chapter dua belas || ini hidup yang sulit

191 29 6
                                    

Mungkin benar adanya, kehidupan ini sulit. Tidak ada yang bisa menjamin kebahagiaan akan mudah untuk didapatkan. Apalagi tidak ada yang bisa memastikan, jika esok hari akan baik-baik saja.

Haruka yang berusaha mati-matian untuk bertahan hidup saja, baginya itu hal yang sulit. Dia berkali-kali memiliki keinginan untuk mati, tidak peduli sudah berapa banyak dia menahan diri. Bagaimana tidak, hidup Haruka itu menyakitkan. Dia yang bertahan orang-orang disekitarnya yang berusaha membuatnya, tidak memiliki keinginan untuk hidup.

Meskipun tidak dengan cara yang terang-terangan. Di saat mereka menyakiti Haruka dengan kalimat-kalimat rendahannya, Haruka sudah mengetahuinya. Bahwa Haruka memang tidak di terima baik, kematiannya adalah hal yang memuaskan bagi mereka.

Hanya saja Haruka tidak ingin mati, dia masih berkeinginan untuk hidup. Melawan rasa takutnya pada candaan semesta, yang barangkali akan bercanda secara berlebihan.

Hidup sudah sangat sulit, Haruka tidak mau jika harus memikirkan hal-hal yang mempersulitnya lagi. Ketika orang-orang melontarkan kalimat menyakitkan, Haruka akan segera menutup telinganya. Dia tidak ingin mendengarnya, dia ingin menjadi kuat dari siapapun.

Barangkali hal itu terjadi karena ketulusan dari kakaknya. Karena di dunia yang tidak mengantarkan kebahagiaan padanya, masih ada seseorang yang menjaganya. Seseorang yang tidak pernah meminta apapun padanya.

"Kau kenapa?" Tanya Ren yang tidak sengaja melihat adiknya menatap ke arah lain.

Haruka sedikit tersentak, dia bahkan tidak merasakan kehadiran dari kakaknya itu. Wajar saja, Haruka memang sedang melamun. Dia memikirkan beberapa hal tentang hidupnya, kenapa hidup ini terasa sulit. Dan kenapa dia di benci dengan alasan yang tak masuk akal.

Bukan berlaku pada orang lain saja, melainkan kedua orangtuanya juga. Mereka membenci Haruka, padahal Haruka tidak membuat kesalahan apapun.

"Aku hanya memandangi langit malam ini. Ternyata langit bisa gelap jika bintang tidak terlihat, padahal aku ingin melihat langit yang gelap itu di temani oleh bintang. Agar dia tidak sendirian di kegelapan," ucap Haruka yang sebenarnya sedang membicarakan dirinya sendiri.

Ren yang peka pun memahami maksud dari perkataan adiknya. Dia memeluk Haruka dari belakang, adiknya itu terkejut. Karena perlakuan Ren secara tiba-tiba itu.

"Kak jangan main peluk seperti ini," katanya yang melepaskan pelukan Ren secara paksa.

"Kau tidak segelap malam, Haruka. Kau masih memiliki jutaan cahaya. Karena itu kau berani bertahan sejauh ini. Dengarkan kakak, sebanyak apapun orang-orang yang membencimu. Kau harus tetap hidup, karena di depan sana. Pastinya ada sesuatu yang menantimu. Barangkali di sanalah lah kau akan menemukan banyak hal yang menerimamu," ucap Ren mengacak-acak rambut adiknya dengan gemas.

Haruka tersenyum lebar, dengan tundukan yang dalam itu. Sebenarnya Haruka merasa senang, dia terhibur akan perkataan dari kakaknya.

Seandainya orang-orang di dekatnya mampu mengatakan hal yang sama, tanpa perlu mengatakan kalimat yang menyakitkan. Seolah-olah Haruka tidak diperbolehkan hidup di dunia ini.

Karena kakaknya lah Haruka tidak takut pada hal apapun. Dia percaya, jika dia memiliki kesempatan untuk merasakan kebahagiaan. Dan dia akan segera menikmati kehidupannya yang damai, di mana dia tidak diperlakukan dengan buruk.

"Kak, besok aku boleh makan bersama dengan teman-teman kakak?" Tanya Haruka, dia sebenarnya malu untuk mempertanyakan hal itu pada kakaknya.

"Tentu boleh lah, kakak akan menunggumu dengan yang lain."

Jujur saja Ren merasa senang, karena dengan perlahan-lahan Haruka menerima orang-orang yang benar-benar peduli padanya. Dia tidak boleh mewaspadai siapapun, dan memutuskan untuk tidak memiliki seorang teman dalam hidupnya itu.

𝐾𝑒𝑡𝑢𝑙𝑢𝑠𝑎𝑛 𝐾𝑎𝑘𝑎𝑘 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang