Pada hari ini, kulangkahkan kaki ke sekolah dengan tubuh yang berpatah hati. Meski kutahu, aku harus melihat senyumanmu yang membuat aku takkan pernah melupakannya. Tidak mengapa, aku menyadari hari ini hari terburuk bagiku dibanding hari-hari biasanya. Hanya seberkas cahaya dari ufuk timur yang memancarkan ke wajahku. Kulangkahkan kaki menaiki anak tangga sampai lantai dua. Berharap seperti biasa, semoga hari ini tidak menyisakan luka. Niatku hanya belajar bukan bertemu dia.
Namun sialnya, dia lebih dulu menduduki kursinya. Aku bersikap tak acuh memandang matanya yang pasti dia merasa risih. Padahal, aku baru saja berdo'a tengah malam, meminta dirinya bisa bertukar pandang denganku, itu saja. Namun, kini belum terkabul sepertinya. Aku berusaha meminta kepada temannya untuk mencari tahu cara meluluhkan hatinya. Temannya bilang, dia paling suka kalau kita membahas topik yang lucu dan tidak terlalu berat. Tak butuh waktu lama aku segera membuka obrolan dengan biasa menyapa hai.
Baru saja kusapa, dia segan merespon dengan baik, aku merasa dia sudah siap untuk berbincang. Di saat yang sulit ataupun saat yang bahagia, dia selalu mendatangiku untuk membuatku tertawa lepas menghilangkan rasa lelah. Kita saling berbagi ceria hari-hari semacam itu. Namun, semua itu hanya beberapa hari saja. Entah apa dan karena apa dia terdiam saat aku ingin mendekatinya.
Meski begitu, aku selalu hadirkan raga ini untuk menerima dia sedang tidak baik-baik saja. Namun ternyata, kini keakraban kita tak bertahan lama. Kita kembali asing tanpa lagi ada kabar atau sapaan satu sama lain. Aku termangu melamun menyepi di antara keramaian yang mengganggu.
Jika diingat-ingat, aku tak dapat menghitung ada begitu banyak kenangan yang meluap, tak bisa kulupa. Sosok perjuanganku tak dapat dilihat oleh siapa pun. Hati dan pikiran selalu terusik mengingat kedekatan kita yang dulu, bahkan kau dan aku saling bersandar di bahu dan pernah kuusap kepalamu. Ketika berada di sisimu, hanya dengan begitu saja.
Tak mengapa, mungkin dia berubah karena waktu, dia malu berteman denganku. Dia takut kalau aku terlalu bawa perasaan dan jatuh hati kepadanya. Lihatlah, aku dapat merasa sebahagia ini, bahagia melihatmu tertawa riang dari kejauhan, melepas segala penatku. Terima kasih untuk kenangan yang telah menumpuk, dalam beberapa waktu berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bantal Kusam
AcakKita kerap bercerita, akar-akar masalah ini belantara dari mana? Keputusasaan mengalir maunya apa? Kita sudah semakin tergenang di dalamnya. Hebatnya ujian pertemanan dan percintaan hanya kaulah yang tahu ke mana dan bagaimana. Buku ini sebagai pela...