teralu beratlah urus dia sendirian. By the way ini brownies-nya dipotong enggak?"

"Iya, potong aja. Terserah lo mau dipotong jadi berapa."

Gadis menganggukkan kepalanya. Kini ia mulai memotong brownies denga paduan srikaya di atasnya itu menjadi 20 potongan dan ia bagi ke dalam empat piring saji. Hanna yang melihat Gadis tampak begitu lebih luwes daripada dirinya dalam melakukan aktivitas dapur seperti ini hanya bisa tersenyum.

"Kayanya lo sudah benar-benar siap jadi istri dan ibu ya, Dis. Gavriel enggak salah pilih sih ini."

"Gue pernah jadi istri meskipun hanya menjalani peran itu selama tiga tahun doang."

"Enggak pa-pa, Dis. Terkadang kita memang harus terluka sampai kita sendiri sudah tidak bisa merasakan sakitnya. Karena nantinya setelah luka itu sembuh, kita akan lebih kuat dan kebal."

From Bully to Love Me (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang