Chapter 33 - Sederhana Yang Menyempurnakan

28 0 0
                                    

"Prolog yang menarik sebelum berlanjut ke bab satu, ya? Tapi, Mas rasa ... Mas lebih sayang, sih."

~ Baskara Aji Sukma ~

Tarunika melangkah keluar dari gedung kampus dengan pikiran yang dipenuhi oleh tugas dan rencana untuk sisa hari itu. Ia mempercepat langkahnya menuju halte bus. Beruntung, sebuah bus tiba tepat waktu, seolah memberikan kenyamanan setelah hari yang panjang. Tanpa berpikir panjang, ia segera naik dan memilih tempat duduk di bagian belakang, tempat yang biasanya sepi dan membuatnya merasa lebih tenang.

Ia meletakkan tasnya di pangkuan dan memandang keluar jendela. Tiba-tiba sekali hujan yang mulai rintik membuat pemandangan di luar terlihat sedikit kabur, tetapi Tarunika menemukan ketenangan dalam kebisingan kota yang jauh.

Tiba-tiba, seseorang duduk di sampingnya, membuatnya sedikit terkejut. Ia menoleh sekilas, melihat sosok dengan jaket hitam dan kapucong yang menutupi sebagian besar wajahnya. Wajah yang tersembunyi di balik kapucong itu tidak memancing rasa penasaran Tarunika-ia lebih memilih mengabaikannya dan kembali menatap jendela.

Namun, ketika suara yang tak asing terdengar, Tarunika merasakan detak jantungnya melonjak. Suara itu ... begitu dikenalinya. Ia menoleh perlahan, tubuhnya membeku seketika. Suara itu adalah milik Argha. Argha, laki-laki berengsek itu, kini duduk di sampingnya. Kapucong itu masih menutupi wajahnya, tetapi Tarunika tahu, ia tahu bahwa itu Argha.

Tarunika menahan napas, enggan menatapnya, tetapi dari sudut matanya, ia bisa merasakan Argha memandangnya dengan intensitas yang sulit diabaikan. "Apa kamu bahagia dengan Baskara, Tar?" Suaranya datar dan tajam, seolah ingin menembus pertahanan yang selama ini Tarunika bangun.

"Sudah seberapa jauh hubungan kalian?" Argha menghela napas sesaat. "Ah, aku pasti melewatkan banyak hal, ya? Aku sengaja lama tidak menemui kamu. Jadi, sudah bahagia, Tarunika?"

Tarunika mencengkram tasnya. Pertanyaan itu seperti ejekan untuk hubungannya dengan Baskara. Namun, Tarunika menjawab, "kami bahagia." Ia tanpa menoleh.

"Jadi, di sini aku nggak nggak bahagia, ya? Menyedihkan sekali." Argha berdecak.

"Ya. Aku berharap kamu akan selalu menyedihkan untuk membayar semua kebrengsekan kamu itu." Setelah mengatakan itu, Tarunika memencet tombol pemberhentian bus. Ia berdiri dan melewati Argha begitu saja. Ia menahan langkahnya untuk tidak tergesa.

Bus berhenti, Tarunika melangkah keluar. Tanpa melihat ia sedang berhenti di halte mana, ia terus berjalan untuk menghindari Argha dii bawah gerimis kecil. Namun, laki-laki itu justru ikut turun dan menarik tangan Tarunika sehingga langkahnya terhenti.

"Tar?"

"Apa, sih, Gha? Mau apa lagi?"

"Mau aku? Aku mau kamu selesai sama Baskara."

"Gila kamu!"

"Aku bakal berhenti ganggu kamu kalau kamu selesai sama Baskara."

"Stop omong kosong!" Teriak Tarunika. "Lo sadar nggak, sih, sama semua kesalahan lo ke gue? Apa lo nggak pernah berkaca? Lo bilang kayak tadi apa lo nggak malu sama gue?"

Argha diam.

"Gha, dengar ... dari semua kebrengsekan lo, Tuhan masih mau memberi kesempatan lo untuk hidup. Apa lo nggak mau memperbaiki hidup lo yang berantakan itu? Lo akan terus menyedihkan kayak gini dengan terus ganggu gue?" Ada kemarahan yang Tarunika ungkapkan setiap kalimatnya. "Terserah, Gha. Gue akan semakin benci sama lo."

"Tar ... maaf."

Tarunika terkesiap. Ia tidak salah dengar, kan? Tarunika lebih memilih untuk mengabaikannya. Ia pergi meninggalkan Argha yang masih terdiam. Lalu, gerak Tarunika terhenti karena mendengar ucapan Argha.

Mari Saling BerterimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang