Bian menatap sendu pada Abel yang enggan melahap bubur yang Bian buat, sudah dua hari sejak ia mengunjugi Gian, mendapati kekecewaan Abel yang tidak bisa menemui pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu
Kondisi Abel tidak memburuk, tapi juga tidak membaik, wanita itu masih terlihat lemah, tidak nafsu makan hingga berat badannya yang turun dengan drastis membuat Bian benar-benar khawatir
"Sayang, makan sedikit ya, dua suap lagi, kamu belakangan ini makan sedikit banget, Bel. Berat badan kamu turun banget"
"Gak bisa, Bi. Mual banget"
"Satu suap lagi kalau gitu"
"Gak bisa, Bian"
"Bisa, paksain, biar bisa minum obat, demi anak kita, please?"
Abel menatap sesendok bubur yang Bian sodorkan, menarik nafas panjang sebelum kemudian melahapnya dan mencoba menelannya perlahan
Namun, belum ada semenit hingga Abel menutup mulutnya menunjukkan gesture ingin muntah hingga wanita itu turun dari ranjangnya dan memuntahkan isi perutnya di depan kloset
Bian buru-buru meletakkan semangkuk bubur di tangannya, mengambil beberapa lembar tissue basah sebelum kemudian berjalan cepat menuju kamar mandi, melirih melihat bagaimana wanita kesayangannya terduduk lemas di depan kloset memuntahkan isi perutnya
Bian mendekat, berjongkok untuk mengurut dan mengusap pelan tengkuk leher wanita itu. Setelah memastikan Abel menyelesaikan urusannya, Bian membantu wanitanya membersihkan sisa muntahan di mulutnya dengan tissue basah bersamaan dengan Abel yang tiba-tiba saja menitikkan air matanya dan mulai terisak pelan
"Sayang?"
Bian hendak bertanya namun Abel memilih menarik pria itu dan memeluknya, menenggelamkan wajahnya di dada bidang Bian sementara Bian sendiri membalas pelukan wanita itu sambil mengusap punggungnya sayang
"Maaf..."
"Gapapa--" Bian mengecup pelan pucuk kepala Abel sembari terus mengusap punggungnya dengan lembut "--gapapa sayang, nanti kita telfon dokter Mela ya biar minta infus atau dokter mungkin punya solusi biar kamu bisa makan, okay?"
Bian melepas pelukannya, menghapus air mata yang menghiasi wajah pucat kekasihnya sebelum kemudian membantu Abel berdiri dan menuntunnya untuk kembali berbaring di ranjang
Pria itu menyempatkan diri mengusap perut buncit kekasihnya, menciumnya dengan lembut sebelum menyelimutinya sebatas dada, menatap Abel sambil tangannya yang mengusap sayang kepala wanitanya itu
"Aku tinggal sebentar keluar ya, mau cuci piring sekalian telfon dokter Mela"
Abel hanya mengangguk mulai memejamkan mata bersamaan dengan Bian yang memberikan kecupan singkat di dahi wanitanya yang terasa agak hangat sebelum setelahnya pria itu mengambil mangkuk yang masih terisi penuh, mengambil ponselnya dan membawa keduanya sekaligus keluar kamar
Pria itu membuang bubur yang masih tersisa banyak ke tempat sampah sebelum kemudian menyuci piring dan beberapa piring kotor lain yang belum dicuci. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Bian dengan segera mengambil ponselnya, mengirim pesan kepada dokter Mela meminta izin untuk menghubungi dokter itu jika tidak sibuk
Dirinya mengirim pesan sembari berjalan menuju ruang tengah, berniat mengistirahatkan diri selama beberapa saat. Namun, langkahnya terhenti bahkan sebelum Bian sampai persis di ruang tengah ketika netranya menangkap Gian sedang berdiri tampak menerawang sekeliling
Dengan jantung yang berdebar keras, Bian berjalan mendekat "Bang Gian?"
Si pemilik nama menolah pada akhirnya menatap Bian yang kini berdiri di hadapannya
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN PASSION
Любовные романыHubungan terlarang antara Bian dengan Abel yang merupakan kakak iparnya. Bian pikir, itu hanya nafsu sementara, tapi seiring berjalannya waktu perasaan yang ia pikir hanya nafsu berubah. Awalnya ia hanya menginginkan tubuh kakak iparnya, tapi semaki...