Kehangatan Tanpa Kata

8.6K 277 6
                                    

"Sayang, Jeno?" Haechan membangunkan suaminya yang nyenyak tertidur, begitu lelap seolah tak ada dunia lain.

"Eungh... lima menit lagi, ya?" suara Jeno serak, tertahan oleh kantuk yang berat.

"Ya sudah, aku siapin sarapan dulu. Lima menit, ya? Setelah itu aku kembali," kata Haechan, suaranya lembut namun penuh perhatian.

Haechan turun, meski tubuhnya sudah segar, dia memilih untuk tetap menjaga ketenangan. Dia telah mandi sejak pagi.

"Pagi, Nyonya," ucap salah seorang maid dengan penuh hormat.

"Pagi juga, Bi," jawab Haechan, mendekat ke para maid yang sedang sibuk di dapur. Hatinya ingin membantu, meski tahu tugasnya bukan di situ.

"Nyonya, saya yang masak, nanti Tuan marah," kata maid yang berusaha menghalangi.

"Haha... tidak Bi, saya yang masak, sebentar saja kok," Haechan tersenyum, meyakinkan.

"Baik, Nyonya," jawab maid itu dengan patuh.

Haechan terus fokus memasak, meski beberapa kali maid lainnya menggantikan tugasnya. Namun Haechan tetap teguh, hatinya ingin memasak untuk Jeno, bahkan jika hanya sebentar.

"Bi, apa Tuan sudah bangun?" Haechan bertanya, matanya melirik jam di dinding.

"Belum, Nyonya," jawab maid dengan lembut.

"Astaga, Jeno... sudah siang, malah masih tidur," gumam Haechan, sedikit kesal namun masih ada cinta yang menyelimuti suaranya. Tanpa berkata lebih, dia melanjutkan masakannya, sementara maid itu kembali menggantikan pekerjaan Haechan.

Haechan kemudian masuk ke kamar, dan menemukan Jeno masih terlelap. Tanpa ragu, ia menarik selimut sang suami.

"LEE JENO!!" serunya, suara penuh dengan cinta dan sedikit kesal.

"Hmm... iya, sayang," Jeno terbangun, matanya masih sayu dan terkejut.

"Bangun! Sudah siang," Haechan berkata dengan nada sedikit keras namun penuh perhatian.

"Iya, sayang, aku mandi," Jeno buru-buru bangkit, wajahnya masih tampak mengantuk.

Haechan membuka lemari, menyiapkan jas Jeno dengan teliti, memastikan segalanya rapi. Setelah itu, ia kembali ke dapur untuk membantu maid menata sarapan. Karena hanya ada mereka berdua, sarapan pagi ini terasa sederhana namun penuh cinta.

Sudah hampir enam tahun Haechan dan Jeno menikah, namun tak seorang pun yang tahu, meski mereka belum dikaruniai momongan, Jeno sama sekali tak mempermasalahkan hal itu. Baginya, kebersamaan mereka lebih dari cukup.

Jeno turun dengan setelan jas dan dasi yang sedikit berantakan.

"Morning," sapa Jeno, tersenyum meski tubuhnya masih tampak lelah.

"Morning," jawab Haechan dengan senyum manis, membenarkan dasi Jeno yang belum rapi.

Sebuah ciuman singkat menyentuh bibir Haechan. "Sini," ucap Haechan lembut, membenarkan dasi Jeno dengan penuh perhatian.

"Dah, ayo makan," kata Haechan dengan suara lembut.

"Iya."

Haechan menyajikan sarapan untuk Jeno terlebih dahulu, kemudian untuk dirinya sendiri.

"Hmm... ini bukan masakan maid, kan?" tanya Jeno, mencicipi hidangan yang terasa berbeda.

"Eum... bukan, ini masakanku," jawab Haechan dengan bangga.

"Enggak enak?" tanya Jeno, sedikit khawatir.

"Enak kok, sayang. Kamu kan sudah aku bilang, jangan masak. Kamu itu istri aku, bukan pembantu," Jeno berkata dengan lembut, wajahnya penuh perhatian. Jeno memang hampir tak pernah marah pada Haechan.

Always Together (Nohyuck) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang