22 : Lamaran

802 142 83
                                    

Ayolah! Stalker mau tamat. Kalian gak ada niat mau komen dan ngeramein apa? Biar aku seneng gitu. Dari kemarin update sepi bgt 😓

💜💜💜

Setidaknya ia bisa bersikap jujur. Menatap matanya sendiri dari pantulan cermin, menemukan amarah dan kecemburuan tengah berkobar di sana.

"Kau harus bersikap normal. Jangan marah, abaikan saja. Kau tak perlu terprovokasi," katanya pada diri sendiri.

Entah bagaimana ia tahu itu salah satu cara King menggodanya. King ingin ia marah dan menunjukkan perasaan, tetapi Soojae masih mau merajuk dan bodoh sekali kalau ia sampai mengungkapkan perasaannya pada King. Oke, mereka mungkin berciuman kemarin, dan yeah Tuhan pun tahu bahwa Soojae membiarkan King bermain-main dengan dadanya.

Itu saja sudah cukup untuk membuatnya memerah di sana, setidaknya itu jauh lebih baik daripada merah padam karena menahan cemburu. Menguatkan hati bahwa ia hanya perlu keluar dan menemui Jungkook. Pesta malam ini akan berakhir dengan cepat, ia akan pulang bersama Jungkook, melepas gaun, menghapus riasan dan tidur di atas tempat tidurnya yang sejuk tapi nyaman.

Membayangkan meringkuk di bawah selimut sendirian, aman dan nyaman dari kesibukan—ia merasa jauh lebih baik. Jadi, ia pergi keluar dari toilet setelah memastikan rona bibirnya tidak luntur. Oke, sebenarnya itu tidak perlu. Toh ia akan pulang, tetapi ia cuma gadis biasa yang punya dorongan alami menjaga rona bibirnya tetap ada.

Setidaknya begitulah yang coba ia yakini, meskipun nyatanya ia hanya tidak ingin King melihat bibirnya pucat karena sakit hati.

King menyebalkan. Sampai kapan pun ia tetap akan memakai topeng itu. Sampai kapan pun ia tidak akan mengatakan perasaannya seperti saat masih berumur 17 tahun!

Cukup satu kali saja ia mencoba.

Seharusnya kalau King ingin mereka melangkah menuju hubungan yang lebih jauh, King yang seharusnya bergerak.

Mengingat betapa dekatnya Haneul menempel pada King pada saat berdansa tadi, ia kembali terbakar api cemburu.  Kabar buruknya, saat ia kembali ke tempat di mana ia meninggalkan Jungkook. Pria yang duduk menunggunya mendadak saja berubah menjadi King Taehyung yang ingin ia hindari. Pria itu tidak bersama Haneul, sendirian dan santai. Sesekali berbicara dengan sang bartender yang janggutnya selebat rumput di lapangan bola.

Menyadari bahwa sebaiknya ia pergi sebelum King melihatnya, itu sudah sangat terlambat sebab King entah bagaimana tahu ia ada di sana. Tangan pria itu terulur, menahan dan menariknya dengan cara paling seksi yang pernah Soojae lihat. Pria itu kini duduk menghadapnya, tatapan kurang ajar naik-turun dari wajah ke dadanya. Oh! Soojae bingung bagaimana harus bersikap. Mencekik atau mencium King?

"Jungkook?"

Meskipun sulit, akhirnya Soojae mencoba memutuskan kecanggungan di antara mereka—tidak, kecanggungannya sendiri. Tahu bahwa sampai beberapa detik kemudian King pasti akan terus menatapi dadanya seolah ia tengah telanjang.

King menarik sudut bibir. Tadi, pria itu kelihatan cemburu melihatnya dekat dengan Jungkook, sekarang mata King berkilat-kilat senang. Entah apa yang dipikirkannya, Soojae bergidik saat tangan King turun ke pinggul dan menariknya mendekat. Ia secara otomatis berdiri di antara paha King yang terbuka, pria itu duduk dengan punggung bersandar ke bar di belakangnya. Sekarang Soojae terperangkap di sana, gelisah dan kelu.

"Jungkook sedang pergi."

"Pergi?"

"Ya."

"Kemana?"

"Putri tuan Junho mengacau, dia sedang membawanya keluar."

"Oh, Jira ...."

"Kau mengenal dia?" Alis King terangkat. Soojae berjuang untuk tidak berjengit saat ibu jari King mengusap-usap pinggulnya. Sentuhan apa pun, sekecil apa pun. Efeknya sangat dahsyat. Apalagi setelah ia mengingat ucapan nyonya Dami.

Sᴡᴇᴇᴛ Sᴛᴀʟᴋᴇʀ  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang