Dua tahun silam. Ya, kurang lebih dua tahun—mengabdikan diri sesuai sumpah yang pernah diucapkan di akhir masa pendidikan. Bekerja dengan hati, tanpa mengenal atau mempermasalahkan angka yang tidak sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan. Tidak pernah mau menyerah, hanya karena lelah menghadapi beberapa keluhan juga permintaan di luar nalar. Selalu ikhlas untuk hal-hal yang dilakukan dari awal masuk hingga waktunya pulang.
Benar, ikhlas memang selalu bermakna kebaikan. Selain hati yang lapang, tentu ada tenang yang ikut serta mengiring langkah menuju rumah. Perjalanan panjang, kiranya cukup pantas menggambarkan banyak hal yang sudah dilewati selama ada di sana, mengenal banyak orang, memahami sifat berbeda-beda pada setiap orang, dan tentu tidak hanya itu. Masih banyak lagi. Termasuk bertemu dengan seseorang yang luar biasa baiknya, pemilik kasih yang tidak pernah mengenal pamrih. Laki-laki baik, yang tidak pernah bosan berbuat baik.
Sayangnya, kita tidak lagi bisa bertukar sapa dan cerita seperti sebelumnya. Ruang sudah berubah, lingkar pertemanan pun kini berbeda. Jika bukan karena kesalahpahaman yang enggan mendengar penjelasan. Mungkin hari ini masih sama, setia bersama deretan obat-obat yang disusun sesuai alfabetis atau mungkin farmakologinya.
Andai saat itu aku lebih leluasa membela diri, mustahil ada asing yang bisa menyakitkan ini. Hanya saja, rasanya aku benci, jika harus berdiri di tengah manusia yang suka menjilat ludahnya sendiri. Sehingga akhirnya, aku memilih berhenti mengabdi. Meneruskan langkah tanpa terbebani muak dalam hati, meninggalkan beberapa orang yang memang sudah sepantasnya ditinggalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bantal Kusam
RastgeleKita kerap bercerita, akar-akar masalah ini belantara dari mana? Keputusasaan mengalir maunya apa? Kita sudah semakin tergenang di dalamnya. Hebatnya ujian pertemanan dan percintaan hanya kaulah yang tahu ke mana dan bagaimana. Buku ini sebagai pela...