17: Kencan

99 47 78
                                    

Jawaban Raya masih terngiang di benak Farhan. "Lihat sikon besok, ya, Han." Tangannya yang melambai padanya, langkah kecilnya yang cepat, aroma khasnya yang menenangkan, dia masih mengingat tatapan yang Raya berikan saat itu.

"Farhan, kok tumben permainan kamu kacau hari ini? Lagi ada masalah kah?"

Farhan tersentak dari lamunannya. Dia menoleh, memandang pelatihnya dengan tatapan kaget dan berusaha menetralkan pikiran serta wajahnya. "Enggak, Pak. Sepertinya saya kurang tidur, hehe," jawabnya berbohong.

"Oke, deh. Kalau gitu, segera pulang dan istirahat yang cukup! Bapak pulang duluan, ya." Pelatih basket itu bergegas meninggalkan lapangan sambil menatap layar ponselnya.

"Han! Bareng gak?" teriak salah seorang temannya.

Farhan menggeleng dan menjawab, "Duluan aja."

Lapangan makin sepi, menyisakan beberapa orang yang sedang sibuk dengan ponselnya masing-masing.

"Ah! Kangen banget! Tapi aku yakin waktu itu dia cuma mau nenangin aku. Dia gak beneran bakal ngelihat sikon. Dia pasti bakal nolak ajakanku lagi. Sial, gara-gara Dalia hubunganku sama Raya jadi gini." Farhan menyandarkan punggungnya ke kursi yang diduduki. Tangannya mengepal, tersirat kekesalan di dalamnya.

"Kok bisa, sih, Raya jadi berubah seratus delapan puluh derajat karena temenan sama Dalia? Seberpengaruh itu? Hmm ... bentar deh, apa aku bujuk Dalia aja biar dia ngizinin? Aku yakin sebenarnya Raya masih pengen bareng aku, cuma si anak baru itu yang ngalangin. Oke, kalau gitu aku bakal dapetin izinmu, Ustazah Dalia!" monolognya sambil bangkit dari posisi duduk.

Tangannya segera menyambar ponsel yang berada di dalam tas. Farhan meminta nomor telepon Dalia pada Citra—yang dibalas heboh olehnya. "Ngapain minta nomor Dalia? Jangan-jangan kamu beneran ada sesuatu sama dia! Terus nasib Raya gimana? Kalian putus?"

Farhan memutar bola matanya malas. Sebenarnya remaja itu tidak ingin menjelaskan apa pun, tapi dia ingat bahwa Citra merupakan salah satu tukang penyebar gosip paling top di sekolahnya. Lelaki penyuka basket itu mengembuskan napas pasrah dan segera membalas. "Enak aja putus-putus! Ini tuh, mau minta izin ke Dalia biar dibolehin kencan. Jangan nyebar gosip aneh-aneh! Awas aja!"

Semangat bergosip Citra langsung sirna. Gadis itu mengirim nomor Dalia tanpa berkomentar apa pun.

Farhan pun memulai perjuangannya untuk mendapat izin Dalia. Pertama-tama dia mengirim pesan perkenalan. "Assalamualaikum, ini Farhan, tolong di-save, ya." Lalu dilanjut dengan rentetan meminta izin.

"Daliaaa, tolong izinin Raya buat main sama aku, dong."

"Kita cuma main-main aja, kok. Gak bakal aneh-aneh, janji!"

Farhan sudah menduga bahwa pesannya tidak akan dibalas. Perjuangannya tidak berhenti di situ. Dia juga menelepon Dalia beberapa kali walau selalu diabaikan. Sesekali mencoba video call—yang pasti ditolak juga.

Perjuangannya terus berlanjut. Farhan sudah mempertipis urat malunya. Dia tidak ragu muncul di hadapan Dalia untuk memohon persetujuannya mengajak Raya bermain. Pagi-pagi sudah berada di depan kelas XI-1 menunggu kedatangan Dalia.

"Assalamualaikum, Dalia!"

"Waalaikumussalam," jawab Dalia pelan sambil masuk ke kelas tanpa menatap lawan bicaranya. Farhan terus membuntuti hingga Dalia berhenti di bangkunya. "Kamu ngapain di sini?" tanya gadis itu sedikit memekik karena kegat.

"Mau minta izin buat malmingan sama Raya, hehe. Boleh?" Farhan melembut-lembutkan suaranya. Dalia menggeleng dan segera mengusir Farhan.

Saat istirahat, Farhan membayar makanan dan minuman yang dibeli Dalia. Dia tidak menyerah untuk membujuk teman pacarnya agar mendapat izin. Begitu pula ketika pulang sekolah tiba, dia sudah berdiri gagah di depan kelas menunggu gadis itu keluar. Farhan terus melakukan upaya tersebut hingga tiga hari.

JannahmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang