Jam pulang sekolah telah berbunyi, Antares berdiri di depan pintu kelas Kaikala menunggu gadis itu keluar. Saat melihat anak perempuan dengan badan mungil dan rambut pendek melangkah menghampiri, Antares tersenyum, "Ayo pulang anak kecil", Antares menggusar surai Kaikala dengan lembut.
Mendengar panggilan itu, alis Kaikala menukik tajam tak terima, "Gue bukan anak kecil!, stop panggil gue kaya gitu!." ujarnya, Antares tertawa.
"Sampe kapanpun lo tetep anak kecil di mata gue, lagian kan..." Antares tidak melanjutkan ucapannya, ia melihat Kaikala yang lebih pendek dari tubuhnya dari atas sampai bawah.
"Lagian apa?!." Kaikala tahu apa kelanjutan dari perkataan Antares. Lagian kan badan lo emang kecil, pasti kalimat itu yang ingin dikatakan oleh sahabatnya.
"Engga, Kal. Ayo pulang." Antares menarik tangan kecil Kaikala hingga ke parkiran sekolah.
─ ⋯ ─ ⋯ ─ ⋯ ─ ⋯ ─
Motor Antares berhenti didepan gerbang rumah Kaikala, gadis itu turun dari motor. Tangan kecilnya berusaha membuka kaitan helm namun terasa sangat sulit baginya, Antares tersenyum tipis melihat gadis dihadapannya.
"Kalo ga bisa tuh minta tolong." Antares menarik tubuh Kaikala mendekat ke hadapannya, tangan Antares melepaskan kaitan helm yang dikenakan oleh gadis itu.
"Ngerepotin lo mulu kapan mandirinya."
"Ada gue bilang ngerepotin?, lo ga pernah ngerepotin Kal. Yaudah gue langsung pulang ya, lo langsung bersih-bersih terus makan."
"Lo ga mau mampir dulu?."
"Engga, salam buat Nyokap lo. Inget pesen gue, lang-."
"Langsung bersih-bersih terus makan, bawel lo."
Antares tersenyum, "Good girl." tangannya menggusar lembut surai gadis dihadapannya, "Gue pulang ya, dah kecil."
"Iya, hati-hati." Kaikala melambaikan tangannya, Antares menyalakan motor dan langsung melaju.
Kaikala membuka pagar rumah dan masuk kedalam, "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, udah pulang sayang?. Ares mana?." Vany menghampiri anak gadisnya yang baru pulang.
"Ares langsung pulang, Ma. Dia nitip salam buat Mama."
"Waalaikumsalam, yaudah kamu langsung ganti baju gih. Hari ini Mama masak makanan kesukaan kamu."
"Makasih, Ma. Aku ke kamar ya." Vany mengangguk, Kaikala melangkah masuk kedalam kamarnya.
─ ⋯ ─ ⋯ ─ ⋯ ─ ⋯ ─
Antares masuk kedalam rumah, suasananya sangat berbeda dari biasanya? kemana Ayah dan Bundabya berada?. Biasanya saat Antares baru pulang ada Dirga yang sedang minum kopi di ruang keluarga ditemani oleh Arin, namun hari ini sepi.
"Bun?.. Yah?..." Antares melihat ke sekitar, sepi. Tidak ada siapapun.
Ia melangkah masuk dan langsung terkejut saat melihat Dirga berdiri didepan pintu kamar, "Astaga!, Ayah ngagetin aja!." ia mengelus dada.
"Kamu ngapain jalan mengendap kaya gitu?."
"A-ah?, Ares ga mengendap. Ayah mau kemana jam segini rapih?."
"Ke kantor, ada urusan mendadak yang harus Ayah urus."
"Ohh, Bunda mana?."
Dirga hanya mengangkat bahu saat Antares menanyakan keberadaan Arin, "Ayah berangkat dulu." Dirga langsung melenggang keluar rumah.
Antares merasa aneh, ada apa dengan Dirga? tidak biasanya ia seperti itu. Antares melangkahkan kakinya menuju kamar, ia terkejut dua kali saat melihat Arin keluar dari dapur.
"Astaghfirullah!, Bunda ngagetin aja. Tadi Ayah, sekarang Bunda, kalian lagi kenapa si?."
Arin mengangkat bahunya, "Langsung makan, semuanya udah ada di meja makan." Arin langsung pergi masuk ke dalam kamar.
Antares makin bingung dengan sikap Bundanya, "Pada kenapa si orang tua." Ia masuk ke dalam kamar untuk mengganti baju dan langsung ke dapur karena perutnya sudah keroncongan.
Matanya melotot ketika melihat makanan diatas meja makan, "Lah? kok ada lauk sama nasi goreng?. Biasanya Bunda kalo masak nasi goreng temennya cuma telur mata sapi."
Antares mencicipi nasi goreng karena ia berniat untuk makan dengan nasi goreng saja, namun niatnya diurungkan saat mengetahui rasa dari nasi goreng tersebut.
"Buset, nasi goreng apaan ini. Ga mungkin ini masakan Bunda, ini pasti masakan Ayah," Antares mengambil minum untuk menetralkan rasa aneh dari nasi goreng buatan Dirga.
"Kalo ga dimakan juga sayang." mau ga mau Antares harus memakan nasi goreng dan lauk yang ada diatas meja secara bersamaan, hitung-hitung menghargai Ayah dan Bundanya yang sudah memasak.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.