Chapter 23 - Sekejap

28 1 0
                                    

"Bahkan kita baru aja bikin semuanya jadi sempurna, Mas. Aku, kamu, dan rasa yang kita punya."

~Tarunika Mega Tara~

Saat kelas sore mereka selesai, Tarunika, Amara, dan Ruhi segera bergegas keluar dari ruangan. Suasana kampus yang ramai terasa kontras dengan perasaan Tarunika yang sedang kalut. Hembusan napasnya penuh kegusaran. Langkah kakinya pun terasa berat, seakan-akan ada beban yang tak terlihat menahannya untuk melangkah lebih cepat.

Amara yang berjalan di sebelahnya, memperhatikan wajah Tarunika yang pucat dan sorot mata yang tampak kosong. "Tarunika, lo kenapa, sih? Kok kelihatan nggak semangat gitu?" tanyanya dengan nada khawatir.

Tarunika tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. "Gue nggak apa-apa, kok. Cuma lagi nggak enak badan aja," jawabnya. Padahal, jauh di dalam hatinya, ia masih memikirkan pertengkarannya dengan Baskara yang terjadi kemarin malam. rasa hampa yang ditinggalkan, masih terngiang jelas di benaknya.

Ruhi yang ikut mendengar percakapan itu, hanya mengangguk kecil sambil terus berjalan. Ia tidak ingin mengganggu suasana dengan terlalu banyak bertanya.

Sesampainya di depan gerbang kampus, ketiganya berhenti sejenak. Amara memandang Tarunika dengan penuh perhatian. "Lo kalau butuh apa-apa, jangan ragu buat bilang ya, Tar."

"Iya, Tar. Kia bisa bantu kalau lo butuh apa-apa," sahut Ruhi.

Tarunika mengangguk pelan, merasa sedikit terhibur oleh perhatian Amara. "Iya, makasih, teman-temanku."

Setelah berpamitan, mereka pun berpisah. Tarunika berjalan perlahan menuju halte bus, sementara Amara dan Ruhi melanjutkan perjalanan ke arah yang berbeda. Hati Tarunika masih terasa berat, tetapi ia tahu bahwa ia harus menghadapi perasaannya dan menemukan cara untuk menyelesaikan masalah dengan Baskara.

Ia meraih ponselnya di dalam tas. Membuka layar kuncinya. Sejak tadi ia bolak-balik membuka ponselnya, menanti pesan Baskara yang ia harapkan muncul. Ia menghela napas berat. Matanya terasa perih. Berkali-kali ia mengatur napasnya. Tanpa ia ketahui seseorang dari belakang menabrak tubuhnya, sehingga ponselnya terjatuh. Tubuhnya sedikit terhuyung ke depan.

Tarunika hanya menatap ponselnya yang sudah tergeletak di atas trotoar. Menatapnya lama. Bahkan ia tidak memperdulikan seseorang yang menabraknya itu meminta maaf. Tiba-tiba matanya berair. Ia merutuk di dalam hati. Bahkan orang yang baru saja menabraknya hanya mengatakan maaf, lalu pergi tanpa berbuat apa-apa. Namun, sebenarnya yang membuatnya meneteskan air mata bukanlah untuk orang yang menabrakya, tetapi ia hanya menginginkan nama Baskara muncul di ponselnya.

Wajahnya yang tanpa ekspresi itu benar-benar meluberkan banyak air mata. Lalu, seseorang datang di depannya. Menunduk, mengambil ponsel Tarunika. Saat tubuhnya mendongak dan berhasil memperlihatkan wajahnya, Tarunika terpaku. Ia mendongak karena menatap seseorang di depannya yang jauh lebih tinggi darinya.

"Kalau barangnya jatuh itu diambil. Bukan ditangisi," ucap Baskara sambil mengulurkan ponsel Tarunika. 

Tarunika beralih menatap pemberian Baskara, lalu berniat meraih ponselnya. "Makasih, Mas--" kata Tarunika terhenti karena Baskara kembali menarik tangannya.

Mata mereka bertemu. Tarunika memandanganya seperti meminta penjelasan. Baskara menunjuk wajah Tarunika menggunakan ponsel yang masih di tangannya. "Hapus dulu itu air matanya."

Mari Saling BerterimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang