12. -

218 21 0
                                    

"Gue obsesi, bukan cinta."

Raisan menaikkan kedua alisnya, atensinya berhasil teralihkan akibat kalimat yang laki-laki di hadapannya keluarkan.

"Gila." Samudra menarik ujung bibir kirinya, memang benar. Ia gila, gila karena gadis yang selama ini selalu menolaknya. Gadis yang sangat menggiurkan.

Raisan meremas kuat kaleng kopi yang isinya sudah habis ia minum. Hal ini membuat Samudra meliriknya sekilas, sepertinya adik dari Callie ini sedang mengingat kejadian yang tak seharusnya diingat.

"Mau sampai kapan?"

"Apa?"

"Hubungan kita."

"Gua masih normal, ngga suka cowok."

Samudra mengerutkan keningnya, ia menatap Raisan yang ternyata sudah menatapnya dengan kerutan di keningnya juga.

"Bego, bukan gue ama elu."

"Terus?"

"Pertemanan kita, terutama Callie sama Ellan."

Raisan tersentak. Aahh, ternyata hal itu. Benar juga, bagaimana hubungan mereka kedepannya? Raisan membuang kaleng yang sudah remuk ditangannya. Lalu mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Gatau!" Samudra semakin mengerutkan keningnya, bisa terlihat bahwa alisnya menyatu. Ia melangkah untuk mendekati Raisan yang bersandar pada pagar rooftop.

Dengan santai Samudra menenangkan dirinya sendiri, helaan nafas keluar secara perlahan. Raut wajahnya kini berubah menjadi lebih santai, benar-benar manusia dengan manipulasi yang dahsyat.

"Lo cuma tinggal milih. Berhenti berhubungan, atau tetap." Raisan berhenti mengacak-acak rambutnya, ia melirik Samudra yang berada di sebelah kanannya.

Laki-laki itu menatap tanah yang terlihat sangat jauh. "Kalo lo sendiri?" Samudra kembali menarik ujung bibir kirinya, sudah ia duga bahwa Raisan akan bertanya seperti itu.

"Lo udah tahu kalo gue obsesi. Udah jelas gue bakal dapetin dia dengan segala cara, ngga peduli dia manusia, atau bukan." Raisan menunduk, ternyata pilihan ini benar-benar ada di tangannya.

Samudra melirik pada Raisan, dengan senyum yang perlahan terukir. Ia membalikkan tubuhnya, lalu memukul pelan bahu laki-laki yang tubuhnya lebih besar darinya itu.

"Santai aja kali, ngga semua harus sekarang. Tapi, emang lebih baik sekarang." Raisan memasang wajah masamnya pada Samudra, jika laki-laki di sebelahnya bukan teman yang selalu membantunya. Mungkin saja ia sudah babak belur sekarang.

-

"Kak Fiona," merasa namanya dipanggil, gadis ini sontak membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang baru saja menyebut namanya. "Kalian? Ada perlu apa?"

Kedua remaja yang berada di hadapan Fiona melangkah untuk mendekatkan diri pada Fiona. Fiona diam sembari melihat kedua remaja itu, dari raut wajahnya, Fiona bisa menebak bahwa mereka akan meminta saran pada dirinya.

"Kenapa kalian ngga minta saran sama Freyan?" Tepat setelah keduanya berhenti melangkah, Fiona berkata seolah-olah sudah mengerti dengan maksud serta tujuan mereka datang pada dirinya.

"Kak Freyan serem." Fiona tertawa mendengar perkataan spontan dari Ellan, sedangkan Indira panik dan langsung membungkam mulut sang adik.

Sejujurnya, Fiona masih ingin tertawa. Jika Freyan tahu apa yang baru saja Ellan katakan, Fiona bisa menjamin. Gadis itu akan murung sepanjang hari dan akan selalu bertanya apakah benar dirinya semenyeramkan itu.

Eternal Home (Cella)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang