"Hah?" teriak beberapa orang terkejut. "Ekhem, ya, tentu aja boleh!" sahut salah satu diantara mereka yang terkejut tadi. Dalia tersenyum menatap Raya, ternyata Raya menepati janjinya untuk pergi ke kantin bersama.
Walau ekspresi orang-orang di sekelilingnya kurang baik, Dalia tidak begitu peduli. Dia paham bahwa segalanya butuh proses dan suatu saat nanti mereka bisa berteman baik. Semoga saja, batinnya.
"Tumben banget ustajah Dalia gabung sama kita," bisik salah satu gadis pada teman di sebelahnya, yang dibalas dengan menaikkan kedua bahu.
"My baby, kangen!" teriak Raya tatkala melihat pacarnya datang bersama dua temannya dari arah berlawanan.
Loh, astagfirullah aku baru inget kalau Raya punya pacar! Mana ada temannya pula. Pikiran Dalia gelisah melihat tiga orang laki-laki akan bergabung.
Pacar Raya mempercepat langkahnya, begitu pun Raya. "Oh iya, mulai hari ini, kita ke kantin bareng Dalia, Babe. Dalia, kenalin ini Farhan, pacarku."
Farhan berinisiatif untuk bersalaman dengan Dalia lalu menyodorkan tangannya, tapi Dalia menyatukan kedua telapak tangannya di dada sambil tersenyum kemudian menunduk. "Pfftt ...." Kedua teman Farhan menahan tawa.
"Mulai deh, sok sucinya," bisik remaja berbando merah pada teman di dekatnya. Murid-murid di kelas Dalia sudah tidak kaget dengan pemandangan barusan. Sejak murid baru itu datang ke sekolah ini, dia selalu menolak bersalaman dengan para siswa yang hendak berkenalan dengannya. Demikian juga ketika sesi bersalaman dengan guru laki-laki, gadis itu tidak pernah menyentuh sedikit pun.
Berbeda dengan beberapa murid yang tidak sengaja lewat, sebagian masih memandang aneh pada sikap Dalia. Farhan menarik kembali tangan yang tadi dijulurkan. Detik berikutnya dia menggaruk tengkuknya dan berkata kikuk, "Ah, salam kenal."
"Oke! Yuk, ke kantin. Keburu penuh, nih." Raya menggandeng tangan Dalia dan pacarnya secara bersamaan untuk berjalan menuju kantin lalu diikuti gerombolannya.
Kebisingan kantin, aroma berbagai makanan, para murid yang berdesakan mengantre, sisa makanan yang berceceran, menjadi pemandangan khas milik kantin. Wah, kacau sekali, batin Dalia melihat kantin di sekolah ini berbeda dengan kantin di sekolahnya dulu. Tapi aroma masakannya enak-enak! Matanya sudah berkeliling dan mencari makanan mana yang dia inginkan.
Setelah menghabiskan banyak tenaga untuk mengantre, mereka berkumpul di pojok ruangan. Dalia segera melahap bakso kantin untuk kali pertama sejak dia pindah. Remaja itu senang akhirnya bisa mencicipi rasa makanan kantin di sekolah ini.
Di tengah makan, Raya tidak bisa untuk tidak bicara. Gadis cantik itu mendominasi percakapan dengan membahas hal-hal seru saat bersama Dalia. Mulai dari suara Dalia yang indah saat mengaji di ruang musik, bertemu Dalia di toko buku, dan mencari dompetnya yang tertinggal. "Kalian tahu, ternyata, isi dompetnya hilang!" Wajahnya menunjukkan seakan itu adalah hal yang bagus. Dia melanjutkan ceritanya dengan antusias, "Terus aku sama Dalia ke pos satpam, deh, liat dari cctv. Ada yang ngambil!"
"Berapa?" celetuk salah seorang dari mereka.
"Sekitar tujuh ratusan."
Detik berikutnya teman-teman Raya tertawa. "Hahaha, padahal Raya mah, hilang dua juta juga bakal ikhlas." Dalia terkejut dan hampir tersedak kuah bakso. Tidak ada yang mengkhawatirkan Raya, justru dibuat bahan bercanda.
"Hilang dua juta tumbuh jadi sepuluh juta ya, Ra?"
Raya seakan sudah biasa dengan candaan itu. Tawanya juga tak kalah kencang dari teman-teman yang lain. Dalia sedikit sedih karena nominal itu sangat berarti untuk keluarganya di masa-masa sulit ini. Di luar sana pun banyak yang kesusahan mencari pundi-pundi rupiah. Batinnya bertanya-tanya sakit, apakah orang kaya memang suka bercanda seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jannahmate
Teen Fiction"Aku ... jujur, aku belum terbiasa. Teman-temanku banyak yang berbuat maksiat. Banyak yang skip salat, pacaran, ngerayain ulang tahun, sentuh-sentuhan yang bukan mahram, banyak, deh. Aku takut, Ba. Takut keikut maksiat kalau berteman dengan mereka...