Chapter 32 - Gamang

19 2 0
                                    

"Kamu menahan untuk nggak menangis di depanku, tapi ternyata kamu menangis di belakangku, Tarunika."

~ Baskara Aji Sukma ~

Siang itu di kantin kampus, Tarunika, Amara, dan Ruhi memilih tempat duduk mereka seperti biasa, di pojok dekat jendela yang menghadap taman. Suasananya begitu santai, dengan suara riuh mahasiswa yang mengisi setiap sudut kantin. Di sela-sela mereka menikmati makan siang, Amara membuka percakapan dengan topik yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini.

"Kalian tahu, drama yang gue tonton kemarin seru banget!" seru Amara sambil menyendokkan nasi goreng ke mulutnya. "Santri pilihan bunda itu, loh. Ya Ampun, Fadi ganteng banget. Bayangin, kalau dijodohin sama santri ganteng dan udah matang, gue sih nggak bakal menolak."

Ruhi tersenyum kecil mendengar celotehan Amara. "Gue juga nggak keberatan, asalkan masih diberi kesempatan untuk menolak kalau nggak cocok, sih," sahutnya, setengah bercanda.

Tarunika tertegun, dan tanpa sengaja tersedak saat mencoba menelan makanannya. Obrolan ringan itu membuat dada Tarunika tiba-tiba terasa sesak. Pikiran tentang perjodohan yang dilontarkan Amara dan Ruhi seketika menariknya kembali ke kenyataan pahit yang sedang ia hadapi.

"Tar, haduh!" Ruhi segera menyodorkan segelas air putih. Tarunika meneguk air itu perlahan, mencoba meredakan kepanikan kecil yang menyerang dirinya.

"Pedes banget," jawabnya dengan suara pelan.

Tanpa memperhatikan perubahan raut wajah Tarunika, kedua sahabatnya itu kembali heboh membahas salah satu tokoh laki-laki dalam drama itu. Sementara itu, Tarunika hanya bisa duduk diam, membiarkan pikirannya melayang jauh. Wajahnya kehilangan keceriaan seketika. Pikiran tentang Baskara dan Karin kembali menghantui. Apakah Karin juga akan menerima Baskara dengan mudah? Tarunika tahu, Baskara adalah tipe laki-laki yang tidak sulit untuk dicintai.

Yang Tarunika tahu, Baskara adalah laki-laki baik dari yang terbaik. Setiap hal kecil yang ia lakukan selalu memberikan kesan luar biasa bagi Tarunika. Salah satunya ketika bertemu dengan anak jalanan yang tengah mengorek sampah. Maka, dengan senang hati Baskara akan memanggil mereka dan memberikan makanan.

Kedua sahabatnya terus berbincang, tetapi bagi Tarunika, dunia seolah berhenti sejenak. Hanya ada ia, Baskara, dan keraguan yang semakin menggelayuti hatinya.

"Tar?"

Tarunika mendongak, menatap kedua sahabatnya. "Iya?"

"Sepedes itu ya sampe mata lo berkaca-kaca gitu?" tanya Ruhi.

"Suka banget sih sama sambel, ntar maag kambuh aja nangis," sarkas Amara. Sambil menyalurkan air minum untuk Tarunika. "Ini minum dulu, kalau nggak kuat nggak usah dihabisin, oke?"

Tarunika tertegun. Air matanya malah menetes. Kedua sahabatnya saling pandang. Amara dengan suara paniknya mengatakan, "Loh, eh--kok malah nangis beneran? Maag lo beneran kambuh, Tar?"

"Ra, suara lo heboh banget bikin panik, nih." Ruhi menepuk lengan Amara. "Tar, lo gapapa?"

Tarunika mengusap air matanya. "Sakit banget."

"Kenapa? Apa yang sakit?"

"Sariawan, kena mie pedes jadi sakit banget."

Kedua sahabatnya itu melongo.

Pada akhirnya mereka kembali mengabiskan makanannya. Tarunika berhasil mengecoh sedihnya dengan alasan konyol itu. Setelah makan mereka selesai, Tarunika harus memisahkan diri karena letak apartemennya yang tidak searah dengan Amara dan Ruhi.

"Sembuhin dulu tuh sariawannya baru makan pedes lagi," seru Ruhi ketika mereka sudah melangkah keluar gerbang.

"Ditambah lagi pedesnya biar makin sembuh nggak sih, Tar?" Amara menyenggol lengan Tarunika.

Mari Saling BerterimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang