Chapter 37 - Pelik dalam Peluk

23 3 0
                                    

"Aku nggak siap kalau kita harus berjalan di arah yang berbeda setelah ini."

~ Tarunika Mega Tara ~

Pagi itu, Tarunika terbangun dari tidurnya dengan posisi miring. Mata yang masih berat perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada lampu tidur yang memancarkan tulisan 'I Love You'. Senyum lembut muncul di wajahnya, meski kantuk masih menyelimuti.

 "I love you more, Mas," gumamnya pelan. Mungkin mulai hari ini, ia akan memiliki kebiasaan baru—memandangi lampu itu setiap kali akan tidur dan saat terbangun, sambil mengucapkan kata-kata yang sama.

Ia pun bangkit dari tempat tidurnya dan meraih ponselnya. Tarunika memeriksa notifikasi yang masuk, tetapi pesan yang ia kirimkan untuk Baskara semalam masih belum terjawab. Desahan halus keluar dari bibirnya. Tanpa berpikir panjang, ia mengirimi Baskara pesan lagi, mengingatkan tentang rencana pertemuan mereka untuk berbicara lebih lanjut. Tidak lama setelah pesan itu terkirim, ponselnya bergetar—balasan dari Baskara. Senyum kecil terlukis di wajah Tarunika saat membaca balasan singkat dari Baskara: 'Ya'. 

Tarunika tahu betul, balasan singkat seperti itu menandakan bahwa Baskara masih marah. Ia terkekeh pelan, mengingat betapa ia sudah hapal gaya ketikan Baskara, apakah itu saat marah, senang, atau sedih. Ketikan singkat seperti itu selalu menjadi tanda bahaya.

Tanpa membuang waktu, Tarunika segera bangkit dari tempat tidurnya dan bersiap-siap untuk ke kampus. Pagi ini ia hanya memiliki dua SKS untuk diselesaikan, dan kelasnya akan selesai tepat saat jam makan siang.

Setelah kelasnya selesai, biasanya ia akan ke kantin bersama Amara dan Ruhi, tetapi kali ini ia hanya ditemani oleh Ruhi karena Amara sedang sakit. Tarunika ingat bagaimana Amara semalam mengeluhkan maag-nya yang kambuh di grup chat.

Saat makan siang, Ruhi memperhatikan Tarunika yang terlihat sedikit lesu dan langsung menanyakan keadaannya. 

"Tar, lo baik-baik aja?" tanyanya setelah meminum air mineralnya. Ia mulai mengaduk menyendokkan bakso, sebelum memakannya ia berkata, "kemarin lo sakit gitu." 

Ruhi sempat berpikir Tarunika akan absen juga hari ini karena terakhir kali bertemu, gadis itu tidak terlihat sehat. 

"Aman, kok, Yui. Kemarin kurang tidur aja, terus harus ngejar deadline revisian, kan."

"Lo tuh, ya ... mending lo tinggal bareng Amara aja nggak, sih? Biar ada temennya."

Tarunika tersenyum. "Gue bisa sendiri kali. Cuma mati lampu doang kemarin."

"Lo bilang 'cuma', gue tahu banget ya gimana lo kalau lagi keadaan gelap. Lain kali kalau lo ada di situasi butuh bantuan langsung aja hubungi gue atau Amara, Tar. Jangan kayak kemarin, diam-diam aja tahu tahu nangis di pojokan."

"Terima kasih, Sahabat gue yang paling baik. Gue merasa spesial." Tarunika memegang dadanya sambil melebih-lebihkan ekspesinya. Dalam hatinya ia merasa beruntung sekali ia memiliki sahabat sebaik mereka.

Mereka menghabiskan makan siang sambil membahas tugas-tugas yang belum selesai. Setelah itu, mereka berjalan bersama menuju ruang HIMA untuk rapat evaluasi bulanan. Mereka menunggu hampir tiga puluh menit hingga semua anggota terkumpul. Tarunika mulai merasa waktu terbuang percuma, terutama karena ia tidak lupa janjinya dengan Baskara sore ini.

Rapat akhirnya dimulai, tetapi Tarunika tidak bisa berhenti melirik jam tangannya. Ketika ketua HIMA akhirnya menutup rapat itu, Tarunika langsung merasa lega. Ia hampir berlari keluar ruangan, nyaris melupakan Ruhi yang masih berada di belakangnya. Setelah berpamitan dengan Ruhi di depan gerbang, Tarunika bergegas menuju halte. Beberapa menit menunggu, akhirnya bus yang ia tunggu tiba. Perjalanan menuju dermaga terasa lama, tetapi akhirnya ia tiba tepat pukul lima sore.

Mari Saling BerterimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang