Sejak kejadian di rumah Citra, Dalia memutuskan untuk tidak berteman dengan siapa pun di kelas ini. Tidak, bahkan mungkin di sekolah ini. Dia mengakui bahwa imannya masih setipis tisu dibagi tujuh, sehingga akan mudah terikut arus.
Saat yang lain memenuhi kantin untuk beristirahat, Dalia memilih ke masjid sekolah, salat duha empat rakaat. Mencurahkan isi hatinya pada Yang Maha Kuasa. Tak jarang air matanya ikut meleleh, seperti saat ini. Tiba-tiba dari bawah tirai pembatas saf muncul selembar tisu. Buru-buru Dalia mengelap air matanya dan mengintip orang di balik tirai itu. Namun, orang yang kemungkinan besar memberinya tisu sudah berada di ujung pintu masjid dan terburu-buru untuk menghilang dari hadapannya.
Ya Allah, malu banget. Jadi dia tahu aku nangis? Pipi gadis berkerudung lebih dari siku itu memerah. Dia pikir tempat itu akan selalu sepi dan bisa menjadi tempat berkeluh kesahnya dengan bebas. Tak mau ambil pusing, Dalia kembali ke kelasnya. Lima menit lagi bel akan berbunyi.
Sesampainya di bangku, Dalia memutuskan untuk membaca Al-Qur'an saku yang biasa dibawanya kemana saja. Beberapa dari murid di kelas itu menatap aneh padanya. Bahkan ada yang berani menyeletuk, "Sok suci banget, j*r." Bukannya tak dengar, Dalia malas menanggapi hal tak berguna itu. Walau begitu, hatinya tetap sakit. Jika bukan lillahi ta'ala pasti dia sudah memukul orang yang tak bisa menjaga lisannya tadi.
"Oh my god! Guys, siapa yang udah ngerjain PR Kimia? Please, jangan ingetin Bu Eka. Aku belum, huhu." Suara cempreng itu berhasil menyadarkan Dalia yang asyik membaca Al-Qur'an bahwa dia pun belum mengerjakan PR itu.
Astagfirullah. Aku juga belum! Ya Allah, gimana ini? Rautnya panik seketika dan segera mengeluarkan buku kimianya. Bagaimana bisa murid serajin Dalia lupa mengerjakan PR?
"Gak diingetin juga bakal inget sendiri beliau, mah. Lagian kamu pacaran mulu, sih. Temen-temen banyak yang baru ngerjain di sekolah juga dari tadi."
"Kok my baby gak ingetin, sih?"
"Dia, kan, beda kelas. Nih, nyontek punyaku aja."
Nahasnya bel telah berbunyi bersamaan dengan kedatangan Bu Eka, guru tergalak, tertegas, terdisiplin, dan terserius. Tatapannya saja dapat membuat siapa pun bergidik ngeri. Benar-benar guru killer. Kelas yang tadinya ramai seperti pasar langsung berubah menjadi kuburan, sunyi.
Setelah salam, Bu Eka langsung menagih PR. "Bagi yang tidak mengerjakan PR, silakan keluar kelas!" Dengan berat hati Dalia melangkahkan kaki ke luar kelas diikuti Raya. Raya sedikit lega karena dia tak akan sendiri di luar kelas.
"Dalia, kamu tahu kan, kalau Bu Eka itu guru terkiller di sekolah ini?" tanya Raya membuka percakapan. Dalia hanya mengangguk lemas. "Terus kenapa gak ngerjain PR? Hehe, bagus sih aku jadi ada temennya," lanjutnya.
"Qadarullah aku lupa, Ra."
"Apaan tuh qadarullah?"
"Qadarullah itu artinya takdir Allah atau ketentuan Allah. Biasanya, orang pakai kata ini buat nunjukin bahwa mereka menerima atau pasrah dengan apa pun yang terjadi karena percaya itu sudah ditentukan oleh Allah. Misalnya, kalau ada kejadian yang nggak diinginkan, tapi kita yakin ada maksud baik di balik itu, kita bisa bilang qadarullah. Paham gak?"
Raya terdiam sesaat. "Wah, jadi apa maksud Allah bikin kamu lupa ngerjain PR?"
"Ngobrol sama kamu, mungkin."
"Hahaha bisa aja, dah." Dalia hanya membalas dengan senyum manisnya. Lalu mereka larut dalam pikirannya masing-masing selama beberapa saat. Sesekali mereka mengintip ke dalam kelas. Tak betah dengan kesunyian, Raya mendapat ide gila. "Eh, aku yakin murid kayak kamu belum pernah nyoba ini, kamu mau coba?"
Alis Dalia terangkat satu. "Coba apa?"
"Sini!" Siswi periang itu menarik lembut tangan Dalia.
"Eh, eh? Raya, nanti kalau ketahuan Bu Eka gimana?" paniknya. Namun Raya berhasil menangkan gadis yang belum pernah melanggar peraturan itu bahwa Bu Eka asyik mengajar sehingga murid yang dihukum di luar kelas tidak akan mendapat perhatian sama sekali.
"Ini ruang musik?" tanya Dalia begitu sampai di tempat tujuan. Raya mengangguk senang lalu masuk ke ruang tersebut. Dalia membuntutinya dari belakang. Lalu pintunya ditutup. Gadis berambut panjang itu menceritakan dengan semangat bahwa ini adalah ruang klub musik, ekstrakurikuler yang dipilihnya, dan dilakukan tiap Sabtu.
Ah, iya, aku belum memilih ekskul. Dalia tampak berpikir sambil mendengarkan celotehan panjang Raya.
"Mending kita ngadem di sini aja daripada capek nunggu di depan kelas. Kita main kertas batu gunting, yang kalah harus nyanyi pake mikrofon. Tenang aja, di sini kedap suara, kok."
"Aku gak bisa nyanyi, Ra. Gimana kalau misal aku yang kalah baca Al-Qur'an aja?" tawarnya yang langsung disetujui Raya.
Zinnia Wafa - 24 Juni 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Jannahmate
Teen Fiction"Aku ... jujur, aku belum terbiasa. Teman-temanku banyak yang berbuat maksiat. Banyak yang skip salat, pacaran, ngerayain ulang tahun, sentuh-sentuhan yang bukan mahram, banyak, deh. Aku takut, Ba. Takut keikut maksiat kalau berteman dengan mereka...