Maafkan, sayang, aku baru bisa up cerita ini setelah beberapa hari ku tunda, karena sibuk tiba tiba dateng dan sinyal yang kadang sulit. Kadang, cerita ini juga ketimpa cerita lain, sampe aku lupa buat up.
Namun, meskipun aku merasa ceritaku ini tidak terlalu istimewa, aku harap kalian bisa menikmatinya. Setiap orang punya selera yang berbeda, bukan?
Sudah empat hari mereka berada di sana, dan akhirnya hari itu tiba—hari untuk pulang. Jaemin segera membawa Renjun kembali ke rumah, begitu juga dengan Jeno.
Sesampainya di mansion, Jeno berjalan berdampingan dengan sang istri. “Sayang, istirahat saja ya,” ujar Haechan lembut, senyumnya menyejukkan hati.
“Kamu juga, sayang,” jawab Jeno, matanya memandang Haechan dengan penuh kasih.
“Aku masih ingin makan dulu,” jawab Haechan, meskipun tubuhnya terasa lelah.
Jeno hanya mengangguk, kemudian naik ke lantai atas, sementara Haechan berjalan ke dapur. Kandungan Haechan yang sudah memasuki bulan kesembilan membuatnya lebih sering merasa lapar, lelah, dan mudah capek.
Haechan menikmati makan siangnya dengan tenang, hingga tiba-tiba, Renjun datang menyapa, mengusik ketenangannya.
“Chan!” sapa Renjun riang, langsung masuk tanpa menunggu undangan, seperti biasa. Rumah Haechan sudah seperti rumah kedua baginya.
“Eh, Njun! Makan sini yuk,” ajak Haechan, tersenyum hangat.
“Aduh, enggak deh, gue bosen, Chan. Kalau kamu nggak hamil gede, gue pengen jalan-jalan sama kamu. Tapi ya begini, kamu hamil besar, jadi harus hati-hati.”
“Jaemin mana?” tanya Haechan sambil sibuk dengan makanannya.
“Gue nggak tahu. Tadi dia anterin gue, terus ngilang ke mana gitu,” jawab Renjun.
“Jalan-jalan sama Jaemin aja,” saran Haechan, masih tersenyum.
“Gue maunya sama kamu,” jawab Renjun dengan sedikit cemberut.
“Hah, ya ampun, Chan, gue lupa!” ucap Renjun, seolah baru tersadar.
“Lupa apa, Njun?”
“Belum jemput Shotaro, nanti mama bisa marah sama gue. Oke deh, gue pamit dulu ya, Chan,” kata Renjun tergesa.
“Hati-hati, jangan ngebut-ngebut, ya!” pekik Haechan, mengingatkan.
“Yaa!!” jawab Renjun sambil berlalu.
Di waktu yang hampir bersamaan, Jeno turun dari atas. Ia tak bisa tidur jika Haechan tidak ada di sampingnya.
“Sayang,” panggil Jeno, suaranya lembut, mencoba mencari perhatian Haechan.
Haechan menoleh, “Ya? Kenapa? Kok nggak tidur?” tanyanya, sedikit bingung.
“Gak bisa tidur, mau peluk kamu,” jawab Jeno, berjalan mendekat dan memeluk Haechan.
“Mau?” tawar Haechan dengan senyum menggoda, seraya menawarkan makanan yang masih ada di tangannya.
“Gak, kamu aja,” jawab Jeno, menginginkan lebih dari sekadar makanan.
“Ayo, sayang, kita tidur,” rengek Jeno, dengan nada manja.
“Tidur aja sana, hush-hush tidur lagi, ya!” ucap Haechan dengan nada setengah mengusir.
“Aku maunya kamu,” jawab Jeno, sedikit kecewa.
“Aku lagi makan, Jeno. Tidur sendiri aja bisa nggak sih?” kata Haechan, masih mencoba menikmati santapannya.
“Kok gitu, kamu marah sama aku?” tanya Jeno, dengan wajah cemberut.
“Yaudah, nggak papa. Kalau kamu ngambek, aku cari suami baru aja. Ya, Nak, cari daddy baru yuk!” kata Haechan, mengerjai Jeno dengan tawa kecil.
“Iihh, sayang, jangan gitu. Iya, iya, nggak ngambek lagi!” jawab Jeno, berusaha membujuk.
Haechan kemudian berjalan mendekat dan memeluk Jeno, yang segera membalas pelukannya dengan erat. “Dedeknya gerak, perutku sakit,” bisik Haechan, matanya menatap Jeno dengan sedikit khawatir.
Jeno terkejut, matanya membelalak. “Ke dokter gimana?” tanyanya dengan nada panik.
“Gini aja, nanti juga berhenti sendiri kok,” jawab Haechan sambil tersenyum tipis, mencoba menenangkan Jeno.
Dengan hati-hati, Jeno menggendong Haechan ala bridal carry, membawa istrinya ke ranjang. Dia meletakkan Haechan dengan pelan, takut melukai sang istri atau bayi mereka.
“Bener nggak mau ke dokter, sayang?” tanya Jeno lagi, masih ragu.
Haechan menggeleng pelan. “It’s okay, Jen. Aku udah biasa,” jawabnya, memberikan senyum yang menenangkan.
Jeno berbaring di samping Haechan, memeluk tubuh kecil istrinya dengan penuh perhatian. “Kita tidur aja ya, sayang?” ujar Jeno, mengusap lembut punggung Haechan.
Mereka berdua terlelap dalam pelukan, saling merasakan kenyamanan dan kedamaian yang hanya bisa ditemukan dalam kebersamaan.
Namun, malam itu, Haechan terbangun dengan perut yang kembali lapar. “Jen,” panggilnya, dengan suara lembut yang membangunkan Jeno.
“Kenapa, sayang?” jawab Jeno, suaranya serak, masih setengah tertidur.
“Aku lapar,” ucap Haechan, mengeluh pelan.
“Aku cuci muka dulu ya, kamu mau makan apa?” tanya Jeno, masih menguap.
“Terserah kamu aja,” jawab Haechan, mengangguk pelan.
“Oke, tunggu sebentar ya. Aku bakal masakin spesial buat kamu,” kata Jeno, semangat kembali muncul di wajahnya.
Haechan mengangguk setuju, menunggu dengan sabar. Jeno bangkit dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, lalu ke dapur untuk menyiapkan sesuatu yang spesial untuk istrinya yang sedang hamil.
BERSAMBUNG...

KAMU SEDANG MEMBACA
Always Together (Nohyuck) ✔✔
FanfictionHaechan menemukan cinta sejati dengan Jeno, suami super perhatian dan melindungi nya dari segala bahaya "Jeno suamiku yang selalu menjagaku"- Haechan Nohyuck area Jeno top Haechan bot NO PLAGIAT 🚫 Start: 15 Juli 2024 End: 7 November 2024