BAGIAN 18

108 4 0
                                    

"Iya, iya, iya! Serra pulang sekarang!" Serra segera mengambil jaket dan kunci motornya.

"Aku ikut, ya?"pinta Axel.

"Tidak usah, jaga mama dan El saja disini," ucap Serra ketus.

"Hiii… kamu pikir mama anak TK kayak kamu? Mama bisa jaga diri, sudah Xel, pergi sana nak,"ucap Dania mengelus lembut punggung Axel mendorong pelan tubuh kekar lelaki tampan itu ke arah Serra.

"Sebenarnya anak mama siapa? Aku atau Axel?"batinnya sembari menatap Dania keheranan dengan sudut mulutnya terangkat tak percaya.

Mereka pun berjalan berdampingan menuju halaman rumah.

"Naik mobil saja."

Axel membuka tiga kancing kemejanya sebelum masuk ke dalam mobil, memang sudah menuju waktu sore. Namun entah kenapa matahari masih saja terik.

"Xel? Ini kita tidak mimpi, kan? Mama beneran lagi jagain Elia, kan?" Serra menyandarkan tubuhnya ke kursi sembari menutupi kedua wajahnya dengan tangan.

"Kalau mau tahu ini mimpi atau tidak, coba cium aku. Jika kau merasakannya berarti nyata!" Tantang Axel dengan tatapan mesum dan senyum smirk andalannya.

Mendengar itu Serra langsung terlonjak dari posisinya."Setan! Bisa-bisanya pertanyaan ku yang biasa saja, kau tanggapi dengan jawaban mesum. Memang sudah dasarnya sialan!" ia memutar bola matanya dengan malas lalu menggeleng tak percaya.

"Bukan setan, tapi devil,"jelas Axel yang ia akhiri dengan tawa kecil, bibirnya membentuk senyum miring yang memperlihatkan gigi taringnya.

"Aku heran, kenapa kau tak memiliki seorang pacar? Ini terlalu aneh,"Serra menatap Axel menunggu jawaban. jangan-jangan lelaki tampan yang menyandang status sebagai sahabatnya ini penyuka sesama jenis.

"Untuk apa punya pacar jika memiliki sahabat rasa pacar secantik ini," Axel menarik dagu Serra, menatapnya dengan tatapan sayu penuh hasrat.

Serra menghempas tangan Axel dengan kasar dari dagunya, perasaan aneh kembali menyelimutinya. Entah mengapa hari demi hari rasanya jika dekat dengan Axel semakin berbeda."ada apa denganku? Mengapa aku terus saja gugup jika sangat dekat dengannya?" Serra bergumam sejenak, berusaha memahami perasaanya sendiri kala itu.

"Habis dari rumah kamu, kita langsung kekampus ya?"pintanya dengan suara lembut.

"Kita? Kamulah!"pekik Serra dengan wajah kusut, kedua alisnya saling berdekatan karena dahinya berkerut.

"Kamu juga ikut, temani aku."

"Tidak, tidak. Kau mau membiarkan mama sendirian di rumah hanya bersama El? Bagaimana kalau ada sesuatu yang buruk?"

"Ck, giliran permintaan Alen selalu kau iyakan,"Axel kembali memasang wajah cemberutnya, apa menurut Serra Alen itu berbeda tiga ratus enam puluh derajat dengannya? 

"Huh! Iya, iya. Ngambekan banget," Serra memandang wajah Axel sama kesalnya, tepat setelah Serra mengatakan itu senyum mulai memenuhi wajah Axel. Lelaki tampan itu hanya bisa menutupi wajahnya karena tak bisa mengendalikan senyumnya.

Di depan rumah sudah ada Pak nuga, pria paruh baya itu sedang berbicara dengan tukang kebun sembari menyeruput segelas kopi.

"Non Serra, sudah pulang…,"sapa Pak Nuga tersenyum bahagia menyambut kedatangan keduanya.

"Iya Pak, Serra pulang mau ambil pakaian mama,"ucap Serra melayangkan senyuman simpul.

"Loh kenapa? Bapak sudah suruh ke Amerika lagi?"tanya Pak Nuga keheranan, sembari memijat-mijat tekuknya. Ia takut jika Dania merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya yang mungkin tidak becus.

DO YOU HAVE A BABY? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang