10: Pacaran

239 132 108
                                    

"Allah itu sayang banget sama hamba-Nya, eh dibalesnya apa sama kita? Kita masih suka bermaksiat, salat malas-malasan, jarang ngaji." Ustad berusia sekitar 32 tahun itu menjelaskan dengan suara merdu nan tegas. Apalagi saat membacakan dalil-dalil Al-Qur'an, membuat suasana di Masjid Al-Ikhlas pada Minggu pagi itu terasa semakin sejuk.

Raya tak menyangka akan diajak ke kajian. Pantas saja Dalia menyuruhnya berganti pakaian tadi. Jika tidak, dirinya pasti sudah mati kutu karena malu menggunakan pakaian minim. Semua perempuan di sini terlihat anggun dengan gamis longgar mereka. Raya yang merasa asing dengan suasana ini, mencoba fokus untuk mendengarkan penceramah muda di depan. Dalia nulis apaan, dah? Gini doang dicatet? Batin Raya bertanya-tanya saat melihat Dalia yang serius mencatat.

"Allah gak cuma sayang sama hamba-Nya yang beriman. Allah tetep sayang sama semuanya, tanpa pandang bulu karena Allah itu Ar-Rahman, Yang Maha Pengasih. Mau mereka berdosa, gak beriman, islam KTP, atau penjahat sekali pun, Allah tetep ngasih mereka napas untuk hidup. Bayangkan kalau kita berbuat dosa terus napasnya kudu bayar? Bayangkan kalau saat kita bermaksiat langsung Allah tumbuhkan jerawat? Penuhlah badan ini sama jerawat." Hati Raya berdebar mendengarnya.

Selama ini dia hanya islam KTP. Dia tidak pernah mengenal islam lebih dalam, tak ada yang mengajaknya, orang tuanya sibuk, teman-temannya lebih suka berfoya-foya, apalagi sang pacar. Hatinya terketuk dan merasa bersalah.

Diliriknya Dalia yang berada di samping. Tampak bersinar, seakan membawanya menuju jalan baru yang belum pernah dilalui sebelumnya. Kini dia paham kenapa Dalia sering ke masjid sekolah dan suka membaca Al-Qur'an.

Sebubarnya kajian, Raya memegang kepalanya. "Dalia, tolong tuntun aku," bisik Raya lemah. Otaknya terlalu banyak mendapat informasi baru. Dalia justru terkekeh pelan.

"Iya, tenang aja aku tuntun, sini." Dalia menggapai tangan Raya perlahan.

"Bukan! Maksudnya, tuntun aku buat bisa kenal islam lebih jauh. Selama ini aku gak pernah serius belajar agama islam. Orang tuaku gak penah bahas agama, bahkan my mom juga gak pakai kerudung. Teman-temanku juga, mana pernah ke kajian bareng kayak gini. Apalagi my baby Farhan, dia mah cuma ngajakin pacaran," ujarnya menjelaskan. Dalia tersenyum mendengar hal itu. Hatinya berbunga-bunga sekaligus lega. Doa yang selama ini dia panjatkan akhirnya terkabul. Dia mendapat teman menuju surga-Nya di sekolah barunya.

"Dengan senang hati, Ra. Oh iya, aku jadi inget, tentang pacarmu ...." Belum selesai Dalia berucap, tiba-tiba segerombolan remaja perempuan datang menyerbu mereka. Gagal sudah rencana Dalia untuk menasihati Raya tentang pacaran.

"Dalia!" teriak mereka bersamaan. Raya bingung. Apalagi melihat Dalia senang melihat gerombolan itu datang. Tangan Dalia melambai menyambut mereka.

Buset, siapa nih? Heboh bener, dah. Tanya Raya dalam hatinya. Gadis ekspresif itu tidak bisa menyembunyikan wajah kaget dan herannya.

"Kangen banget, kamu lama gak ke sini semenjak pindah. Gimana kabarnya?" tanya salah seorang dari mereka.

Setelah menjawab pertanyaan tersebut, Dalia memperkenalkan Raya pada mereka, begitu pula sebaliknya. Gerombolan itu adalah teman-teman Dalia dari sekolahnya yang dulu. Mereka berbincang cukup lama untuk menghilangkan rindu.

"Loh, kamu gak tau kalau Dalia tuh populer di sekolahnya yang lama?" celetuk salah seorang di gerombolan itu.

"Ssstt! Jangan bahas itu!" timpal Dalia. Wajahnya sedikit memerah. "Jangan didengerin, Ra. Mereka emang suka bercanda," imbuhnya sambil menatap Raya. Namun terlambat, Raya sudah terlanjur penasaran.

"Oh iya? Terus-terus gimana? Populer karena suaranya enak, kan?" tanya Raya antusias sambil tersenyum menggoda Dalia yang sedang menahan malu.

"Hahaha betul, Dalia dulu suka menang lomba baca Al-Qur'an, loh, terus saking populernya pernah dilabrak sama kakel gegara ... hmmph!" Dalia mendekap mulut anak itu dengan tangannya, sambil menggeleng kuat.

"Gak penting, Ra! Jangan didengerin, ayo kita balik aja," ajak Dalia, tangannya masih menutup mulut anak tadi. "Kapan-kapan aku ceritain deh," sambungnya mencoba meredakan rasa penasaran Raya.

"Serius? Janji, ya? Aku catet dulu di hp biar inget, hehehe." Raya langsung menyetujuinya dan membuka ponsel untuk mencatat janji Dalia.

"Ingat-ingat janji Dalia, Ra, hahaha. Tagih terus!" celetuk salah seorang teman lama Dalia.

Sebelum berpisah, mereka foto bersama atas ide Raya. Gadis itu ingin mengunggahnya di Instagram. Tentu saja dengan syarat wajah Dalia harus ditutupi. Pertemuan inilah yang akan menjadi sumber masalah di masa depan yang tidak pernah mereka duga.

•••

"Keren!"

Dalia dan Raya tertawa bersama melihat lukisannya masing-masing. Mereka berdua memang tidak ada bakat melukis, tapi nekat datang ke Kafe Lukis setelah pulang dari kajian. Selain tersedia kopi dan minuman lain, di Kafe Lukis juga menyediakan peralatan lukis. Sehingga pengunjung bisa berkreasi lewat lukisan sambil menikmati menu makanan dan minuman di sini.

"Oh, iya! Tadi kamu mau ngomong apa tentang my baby?" Raya teringat perkataan Dalia yang sempat terpotong karena teman-teman lamanya datang. Matanya menatap Dalia, menunggu jawaban.

"Gini, sebelumnya, kamu sudah tahu belum kalau pacaran itu ... hmm, haram?" Dalia berhenti melukis, fokusnya beralih ke temannya, membalas tatapan yang diberikan.

"Hah? Haram? Serius? Tapi, Dal, aku sama dia gak pernah aneh-aneh pacarannya. Cuma pegang tangan sama pelukan, gak pernah cipokan apalagi anu," tuturnya kaget dan tanpa sadar nada bicaranya meninggi.

"Ra, di dalam islam itu, cowok sama cewek yang bukan mahram gak boleh bersentuhan." Dalia menggenggam lembut tangan Raya. "Terus kenapa sih, dilarang pacaran? Soalnya pacaran itu gerbang menuju zina, Ra. Mungkin sekarang emang gak aneh-aneh, tapi siapa yang tahu ke depannya? Lagian pas pacaran itu kan, berduaan sama yang bukan mahram. Namanya khalwat, itu juga gak boleh, Ra. Kalau sudah berduaan dengan yang bukan mahram, yang ketiga pasti setan. Setan bakal lebih gampang ngegoda kita yang lemah iman ini," lanjutnya.

Raya terdiam dan berusaha mencerna penjelasan Dalia. Dia memang berusaha menjadi muslimah sejati seperti Dalia sejak hari ini, tapi entah mengapa mendengar fakta barusan hatinya begitu sakit. Gadis itu tidak sanggup berpisah dengan Farhan.

Dalia merangkul pundak Raya dan berbisik, "Aku tahu ini berat, Ra, tapi kalau kamu meninggalkan sesuatu karena Allah, insyaallah akan diganti dengan yang lebih baik. Tenang, aku bantu biar kamu bisa putus, kita pelan-pelan aja, ya."

"Ini beneran haram?" Rupanya Raya masih tidak bisa menerima kenyataan pahit itu. Wajahnya lesu tak bertenaga.

Dalia tersenyum, sudah kuduga kalau ini bakal susah, batinnya.

"Beneran. Dalam Surah Al-Isra ayat 32 disebutkan: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk. Nah, pacaran itu mendekati zina, kan? Banyak banget kasus perzinaan yang bermula dari pacaran. Saat pacaran juga banyak hal-hal yang dilarang sama islam, contohnya kayak pegangan tangan seperti katamu tadi."

"Tapi, Dal, Farhan itu baik banget, dia gak bakal ngerusak aku. Dia tuh, beda dari mantan-mantanku. Dia beneran tulus cinta sama aku. Dulu mantan-mantanku sering manfaatin aku, sedangkan Farhan, justru dia yang ngasih segalanya buat aku," ujarnya.

"Terus kamu mau gimana? Ngelanjutin maksiat ini setelah tahu kalau dosa?" Dalia mencoba bertanya dengan lembut dan tenang. Dia bingung menasihati orang yang pacaran. Ternyata memang betul seperti kata gurunya dulu, menasihati orang berpacaran seperti menasihati tembok.

Mata Raya berkaca-kaca, dosanya sudah cukup banyak. Dia tidak ingin menambah saldo dosanya. Remaja itu ingin memulai lembaran baru sebagai muslimah yang taat. Namun nyatanya, taat tak segampang itu. Imannya masih lemah untuk putus dengan Farhan. Keadaan hening beberapa menit. Raya mencoba untuk menahan air matanya yang hendak jatuh.

Kenangan bersama Farhan masih terasa jelas. Dia masih ingat bagaimana Farhan menembak dirinya dengan kaku. Kegugupan saat awal pacaran masih bisa dia ingat. Perubahan Farhan menjadi lelaki romantis juga masih dia ingat. Genggamannya yang hangat, suara lucunya saat melawak, aksi konyolnya, pelukan yang menenangkannya, aroma parfumnya, dia masih ingat semuanya dan tak ingin kehilangan hal itu. Dadanya begitu sesak ketika memikirkan untuk putus dengan Farhan. Dalia langsung memeluk Raya begitu air mata gadis-yang biasanya ceria-itu tak dapat ditahan lagi. Dua remaja itu tenggelam dengan pikirannya masing-masing dalam satu pelukan hangat.

Zinnia Wafa - 13 Agustus 2024

JannahmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang