13. -

176 17 1
                                    

"Kak, gimana?"

Indira tak menjawab, gadis ini sedang fokus memperhatikan setiap manusia yang keluar dari gedung sekolahnya.

Sedangkan Ellan yang tak mendapatkan jawaban tentu merasa kesal, ia memasang wajah sinis kepada sang kakak yang membelakanginya itu. Lalu memutar tubuhnya agar ia berhadapan dengan Fiona.

Atensinya kini berfokus kepada Fiona, ia tersenyum canggung kala melihat ekspresi Fiona yang sangat datar. Sejujurnya ia masih takut, apa lagi jika Freyan sampai mengetahui rencananya dan sang kakak.

Awalnya, Fiona ingin meminta izin kepada Freyan sebelum ia menyetujui permintaan kedua adik kakak ini. Namun, keduanya bersikeras dan terus memohon agar ia tak meminta izin pada Freyan. Karena mereka yakin, Freyan tak akan mengizinkannya.

Fiona tahu ini adalah hal yang sangat beresiko, mengingat bagaimana sikap Freyan yang membuat manusia selayaknya bidak dari sebuah permainan catur yang siap ia mainkan. Helaan nafas keluar secara kasar dari mulut Fiona. Hal ini membuat Ellan tak nyaman, ia membungkukkan tubuhnya.

"Maaf, kak. Karena kita, kakak yang seharusnya ngga terlibat, malah harus ikut terlibat." Fiona merubah fokus atensinya kepada Ellan, ia tak bisa menyangkal dan mengatakan tidak apa-apa, sedangkan dirinya sendiri takut. Takut jika firasat yang mengatakan bahwa Freyan akan kemari untuk menyusulnya akan menjadi kenyataan.

Fiona menggigit bibir bawahnya, ia tak tahu harus apa saat ini, bahkan untuk membelas perkataan Ellan saja, rasanya tak mampu, "Ellan!" Secara reflek badan Ellan kembali tegap, kedua pasang mata mengarah pada Indira yang sepertinya melihat sesuatu. Yang tentu, tak seharusnya ia lihat.

"Kenapa kak?!" Indira tak menjawab, hal ini mengundang rasa penasaran dari keduanya. Fiona dan Ellan sempat beradu pandang, sampai akhirnya mereka berlari untuk mendekatkan diri pada Indira.

Fiona membulatkan kedua matanya, begitu juga dengan Ellan. Apa yang Fiona takuti terjadi. Tidak, ini lebih menakutkan dari apa yang ia bayangkan. Hal yang berbahaya akan terjadi, dan bisa saja gedung ini hancur karenanya.

"Kak Freyan? Raisan?" Ellan memang terkejut karena kedatangan Freyan yang sepertinya baru memasuki gerbang sekolahnya. Namun anehnya, Freyan langsung berhadapan dengan Raisan.

"Aura mereka. Raisan, bukan manusia?" Ellan mengalihkan pandangannya dengan cepat kepada Indira yang baru saja mengeluarkan suara. Tunggu? Apa maksudnya ini? Raisan? Bukan manusia?

Fiona dapat merasakan keringat yang perlahan bercucuran dengan cepat di tubuhnya, terutama di kedua pelipisnya. Ia melirik sekitar area Freyan dan calon bangsa Serigala yang kemarin sempat Muthe dan Aldo ceritakan. Bingo! Tak ada orang, ia bisa menghentikan apapun yang Freyan ingin lakukan sekarang.

Dengan cepat, Fiona membalikkan tubuhnya ke arah pintu keluar, ia berlari dengan sekuat tenaga. Tak peduli pada pertanyaan yang akan timbul di benak Ellan dan Indira, ia hanya fokus untuk menyelamatkan Freyan.

Sesuai dugaan, dengan berlarinya Fiona tanpa penjelasan, membuat keduanya bertanya-tanya, apa yang sebenernya terjadi. Terutama Ellan, ia masih belum sadar dengan aura yang Raisan pancarkan. Sedangkan Indira yang sadar, hanya memiliki sedikit pertanyaan.

Indira tak tahu pasti, tapi yang jelas. Apa yang dilakukan Fiona adalah langkah yang harus ia ambil juga, dengan secepat kilat, ia berlari mengikuti Fiona. Lalu Ellan? Laki-laki ini tak memiliki pilihan lain, selain mengikuti keduanya. Ia menggaruk tengkuknya yang jelas tak gatal, lalu berdecak kesal, merepotkan.

Eternal Home (Cella)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang