CHAPTER 23 : Waktu Terakhir [END]

8.5K 115 25
                                    

Bian terduduk lemah dengan wajah kacaunya di depan dua peti terbuka di mana Abel dan anak mereka berbaring tak menghembuskan nafas

Betapa Bian berharap bahwa yang dia hadapi sekarang hanyalah mimpi buruknya, tapi faktanya semua yang dia hadapi sekarang adalah kenyataan, kenyataan yang sangat sulit diterima

Benar, Bian memang berharap pada Tuhan agar Dia memberikan kasihnya dan menyelesaikan segala penderitaan yang Abel dan anak mereka derita, tapi bukan penyelesaian ini yang dia inginkan, bukan dengan kepergian mereka yang Bian inginkan

Sungguh andai Bian tahu bahwa akhirnya akan seperti ini, harusnya dia tidak pernah masuk ke dalam kehidupan Abel, harusnya dia tidak pernah jatuh cinta dan ingin memiliki Abel, harusnya anak mereka tidak pernah hadir, dan banyak kata harusnya sehingga hal seperti ini tidak akan pernah terjadi

Abel, bahkan belum sempat melihat bagaimana rupa anak mereka yang selama ini sangat dinantikan, tapi nyatanya mereka memilih untuk berhenti berjuang dan pergi bersama meninggalkan Bian sendirian

Pria itu bahkan tidak tahu bagaimana dirinya akan hidup setelah ini, demi Tuhan semuanya terasa sangat berat, sangat sangat berat

"Pak Bian--" seorang pria berjalan mendekat menghampiri Bian yang masih terduduk berpangku lutut di hadapan dua peti terbuka di hadapannya dan kemudian berbisik "--peti akan ditutup dalam waktu 10 menit sebelum proses kremasi"

Lagi, Bian mengangguk menitikkan air matanya, mengumpulkan kekuatannya untuk berdiri menghampiri dua orang kesayangannya sebelum nanti pria itu tidak lagi bisa melihat keduanya

Tungkainya berjalan lemah menghampiri peti yang lebih kecil, berhenti tepat di samping peti tersebut menatap wajah cantik bayinya, Gabriella

Gabriella Leia Arbian

Bian terkekeh pelan merasa jadi ayah yang buruk karena pria itu bahkan baru memberikan nama saat akan mendaftarkan kematian anaknya. Padahal dulu dia menahan diri untuk menunggu Abel sadar dan memberikan nama untuk putri mereka bersama, namun takdir tidak memberikan kesempatan itu membuat Bian harus memberikan putri mereka nama sendiri

Gabriella Leia Arbian, yang mana bisa diartikan sebagai putri Arbian yang diberkati Tuhan

Meski kehadirannya hanya sebentar, putrinya tetaplah sebuah berkat, berkat yang akan selamanya Bian cintai sepanjang hidupnya

Pria itu tak lagi membendung air matanya, membiarkan air matanya mengalir menatap wajah cantik putrinya yang tertidur sambil tangannya yang mengusap pelan kepala kecilnya

"Princess ayah udah mau ketemu Tuhan ya--" Bian berhenti sejenak "-- rasanya pasti lega ya, karena Iyel udah gak ngerasain sakit lagi, udah gak pake banyak alat-alat asing di tubuh Iyel, iya kan?"

Dalam tangisnya, Bian tersenyum lirih kali ini dengan jemarinya mengusap lembut pipi mungil yang terasa dingin itu "Iyel, baik-baik di sana ya, jagain bunda.. ayah minta maaf karena ayah Iyel harus ngerasain rasa sakit, sekarang ayah lepasin Iyel, Iyel janji harus bahagia sama bunda ya"

Kemudian pria itu menurunkan wajahnya mencium pucuk kepala mungil itu dengan lembut, mencoba menyampaikan tanpa kata bahwa Bian begitu mencintai putrinya, berharap bahwa putrinya bisa merasakannya dengan tulus

Cukup lama Bian mencium pucuk kepala putrinya sebelum kemudian pria itu berdiri, sekali lagi mengusap sayang pipi Gabriella dengan jemarinya dan setelahnya beralih kali ini mendekat pada peti terbuka yang lebih besar tepat di samping peti putrinya, tempat di mana Abel juga berbaring cantik dengan gaun putihnya

Bian tersenyum menatap Abel dengan tatapan penuh cinta, mendekat meraih telapak tangan pucat kekasihnya yang begitu dingin dan mengusapnya

"Cantik banget, Bel--" pria itu memandang wajah kekasihnya, mencoba merekam setiap bagian dari wajahnya sebelum setelah ini Bian tidak lagi bisa memandanginya secara langsung

"-- kacau banget, Bel, kalau kamu pergi gimana caranya aku bisa mandangin kamu kayak gini secara langsung, kalau kangen gimana ya, Bel, liat foto doang mah mana puas"

Bian terkekeh pelan, tapi siapapun yang mendengar kekehan itu jelas tahu bahwa pria itu tengah berusaha menahan rasa sakit tak tertahankan di hatinya

"Aku gak tau gimana caranya aku ngungkapin perasaan aku, Bel. Aku gak siap banget ditinggal kayak gini, apalagi harus ditinggal secara bersamaan sama dua orang yang aku cintai, curang banget kamu pergi sama Iyel akunya ditinggal sendirian--"

Lagi, Bian tertawa pelan, masih dengan tangannya yang mengusap telapak tangan Abel sambil matanya yang tak berhenti mengeluarkan air mata

"-- tapi gapapa, selama kamu gak sakit lagi, selama Iyel gak sakit lagi, aku gapapa"

Tangannya kali ini beralih mengusap kepala wanitanya dengan lembut

"Abel, aku cuma mau bilang makasih buat semuanya ya, buat semua waktu yang kita habiskan bersama, aku minta maaf karena belum bisa jadi kekasih yang baik, maaf karena gak bisa jaga kamu dengan benar, maaf karena aku kamu harus laluin hal yang menyakitkan, aku minta maaf, Abel, aku cinta banget sama kamu"

Kemudian Bian mendekatkan wajahnya menempelkan bibirnya dengan bibir Abel dengan lembut, cukup lama membuat air matanya kembali mengalir sebelum akhirnya menjauh dan menatap kekasihnya dengan senyuman lirih

"Kamu bahagia di sana ya, Bel, aku titip Iyel, dijaga baik-baik anak kita, hm?"

Dan tepat setelah Bian mengatakan itu, seseorang yang merupakan salah satu pengurus acara pemakaman segera mendekat, mulai menutup kedua peti untuk segera diperoses kremasi

Bian menyaksikan setiap prosesnya dengan air mata yang membendung di pelupuk matanya menatap bagaimana kedua peti itu dibawa dan dikremasi, barulah saat itu Bian menangis sejadi-jadinya menyadari bahwa ia tidak akan pernah lagi bertemu dengan Abel dan putri mereka Gabriella, untuk selamanya

Bagaimanapun waktu terus berjalan dan Bian tetap harus tetap melanjutkan hidupnya dengan rasa sesal dan rindu yang tidak pernah selesai, berharap bahwa suatu hari nanti ia akan segera diberi kesempatan untul berkumpul dengan Abel dan anak mereka di dunia dan waktu yang lain

-TAMAT-

FORBIDDEN PASSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang