09 : Badai Gairah

2.2K 259 143
                                    

Apa katanya? Alat kontrasepsi. Pengaman? Pengaman ....

Sepanjang sisa jam kerja setelah King membeli bahan-bahan makanan, pikiran Soojae melayang pada King dan apa yang akan dilakukannya dengan sang teman kencan begitu mereka sampai di rumah.

Apakah King akan memasak dulu? Atau mereka akan memasak dan makan sambil menonton film? Setelah film selesai, mereka akan berciuman dan bercinta, atau bahkan saat menonton mereka sudah berciuman dan bercinta? King dengan Haneul?

Untuk berjaga-jaga, katanya. Tentu saja berjaga-jaga jikalau King sudah tak kuat menahan nafsunya lagi. Seperti sore itu, sore di mana King menciumnya di mobil.

Dasar bajingan! Pria itu datang ke tokonya sengaja untuk menggodanya. King ingin ia merasa bersalah dan menyesal. Lucu sekali. Sampai kapan pun ia tidak akan memaafkan bajingan mesum itu.

Tidak akan, Soojae tidak akan pernah mau memikirkannya lagi. Ia tidak sudi memikirkan King meskipun dia pria tertampan yang pernah dikenalnya, ia tidak sudi lagi menyebut namanya meskipun King adalah orang yang telah memberi pamannya pekerjaan.

Jadi, selepas pulang bekerja. Ia mampir untuk membeli beberapa buku di toko buku, ia berusaha keras menyibukkan diri. Apa saja, asalkan ia tidak perlu memikirkan King dan bertanya-tanya apa yang tengah dilakukan pria itu di rumahnya bersama Haneul. Apakah mereka sudah berciuman? Apakah mereka sudah saling melepas pakaian? Apakah mereka sudah makan atau bahkan belum?

Kenapa? Rasanya sungguh menyakitkan. Seolah King tengah terang-terangan mengkhianatinya, padahal ia tak ingin merasakan hal demikian. Mereka hanya orang asing, beberapa tahun lalu mereka berciuman karena King sengaja melakukannya untuk membuatnya sedih. Sekarang pria itu juga membuatnya sedih, seperti ... seperti entahlah.

King jelas-jelas kembali bukan untuknya, pria itu kembali karena sesuatu. Bodoh sekali kalau Soojae percaya King menyesal karena pernah menyakitinya, jelas-jelas pria itu tidak memikirkan soal perasaannya.

"Aku pulang!"

"Selamat datang. Bagaimana hari ini?"

"Ramai, orang-orang berbelanja untuk persiapan musim hujan."

"Yeah, untung saja kita punya banyak persediaan kentang di rumah."

"Oh! Aku bisa mati bosan karena kentang," pekik Yuna tak terima. Soojae mengacak-acak rambut sepupunya, usil. "Rasakan itu!"

"Huh! Dasar gadis kentang."

"Dasar tukang molor!"

"Ma, lihat! Soojae Eonni tak pernah mau mengalah."

"Enak saja. Mana mungkin aku mau mengalah dari gadis keras kepala sepertimu."

"Kalian sama-sama keras kepala. Ayo! Berdamai."

"Yeah, kurasa lebih baik begitu." Yuna tersipu-sipu saat Soojae mengeluarkan sebatang cokelat dari tas selempangnya.

"Terima kasih, Eonnie. Aku mencintaimu."

"Dasar gampangan!"

Begitu Yuna berlari pergi ke kamar, bibirnya berkata, "Kau lapar, Sayang? Aku memasak sup untukmu."

"Oh, aku suka itu."

"Pergilah, biar kuhangatkan supnya sementara kau berganti baju."

Senyum Soojae merekah lebar, tetapi hanya sesaat sebelum ia berpamitan untuk kembali ke kamar dan menjatuhkan diri di atas kasur yang empuk. Pikirannya melayang-layang, seperti orang yang tengah diguna-guna. Benar-benar menggelisahkan, itu membuat Soojae marah.

Ia menolak untuk larut dalam kesendirian dan pergi untuk mandi meskipun udara terasa sangat dingin. Musim hujan akan segera dimulai, dan ramalan cuaca berkata badai mungkin akan segera menyerbu kota. Lagi-lagi Soojae teringat dengan King yang sempat tanyakan soal jadwal kepulangannya. Pria itu pasti bertanya hanya sekadar basa-basi, bukan karena benar-benar peduli.

Sᴡᴇᴇᴛ Sᴛᴀʟᴋᴇʀ  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang