Kelahiran Cinta: Jagoan Kecil Kami

1.2K 73 2
                                    

Jeno membawa sepiring makanan yang baru saja ia buat menuju kamar. Ternyata, Haechan sudah tak sabar untuk menikmati hasil masakannya.

"Omlet datang!" seru Haechan dengan wajah ceria.

"Waah," Haechan tersenyum sumringah, matanya bersinar melihat Jeno datang membawa makanan.

"Makasih, Jeno," ucapnya penuh rasa terima kasih.

"Sama-sama, sayang. Dimakan ya, atau mau aku suapin?" tanya Jeno, dengan tatapan lembut.

"Ngga kok, aku bisa makan sendiri," jawab Haechan, menyuapkan makanannya dengan ceria, mengangguk-angguk lucu sambil memberikan jempol sebagai tanda bahwa masakan Jeno begitu lezat.

Haechan, dengan senyuman, memberikan satu sendok agar Jeno mencobanya. Jeno tidak bisa menolak, karena jika ia menolak, Haechan pasti akan tantrum.

"Hmm... enak banget. Selesaikan ya, sayang," kata Jeno dengan penuh pujian.

Selesai makan malam, Jeno membawa piring kembali ke dapur, namun begitu ia kembali, Haechan sudah tertidur dengan tenang, meski hanya sebentar dia pergi.

"Bumil lucu banget," ucap Jeno, tersenyum melihat Haechan yang terlelap.

"Mimpi indah, sayangku," lanjut Jeno, mencium kening Haechan dengan penuh cinta.

Pagi itu, Haechan mulai mengeluh karena kontraksi yang datang begitu mendalam. Jeno langsung panik, bahkan ia memutuskan untuk tidak pergi ke kantor meskipun ada pertemuan penting dengan kolega-koleganya.

Haechan merasa perutnya semakin kencang, dan rasa sakit semakin tak tertahankan.

"Sayang, ke rumah sakit saja ya? Aku nggak tega lihat kamu seperti ini," ucap Jeno dengan penuh kekhawatiran, berlutut di depan Haechan, satu tangan Haechan terletak di pundaknya.

Namun, Haechan masih enggan dibawa ke rumah sakit. Ia khawatir jika ini hanya kontraksi palsu, seperti yang sering terjadi sebelumnya.

Jeno, yang tak kuasa melihat istrinya kesakitan, semakin khawatir. Haechan semakin tidak tahan, rasa sakit itu semakin menggila. Haechan menggenggam erat pundak Jeno, berharap sedikit ketenangan.

"Ngga ada penolakan ke dokter, sayang," ujar Jeno tegas, tak memberi kesempatan bagi Haechan untuk menolak lagi.

Dengan cemas, Jeno segera membawa Haechan ke mobil dan membawa istrinya menuju rumah sakit. Setibanya di sana, Haechan langsung diberikan infus dan berganti pakaian rumah sakit.

Di ruang VVIP, Haechan berjalan pelan, bertumpu pada tangan Jeno. Haechan bisa merasakan betapa cemasnya Jeno. Air mata Jeno menetes begitu saja, tak tertahan.

"Kok nangis? Kenapa?" tanya Haechan, senyumnya manis meski rasa sakit tak kunjung hilang.

"Terharu saja, makasih ya, sayang. Terima kasih kamu mau berjuang untuk melahirkan jagoan kita," ucap Jeno dengan penuh haru, suaranya sedikit terisak.

"Udah tugas aku, Jeno. Tugas aku membawa dia lahir ke dunia," jawab Haechan, penuh keteguhan.

"Pasti sakit banget, ya sayang?" tanya Jeno, hatinya penuh rasa khawatir.

Haechan menggeleng pelan, "Sakit itu akan terbayarkan, Jeno, ketika jagoan kita lahir ke dunia," jawab Haechan dengan penuh keyakinan.

"Kamu kuat, aku yakin itu," kata Jeno, meraih tangan Haechan dengan penuh cinta.

Haechan mengangguk, mengiyakan setiap kata Jeno. Mereka berpelukan, menguatkan satu sama lain sebelum Haechan dibawa ke ruang operasi.

Di luar ruang operasi, Jeno terus berdoa. Ia tak pernah berhenti memohon agar istrinya dan anak mereka selamat. Setelah tujuh tahun penantian bersama Haechan, akhirnya mereka akan memiliki buah hati yang akan menambah keceriaan di rumah mereka.

Tak lama setelah itu, suster keluar membawa Haechan yang masih terpejam matanya. Diikuti oleh box bayi yang berisi bayi laki-laki mungil yang masih merah. Jeno berlari mengikuti mereka, matanya tak bisa lepas dari istrinya yang terbaring lemah namun penuh kekuatan.

Setibanya di kamar VVIP, bayi mereka diletakkan di inkubator, menunggu Haechan untuk memberikan ASI pertama kali.

Setelah tiga jam, Haechan perlahan membuka matanya. Wajah pertama yang ia lihat adalah Jeno, suami yang sangat ia cintai. Jeno menggenggam tangan Haechan dengan erat, matanya penuh air mata haru.

"Jeno," lirih Haechan, senyum tipis menghiasi wajahnya yang lelah namun penuh kebahagiaan.

Jeno membuka matanya, dan segera memeluk Haechan, tak tahan lagi untuk menahan rasa rindunya setelah hanya tiga jam perpisahan.

"Sayang, makasih. Makasih udah lahirin jagoan kita. Makasih sekali lagi karena udah bertahan sampai titik ini," ucap Jeno, suaranya gemetar.

"Sama-sama, Jeno," jawab Haechan, sambil tersenyum bahagia.

Box bayi itu kemudian dibawa ke dalam kamar Haechan. Dengan tangan gemetar, Haechan menggendong bayi mereka, merasakan hangatnya tubuh kecil itu dalam pelukannya. Suster memberikan beberapa arahan mengenai perawatan bayi.

Haechan tersenyum lebar, matanya berbinar. "Dia tampan, Jeno," ujarnya penuh kebanggaan.

"Iya, dia tampan," jawab Jeno, matanya juga berbinar.

"Berikan dia nama, Jen," kata Haechan dengan senyum manis.

"Lee Jisung," jawab Jeno, penuh makna.

"Nama yang bagus. Lee Jisung, anak mommy. Selamat datang ke dunia, anak mommy," kata Haechan, matanya berkaca-kaca, penuh rasa cinta.

Jeno terharu, ini adalah keluarga kecil yang ia impikan. Kehadiran si kecil Jisung akan menambah warna dalam rumah tangga mereka yang semakin hangat.

Tak lama setelah itu, Renjun dan Jaemin datang, membawa buah tangan berupa beberapa stel baju bayi.

"Chan, udah punya buntut aja lo," kata Renjun, sambil berpura-pura menangis.

"Iya dong, lo kapan punya buntut?" jawab Haechan, sambil tertawa.

"Bulan depan otw nikah, jangan lupa datang ya, kalian bertiga," ujar Renjun.

Haechan tertawa kecil. "Buntut gue harus banget nih ikut," canda Haechan.

"Ya iyalah, kan ganteng, aduh lucunya!" jawab Renjun.

Jaemin hanya menggeleng, tak tahu harus berkata apa melihat tingkah lucu calon istrinya.

Sudah empat hari Haechan dirawat, dan kini saatnya mereka pulang. Untuk pertama kalinya, Jisung pulang ke mansion. Di ruang tamu, sudah menunggu kakak perempuan Haechan.

Haechan menyerahkan gendongan Jisung pada Jeno. Ia ingin memeluk kakaknya, karena selain Jeno, ia juga membutuhkan dukungan dari sosok ibu atau kakak.

"Echi, udah bukan anak kecil lagi nih. Adek-nya nuna udah jadi ibu. Selamat ya," ucap Minji dengan senyum hangat.

Haechan mengangguk, tersenyum. "Nuna kapan menyusul? Nggak bosen sendiri terus?" tanya Haechan, dengan senyum penuh kasih sayang.

BERSAMBUNG...
OTW END YA, SAYANG SAYANG KUHH

JANGAN BOSEN BACA BOOK GABUT INI YA, BEB...

Always Together (Nohyuck) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang