"Ih, Kak Dal gak pernah cerita kalau temenan sama Kak Raya! Aku suka banget dengerin suaranya Kak Raya nge-cover lagu, hehe," celoteh Lila saat pertama kali bertemu dengan Raya. Hari Minggu kemarin Lila bermain bersama teman-temannya sehingga tidak tahu kehadiran Raya saat itu. Begitu pula sore ini. Sepulangnya bermain, dia kaget melihat orang yang selama ini hanya dapat ditatap lewat layar ponsel, ada di rumahnya. Dia bahkan tidak sungkan-sungkan untuk meminta Raya foto bersama, meminta tanda tangan, dan minta di-follback.
Seperti biasa, Raya menyambut dan melayani penggemarnya dengan senang hati. Lalu mereka membahas beberapa musik terbaru, bertukar pikiran tentang penyanyi favorit mereka, konser, album, alat musik, semua dunia permusikan mereka bahas. Terakhir, mereka menyanyikan potongan lirik bersama.
Dalia tidak habis pikir melihat kelakuan adiknya itu. "Oh, jadi kamu masih ngemusik? Hm? Pengen dapet wejangannya umma, iya?" tanya Dalia dengan sedikit ancaman. Tangannya meraih roti buatannya sendiri yang masih hangat. Raya yang melihat itu ikut mengambil roti buatannya.
Lila langsung menciut dan memohon pada kakaknya agar merahasiakan percakapan mereka kali ini. "Aku janji gak bakal dengerin musik lagi, selain suaranya Kak Raya, please," pintanya memelas.
"Ya, ya, ya. Ya sudah sana mandi, kita mau lanjut belajar!" usir Dalia pada adiknya.
Perempuan yang masih mengenakan seragam putih biru itu langsung menuruti perintah kakaknya. Meninggalkan ruang tamu dengan wajah kusut dan kecewa. Padahal Lila masih ingin berdiskusi lebih lama dengan Raya. Namun, dia tidak punya kekuatan melawan kakaknya.
Raya yang tak dapat menahan rasa penasarannya menanyakan, "Memangnya gak boleh ngemusik, Dal?" Raya menatap Dalia penuh tanda tanya dan raut khawatir. Aktivitas makan rotinya dihentikan.
Jangan-jangan musik juga haram? Pikirnya. Dia sudah terlanjur jatuh cinta pada musik, sama seperti jatuh cinta pada Farhan. Putus dari Farhan aja belum berhasil, masa iya harus putus sama musik juga? Huhu. Sedihnya dalam hati.
"Kalau itu banyak pendapat sih, Ra. Aku juga masih perlu belajar tentang hukum musik." Jawaban Dalia barusan membuat Raya mengembuskan napas lega dan lanjut memakan roti buatannya sendiri—yang menurutnya sangat enak. "Nah, di keluargaku itu, nyoba buat ngikutin pendapat yang 'harus berhati-hati' sama musik. Jadi, sama umma kita dilarang ngedengerin musik. Untungnya aku gak terlalu suka musik, tapi buat Lila susah sih, karena dulu sebelum dilarang sama umma, Lila punya cita-cita jadi penyanyi. Dia udah les vokal dan ikut beberapa lomba," lanjutnya menjelaskan.
Raya mengerjapkan matanya lalu mengangguk paham sambil ber-oh ria. Hening beberapa detik, Raya berpikir dan merenung. Tak lama kemudian dia bertanya lagi, "Jadi, aku harus ikut pendapat yang mana?"
"Aku pernah dengar ada pendapat ulama yang ngebolehin musik, tapi dengan syarat liriknya gak boleh mengandung arti yang jelek atau melanggar syariat islam, paham gak? Contohnya, musik tentang pacaran, mabuk, atau zina," jelasnya dengan hati-hati, takut Raya merasa keberatan di masa hijrahnya ini.
"Ah, I see! Berarti harus milah-milah lagu, dong? Harus paham liriknya?"
"Betul. Semangat, Ra!" ucap Dalia sambil menepuk pundak temannya pelan. "Udah azan magrib, nih, mending kita mandi dulu, siap-siap salat, terus lanjut belajar, deh. Kamu pakai bajuku dulu aja, ya?"
Raya mengangguk setuju dan merasa mendapat aliran energi positif dari Dalia. Gadis yang baru hijrah itu tersenyum lebar sambil megikuti langkah temannya yang menunjukkan kamar mandi rumah ini. Setelah bergiliran mandi dan salat berjamaah, Dalia mengajak Raya untuk membaca Al-Qur'an sebentar, sebelum melanjutkan belajar. Aba, umma, dan Lila sudah mengambil Al-Qur'an masing-masing, bersiap untuk saling menyimak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jannahmate
Novela Juvenil"Aku ... jujur, aku belum terbiasa. Teman-temanku banyak yang berbuat maksiat. Banyak yang skip salat, pacaran, ngerayain ulang tahun, sentuh-sentuhan yang bukan mahram, banyak, deh. Aku takut, Ba. Takut keikut maksiat kalau berteman dengan mereka...